Saturday, May 27, 2017

RESUME BUKU "INTERAKSI DAN MOTIVASI BELAJAR MENGAJAR"



Judul Buku      : Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar
Pengarang       : Sardiman A.M.
Penerbit           : CV. Rajawali
Tahun Terbit    : 1986
Kota Terbit      : Jakarta
Ukuran Buku  : 21 cm x 14 cm
Tebal Buku      : viii  + 224 halaman
ISBN               : 979-421-051-X



BAB I
PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak dapat terlepas dari individu yang lain. Hidup bersama antarmanusia akan berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Dalam kehidupan semacam inilah terjadi interaksi. Dengan demikian kegiatan hidup manusia akan selalu dibarengi dengan proses interaksi atau komunikasi, baik interaksi dengan alam lingkungan, interaksi dengan sesamanya, maupun interaksi dengan Tuhannya, baik itu disengaja maupun tidak disengaja.
Dari berbagai bentuk interaksi, khususnya mengenai interaksi yang disengaja, ada istilah interaksi edukatif. Interaksi edukatif ini adalah interaksi yang berlangsung dalam  suatu ikatan untuk tujuan pendidikan dan pengajaran. Dalam arti yang lebih spesifik pada bidang pengajaran, dikenal adanya istilah interaksi belajar-mengajar. Interaksi belajar-mengajar mengandung arti adanya kegiatan interaksi dari tenaga pengajar yang melaksanakan tugas mengajar di satu pihak, dengan warga belajar yang sedang melaksanakan kegiatan belajar di pihak lain.
            Prinsip mengajar adalah mempermudah dan memberikan motivasi kegiatan belajar. Belajar diartikan sebagai suatu perubahan tingkah-laku karena hasil dari pengalaman yang diperoleh. Sedangkan mengajar adalah kegiatan penyediaan kondisi yang merangsang serta mengarahkan kegiatan belajar siswa/subjek belajar untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang dapat membawa perubahan tingkah laku maupun perubahan serta kesadaran diri sebagai pribadi.
            Dalam rangka membina, membimbing dan memberikan motivasi ke arah yang dicita-citakan, maka hubungan guru dan siswa harus bersifat edukatif. Interaksi edukatif ini adalah sebagai suatu proses hubungan timbal balik yang memiliki tujuan tertentu, yakni untuk mendewasakan anak didik agar nantinya dapat berdiri sendiri, dapat menemukankediriannya secara utuh. Bagi guru yang memahami akan keprofesiannya dan mengerti tentang diri anak didiknya, maka dapat melakukan kegiatan interaksi dan motivasi secara mantap. Kemudian operasionalisasinya, guru harus juga memahami dan melaksanakan pengelolaan interaksi belajar-mengajar.


BAB II
PEMAHAMAN AWAL MELALUI INTERAKSI EDUKATIF

A.    Makna dan Ciri Interaksi Edukatif
Interaksi akan selalu berkait dengan istilah komunikasi atau hubungan. Interaksi yang dikatakan sebagai interaksi edukatif, apabila secara sadar mempunyai tujuan untuk mendidik, untuk mengantarkan anak didik ke arah “kedewasaanya”. Pendidikan dan pengajaran adalah salah satu usaha yang bersifat sadar tujuan yang dengan sistematis terarah pada perubahan tingkah laku menuju ke kedewasaan anak didik.
Dalam proses itu paling tidak mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Ada tujuan yang ingin dicapai.
2.      Ada bahan/pesan yang menjadi isi interaksi.
3.      Ada pelajar yang aktif mengalami.
4.      Ada guru yang melaksanakan.
5.      Ada metode untuk mencapai tujuan.
6.      Ada situasi yang memungkinkan proses belajar mengajar berjalan dengan baik.
7.      Ada penilaian terhadap hasil interaksi.

B.     Interaksi Edukatif sebagai Proses Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar akan senantiasa merupakan proses kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi, yakni siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar, dengan siswa sebagai subjek pokoknya. Interaksi edukatif yang secara spesifik merupakan proses atau interaksi belajar mengajar itu, memiliki ciri-ciri khusus yang membedakan dengan bentuk interaksi yang lain.
Edi Suardi dalam bukunya Pedagogik (1980) merinci ciri-ciri interaksi belajar mengajar tersebut.
1.      Interaksi belajar mengajar memiliki tujuan.
2.      Ada suatu prosedur yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3.      Interaksi belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus.
4.      Ditandai dengan adanya aktivitas siswa.
5.      Dalam interaksi belajar mengajar, guru berperan sebagai pembimbing.
6.      Di dalam interaksi belajar mengajar membutuhkan disiplin.
7.      Ada batas waktu.


BAB III
KONSEP BELAJAR MENGAJAR

A.    Makna Belajar
Belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya. Ada beberapa teori yang berpendapat bahwa proses belajar itu pada prinsipnya bertumpu pada struktur kognitif, yakni penataan fakta, konsep serta prinsip-prinsip, sehingga membentuk satu kesatuan yang memiliki makna bagi subjek didik. Brend menegaskan bahwa struktur kepribadian individu manusia itu terdiri dari tiga komponen yang dinamakan: id, ego, dan super ego. Id lebih menekankan pemenuhan nafsu, super ego lebih bersifat sosial dan moral, sedang ego akan menjembatani keduanya, terutama kalau berkembang menghadapi lingkungannya, atau dalam aktivitas belajar. Menurut konsep super ego, bagaimana seorang belajar itu dapat membina moralitas dirinya, yang mungkin melalui berinteraksi dengan pribadi-pribadi manusia yang lain.

B.     Tujuan Belajar
Dalam usaha pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang lebih kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan mengajar. Mengajar diartikan sebagai suatu usaha penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan belajar ini sendiri terdiri atau dipengaruhi oleh berbagai komponen yang masing-masing akan saling mempengaruhi. Komponen-komponen itu misalnya tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, materi yang ingin diajarkan, guru dan siswa yang memainkan peranan serta dalam hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan serta sarana dan prasarana belajar mengajar yang tersedia.
Tujuan belajar untuk pengembangan nilai afeksi memerlukan penciptaan sistem lingkungan yang berbeda dengan sistem yang dibutuhkan untuk tujuan belajar pengembangan gerak, dan begitu seterusnya. Mengenai tujuan-tujuan belajar itu sebenarnya sangat banyak dan bervariasi. Namun, secara umum tujuan belajar itu ada tiga, yaitu:
1.      Untuk mendapatkan pengetahuan
2.      Penanaman konsep dan keterampilan
3.      Pembentukan sikap

C.    Beberapa Teori Tentang Belajar
Secara global ada tiga teori belajar yaitu:
1.      Teori belajar menurut ilmu jiwa daya
Menurut teori ini, jiwa manusia itu terdiri dari bermacam-macam daya. Masing-masing daya dapat dilatih dalam rangka untuk memenuhi fungsinya. Untuk melatih suatu daya itu dapat dipergunakan berbagai cara atau bahan.
2.      Teori belajar menurut ilmu jiwa Gestalt
Teori ini berpandangan bahwa keseluruhan lebih penting dari bagian-bagian/unsur. Sebab keberadaanya keseluruhan itu juga lebih dulu. Sehingga dalam kegiatan belajar bermula pada suatu pengamatan. Pengamatan itu penting dilakukan secara menyeluruh.
3.      Teori belajar menurut ilmu jiwa asosiasi
Ilmu jiwa asosiasi berprinsip bahwa keseluruhan itu sebenarnya terdiri dari penjumlahan bagian-bagian atau unsur-unsurnya.

D.    Faktor-Faktor Psikologis dalam Belajar
Kehadiran faktor-faktor psikologis dalam belajar, akan memberikan andil yang cukup penting. Faktor-faktor psikologis akan senantiasa memberikan landasan dan kemudahan dalam upaya mencapai tujuan belajar secara optimal. Faktor-faktor psikologis yang dikatakan memiliki peranan penting itu, dapat dipandang sebagai cara-cara berfungsinya pikiran siswa dalam hubungannya dengan pemahaman bahan pelajaran, sehingga penguasaan terhadap bahan yang disajikan lebih mudah dan efektif.
Thomas F. Staton menguraikan enam macam faktor psikologis, yaitu:
1.      Motivasi
2.      Konsentrasi
3.      Reaksi
4.      Organisasi
5.      Pemahaman
6.      Ulangan

E.     Pengertian Mengajar
Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan pada anak didik dengan suatu harapan terjadi proses pemahaman. Kemudian pengertian yang luas, mengajar diartikan sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar.
Suatu proses belajar mengajar dikatakan baik, bila proses tersebut dapat membangkitkan kegiatan belajar yang efektif. Bagi pengukuran suksesnya pengajaran, memang syarat utama adalah “hasilnya”. Tapi harus diingat bahwa dalam menilai atau menerjemahkan “hasil” itu pun harus secara cermat dan tepat, yaitu dengan memperhatikan bagaimana “prosesnya”. Dalam proses inilah siswa akan beraktivitas.

F.     Antara Mengajar dan Mendidik
Memang kalau dilihat dari segi asal katanya, keduanya memiliki arti yang sedikit berbeda. “Mengajar”; memberi pelajaran. Misalnya memberi pelajaran matematika, memberi pelajaran bahasa, agar siswa yang diajar itu mengetahui dan paham tentang bahan yang diajarkan tadi. Sedang “mendidik”; memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Menurut umum, memang “mengajar” diartikan sebagai usaha guru untuk menyampaikan dan menanamkan pengetahuan kepada siswa/anak didik. Jadi “mengajar” lebih cenderung kepada transfer of knowledge.
“Mendidik” dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mengantarkan anak didik ke arah kedewasaanya baik secara jasmani maupun rohani. “Mendidik” tidak sekadar transfer of knowledge, tetapi juga transfer of values. “Mendidik” diartikan lebih komprehensif, yakni usaha membina diri anak didik secara utuh, baik matra kognitif, psikomotorik maupun afektif, agar tumbuh sebagai manusia-manusia yang berpribadi.


BAB IV
TUJUAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN SEBAGAI DASAR MOTIVASI

A.    Arti Tujuan
Pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses yang sadar tujuan. Maksudnya tidak lain bahwa kegiatan belajar-mengajar itu suatu peristiwa yang terikat, terarah pada tujuan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Dalam pendidikan dan pengajaran, tujuan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memberikan rumusan hasil yang diharapkan dari siswa/subjek belajar, setelah menyelesaikan/memperoleh pengalaman belajar. Winarno Surakhmad memberikan keterangan bahwa rumusan dan taraf pencapaian tujuan pengajaran adalah petunjuk praktis tentang sejauh manakah interaksi edukatif itu harus dibawa untuk mencapai tujuan akhir. Dengan demikian tujuan akhir sesuatu yang diharapkan/diinginkan dari subjek belajar, sehingga memberi arah, ke mana kegiatan belajar-mengajar itu harus dibawa dan dilaksanakan.

B.     Tujuan Akhir dan Tujuan Intermedier Sebagai Dasar Motivasi
1.      Tujuan akhir sebagai dasar filosifis
Dalam kehidupan masyarakat modern, setiap cabang pendidikan dan pengajaran senantiasa memiliki pedoman umum untuk menentukan tujuan dan hasil akhir. Pedoman itu akan cenderung bersifat filosofis dan juga politis. Memanusiakan manusia, berarti ingin menempatkan manusia-manusia Indonesia ini sesuai dengan proporsi dan hakikat kemanusiannnya. Manusia belajar harus juga terarah pada pembentukan diri manusia agar dapat menemukan kemanusiaan dan menemukan kediriannya sendiri.
2.      Tujuan intermedier sebagai motivasi operasional
Untuk mencapai tujuan, yakni terbentuknya manusia-manusia yang mampu menemukan dirinya, memerlukan kerja serius, efisien, sistematis dan materi atau komponen-komponen yang relevan. Dengan demikian diharapkan tujuan yang bersifat normatif, sangat umum dan luas itu mendapat bentuk yang nyata. Pemikiran mengenai cara tersebut akan menghasilkan satu bentuk organisasi beserta pengaturannya, yang secara umum disebut dengan kurikulum.

C.    Tujuan Pengajaran
Dalam kegiatan belajar-mengajar, dikenal adanya tujuan pengajaran, atau yang sudah umum dikenal dengan tujuan instruksional. Bahkan ada juga yang menyebut tujuan pembelajaran. Tujuan pengajaran inilah yang merupakan hasil belajar bagi siswa setelah melakukan proses belajar di bawah bimbingan guru dalam kondisi yang kondusif. Mengenai tujuan pengajaran/pembelajaran ini biasanya dibagi menjadi dua: Tujuan Instruksional Umum atau sekarang dikenal dengan istilah Tujuan Umum Pengajaran (TUP) dan Tujuan Instruksional Khusus sekarang dikenal dengan Tujuan Khusus Pengajaran (TKP).
Tujuan umum pengajaran /pembelajaran itu adalah merupakan hasil belajar siswa setelah selesai belajar, dan dirumuskan dengan suatu pernyataan yang bersifat umum. Sedangkan tujuan pengajaran/instruksional khusus (TKP/TIK) itu merupakan tujuan-tujuan pengajaran yang bersifat khusus sebagai penjabaran dari tujuan umum pengajaran. TKP/TIK ini lebih bersifat khusus dan konkrit, dalam arti dapat diukur atau dapat diamati hasilnya.


BAB V
MOTIVASI DAN AKTIVITAS DALAM BELAJAR

A.    Pengertian Motivasi
Kata “motif”, diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Berawal dari kata “motif” itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.
Motivasi dapat juga dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu. Motivasi belajar adalah faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Persoalan motivasi ini, dapat juga dikaitkan dengan persoalan minat. Minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri.

B.     Kebutuhan dan Teori Tentang Motivasi
Seseorang itu melakukan aktivitas karena didorong oleh adanya faktor-faktor, kebutuhan biologis, insting, dan mungkin unsur-unsur kejiwaan yang lain serta adanya pengaruh perkembangan budaya manusia. Memberikan motivasi kepada seseorang siswa, berarti menggerakkan siswa untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu. Pada tahap awalnya akan menyebabkan si subjek belajar itu merasa ada kebutuhan dan ingin melakukan sesuatu kegiatan belajar.
Menurut Morgan dan ditulis kembali oleh S. Nasution, dikatakan bahwa manusia hidup itu memiliki berbagai kebutuhan:
1.      Kebutuhan untuk berbuat sesuatu untuk sesuatu aktivitas
2.      Kebutuhan untuk menyenangkan orang lain
3.      Kebutuhan untuk mencapai hasil
4.      Kebutuhan untuk mengatasi kesulitan
Relevan dengan soal kebutuhan itu maka timbullah teori tentang motivasi. Teori tentang motivasi ini lahir dan awal perkembangannya ada di kalangan para psikolog. Dalam hal ini ada beberapa teori tentang motivasi yang selalu bergayut dengan soal kebutuhan.
1.      Kebutuhan fisiologis
2.      Kebutuhan akan keamanan
3.      Kebutuhan akan cinta dan kasih
4.      Kebutuhan untuk mewujudkan diri sendiri

C.    Fungsi Motivasi dalam Belajar
Motivasi bertalian dengan suatu tujuan, dengan demikian motivasi itu mempengaruhi adanya kegiatan. Berikut tiga fungsi motivasi:
1.      Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi.
2.      Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai.
3.      Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan.
Di samping itu, ada juga fungsi-fungsi lain. Motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Seseorang melakukan suatu usaha karena adanya motivasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik.

D.    Macam-Macam Motivasi
Berbicara tentang macam atau jenis motivasi ini dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Dengan demikian motivasi atau motif-motif yang aktif itu sangat bervariasi.
1.      Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya
a.       Motif-motif bawaan
b.      Motif-motif yang dipelajari
2.      Jenis motivasi menurut pembagian dari Woodworth dan Marquis
a.       Motif atau kebutuhan organis
b.      Motif-motif darurat
c.       Motif-motif objektif
3.      Motivasi jasmaniah dan rohaniah
a.       Momen timbulnya alasan
b.      Momen pilih
c.       Momen putusan
d.      Momen terbentuknya kemauan
4.      Motivasi intrinsik dan ekstrinsik.

E.     Bentuk-Bentuk Motivasi di Sekolah
Di dalam kegiatan belajar-mengajar peranan motivasi baik intrinsik maupun ekstrinsik sangat diperlukan. Motivasi bagi pelajar dapat mengembangkan aktivitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar. Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah:
1.      Memberi angka
2.      Hadiah
3.      Saingan/kompetisi
4.      Ego-involvement
5.      Memberi ulangan
6.      Mengetahui hasil
7.      Pujian
8.      Hukuman
9.      Hasrat untuk belajar
10.  Minat
11.  Tujuan yang diakui

F.     Perlunya Aktivitas dalam Belajar
Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar-mengajar.
Rousseau memberikan  penjelasan bahwa segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri,  pengalaman sendiri,  penyelidikan sendiri, dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknis. Dengan kata lain bahwa dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas, tanpa aktivitas,  belajar itu tidak mungkin berlangsung dengan baik tanpa adanya aktivitas.

G.    Prinsip-Prinsip Aktivitas
Prinsip-prinsip aktivitas dalam belajar dalam hal ini akan dilihat dari sudut pandang perkembangan konsep jiwa menurut ilmu jiwa. Untuk melihat prinsip aktivitas belajar dari sudut pandang ilmu jiwa ini secara garis besar dibagi menjadi dua pandangan yakni:
1.      Menurut pandangan ilmu jiwa lama
John Locke dengan konsepnya Tabularasa, mengibaratkan jiwa seseorang bagaikan kertas putih yang tidak bertulis. Selanjutnya Herbert memberikan rumusan bahwa jiwa adalah keseluruhan tanggapan yang secara mekanis dikuasai oleh hukum-hukum asosiasi.
2.      Menurut pandangan ilmu jiwa modern
Aliran ilmu jiwa yang tergolong modern akan menerjemahkan jiwa manusia itu sebagai sesuatu yang dinamis, memiliki potensi dan energi sendiri. Oleh karena itu secara alami anak didik itu juga bisa menjadi aktif, karena adanya motivasi dan didorong oleh bermacam-macam kebutuhan.

H.    Jenis-Jenis Aktivitas dalam Belajar
Paul B. Diedrich membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut:
1.      Visual activities: membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
2.      Oral activities: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
3.      Listening activities: mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.
4.      Writing activities: menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.
5.      Drawing activities: menggambar, membuat, grafik, peta, diagram.
6.      Motor activities: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak.
7.      Mental activities: menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, mengambil keputusan.
8.      Emotional activities: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.


BAB VI
HAKIKAT ANAK DIDIK

A.    Hakikat Anak Didik Sebagai Manusia
Dalam hal ini ada beberapa pandangan mengenai hakikat manusia.
1.      Pandangan Psikoanalitik
Para psikoanalis beranggapan bahwa manusia pada hakikatnya digerakkan oleh dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang bersifat instinktif. Brend mengemukakan bahwa struktur kepribadian individu seseorang itu terdiri dari tiga komponen yakni: id, ego, dan super-ego.
2.      Pandangan Humanistik
Rogers tokoh dari pandangan humanistik, berpendapat bahwa manusia itu memiliki dorongan untuk mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif, manusia itu rasional dan dapat menentukan nasibnya sendiri. Kemudia Alder yang pendukung pendangan humanistik, berpendapat bahwa manusia tidak semata-mata digerakkan oleh dorongan untuk memuaskan kebutuhan dirinya sendiri, tetapi manusia digerakkan dalam hidupnya sebagian oleh rasa tanggung jawab sosial dan sebagian lagi oleh kebutuhan untuk mencapai sesuatu.
3.      Pandangan Martin Buber
Tokoh Martin Buber berpendapat bahwa hakikat manusia itu tidak dapat dikatakan “ini” atau “itu”. Manusia merupakan suatu keberadaan yang berpotensi, namun dihadapkan pada kesemestaan alam, sehingga manusia itu terbatas. Manusia itu tidak pada dasarnya “baik” ataupun “jahat”. Tetapi manusia itu memang secara kuat mengandung dua kemungkinan “baik ataupun jahat” itu. .
4.      Pandangan Behavioristik
Pandangan dari kaum Behavioristik pada dasarnya menganggap bahwa manusia itu sepenuhnya adalah makhluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor yang datang dari luar. Hakikat anak didik adalah manusia dengan segala dimensinya seperti diuraikan melalui berbagai pandangan tentang manusia seperti di atas. Manusia adalah sentral dalam setiap aktivitas.

B.     Anak Didik Sebagai Subjek Belajar
Siswa atau anak didik adalah salah-satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar-mengajar. Jadi dalam proses belajar-mengajar yang diperhatikan pertama kali adalah siswa/anak didik, bagaimana keadaan dan kemampuannya, baru setelah itu menentukan komponen-komponen yang lain. Apa bahan yang diperlukan, bagaimana cara yang tepat untuk bertindak, alat dan fasilitas apa yang cocok dan mendukung, semua itu harus disesuaikan dengan keadaan/karakteristik siswa. Itulah sebabnya siswa atau anak didik adalah merupakan subjek belajar. Memang dalam berbagai statement dikatakan bahwa anak didik dalam proses belajar-mengajar sebagai kelompok manusia yang belum dewasa dalam artian jasmani maupun rohani.

C.    Kebutuhan Siswa
Adapun yang menjadi kebutuhan siswa antara lain:
1.      Kebutuhan jasmaniah
2.      Kebutuhan Sosial
3.      Kebutuhan Intelektual

D.    Pengembangan Individu dan Karakteristik Siswa
Tujuan pendidikan nasional pada khususnya dan pengembangan pada umumnya adalah ingin menciptakan “manusia seutuhnya”. Manusia utuh itu adalah individu-individu manusia, bukan kelompok. Sehingga manusia seutuhnya itu adalah persona atau individu yang mampu menjangkau segenap hubungan dengan Tuhan, dengan lingkungan/alam sekeliling, dengan manusia lain dalam suatu kehidupan sosial yang konstruktif dan dengan dirinya sendiri.
Karakteristik siswa adalah keseluruhan pola kelakuan dan kemampuan yang ada pada siswa sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-citanya. Mengenai pembicaraan karakteristik siswa ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan.
1.      Karakteristik atau keadaan yang berkenaan dengan kemampuan awal
2.      Karakteristik yang berhubungan dengan latar-belakang dan status sosial
3.      Karakteristik yang berkenaan dengan perbedaan-perbedaan kepribadian.


BAB VII
KEDUDUKAN GURU

A.    Persyaratan Guru
Untuk dapat melakukan peranan dan melaksanakan tugas serta tanggung jawabnya, guru memerlukan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat inilah yang akan membedakan antara guru dari manusia-manusia lain pada umumnya. Adapun syarat-syarat bagi guru itu dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok.
1.      Persyaratan administrative
2.      Persyaratan teknis
3.      Persyaratan psikis
4.      Persyaratan fisik
Sesuai dengan tugas keprofesiannya, maka sifat dan persyaratan tersebut secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam spektrum yang lebih luas, yakni guru harus:
1.      Memiliki kemampuan profesional
2.      Memiliki kapasitas intelektual
3.      Memiliki sifat edukasi sosial

B.     Guru Sebagai Tenaga Profesional
Seorang pekerja professional, khususnya guru dapat dibedakan dari seorang teknisi, karena disamping menguasai sejumlah teknik serta prosedur kerja tertentu, seorang pekerja profesional juga ditandai adanya informed responsiveness terhadap implikasi kemasyarakatan dari objek kerjanya. Hal ini berarti bahwa seorang pekerja profesional atau guru harus memiliki persepsi filosofis dan ketanggapan yang bijaksana yang lebih mantap dalam menyikapi dan melaksanakan pekerjaannya.
Secara garis besar ada tiga tingkatan kualifikasi profesional guru sebagai tenaga profesional kependidikan. Pertama, tingkatan capable personal, maksudnya guru diharapkan memiliki pengetahuan, kecakapan dan keterampilan serta sikap yang lebih mantap dan memadai. Kedua, guru sebagai innovator yakni sebagai tenaga kependidikan yang memiliki komitmen terhadap upaya perubahan dan reformasi. Ketiga, guru sebagai developer yakni guru harus memiliki visi keguruan yang mantap dan luas perspektifnya.

C.    Guru Sebagai Pendidik dan Pembimbing
Seseorang dikatakan sebagai guru tidak cukup “tahu” sesuatu materi yang akan diajarkan, tetapi pertama kali ia harus merupakan seseorang yang memang memiliki “kepribadian guru”. Mendidik adalah mengantarkan anak didik agar menemukan dirinya, menemukan kemanusiaannya. Seorang guru menjadi pendidik berarti sekaligus menjadi pembimbing. Membimbing dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan menuntun anak didik dalam perkembangannya dengan jalan memberikan lingkungan dan arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

D.    Beberapa Peranan Guru
Sehubungan dengan fungsinya sebagai pengajar, pendidik, dan pembimbing, maka diperlukan adanya berbagai peranan pada diri guru. Peranan guru ini akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa, sesama guru, maupun dengan staf yang lain.
Adapun peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar adalah sebagai berikut.
1.      Informator
2.      Organisator
3.      Motivator
4.      Pengarah/direktor
5.      Inisiator
6.      Transmitter
7.      Fasilitator
8.      Mediator
9.      Evaluator

E.     Hubungan Guru dan Siswa
Hubungan guru dengan siswa/anak didik di dalam proses belajar-mengajar merupakan faktor yang sangat menentukan. Bagaimanapun baiknya bahan pelajaran yang diberikan, bagaimanapun sempurnanya metode yang dipergunakan, namun jika hubungan guru-siswa merupakan hubungan yang tidak harmonis, maka dapat menciptakan suatu keluaran yang tidak diinginkan.
Dalam hubungan ini, salah satu cara adalah adanya contact-hours di dalam hubungan guru-siswa. Contact hours atau jam-jam bertemu antara guru-siswa, pada hakikatnya merupakan kegiatan di luar jam-jam presentasi di muka kelas seperti biasanya. Untuk perguruan tinggi peranan contact hours ini sangat penting sekali. Perlu digarisbawahi bahwa kegiatan belajar mengajar, tidak hanya melalui presentasi atau sistem kuliah di depan kelas.

F.     Kode Etik Guru
Guru sebagai tenaga profesional di bidang kependidikan memiliki kode etik, yang dikenal dengan “Kode Etik Guru Indonesia”. Kode etik ini dirumuskan sebagai hasil kongres PGRI ke-XIII pada 21-25 November 1973 di Jakarta. Adapun rumusan kode etik guru ada sembilan item yaitu:
a.       Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila.
b.      Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing.
c.       Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
d.      Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
e.       Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
f.       Guru secara sendiri dan/atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.
g.      Guru menciptakan dan memelihara hubungan antarsesama guru baik berdasarkan lingkungan kerja maupun di dalam hubungan keseluruhan.
h.      Guru secara bersama-sama memelihara, membina dan meningkatkan mutu organisasi guru profesional sebagai sarana pengabdiannya.
i.        Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanakan pemerintah dalam bidang pendidikan.
                                                       

BAB VIII
PENGELOLAAN INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR

Guru sebagai tenaga profesional di bidang kependidikan, di samping memahami hal-hal yang bersifat filosofis dan konseptual, harus juga mengetahui dan melaksanakan hal-hal yang bersifat teknis. Hal-hal yang bersifat teknis ini, terutama kegiatan mengelola dan melaksanakan interaksi belajar-mengajar. Di dalam kegiatan mengelola interaksi belajar-mengajar, guru paling tidak harus memiliki dua modal dasar, yakni kemampuan mendisain program dan keterampilan mengkomunikasikan program itu kepada anak didik.

A.    Sepuluh Kompetensi Guru
Sepuluh kompetensi guru yang merupakan profil kemampuan dasar bagi seorang guru itu meliputi:
1.      Menguasai bahan
2.      Mengelola program belajar mengajar
3.      Mengelola kelas
4.      Menggunakan media/sumber
5.      Menguasai landasan-landasan kependidikan
6.      Mengelola interaksi belajar mengajar
7.      Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran
8.      Mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan di sekolah
9.      Mengenal dan menyelenggarakan Administrasi Sekolah
10.  Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran

B.     Microteaching Sebagai Latihan Mengelola Interaksi Belajar Mengajar
Microteaching adalah satu usaha yang ditempuh dalam rangka meningkatkan kemampuan seseorang guru dalam mengemban profesi keguruannya. Microteaching sesungguhnya juga merupakan real teaching bagi calon guru tetapi dilatihkan dalam kelas laboratori bukan di depan real class room, sehingga kegiatan itu bukan lagi real class room teaching. Microteaching ini dimaksudkan membekali calon guru sebelum dia sungguh-sungguh terjun ke sekolah tempat latihan praktik kependidikan untuk praktik mengajar. Dengan melalui program microteaching diharapkan agar kemungkinan kekurangan dan kegagalan dalam praktik mengajar dapat diminimalisasikan, bahkan kalau dapat dihilangkan sama sekali.
Dikaitkan dengan kompetensi guru, microteaching sebenarnya merupakan suatu usaha pengembangan di kampus. Dengan model ini kemudian dikembangkan lebih lanjut di lapangan melalui serangkaian kegiatan Praktik Kependidikan di sekolah tempat para mahasiswa/siswa calon guru itu melakukan praktik mengajar. Jadi, sebelum terjun berinteraksi ke dalam ­real class room teaching, terlebih dulu dilatih mengelola interaksi belajar-mengajar di dalam kelas yang mikro.

C.    Beberapa Komponen Keterampilan Mengajar
Sistem pengajaran kelas telah mendudukkan guru pada suatu tempat yang sangat penting, karena guru yang memulai dan mengakhiri setiap interaksi belajar-mengajar yang diciptakannya. Berbagai peranan guru, dibutuhkan keterampilan dalam melaksanakannya. Mengajar erupakan usaha yang sangat kompleks, sehingga sulit untuk menentukan tentang bagaimanakah mengajar yang baik itu. Pelaksanaan interaksi belajar-mengajar yang baik dapat menjadi petunjuk tentang pengetahuan seorang guru dalam mengakumulasi dan mengaplikasikan segala pengetahuan keguruannya. Beberapa keterampilan mengajar ini dapat dibagi menjadi tiga klasifikasi, yaitu:
1.      Aspek materi
Pada bagian pertama ini berhubungan erat dengan masalah bahan yang dikontakkan kepada siswa. Tentang bagaimana menarik perhatian siswa pada bahan yang baru, perhatian guru terhadap bahan yang sedang dibahas, urutan penyajian bahan, meniptakan hubungan dalam rangka membahas, dan mengakhiri pembahasan.
2.      Modal kesiapan
Dalam hal ini berbagai sikap yang harus diperhatikan guru selama memimpin belajarnya siswa. Ini meliputi baik sikap tubuh pada waktu mengajar, sikap terhadap kondisi ruang atau jumlah siswa, terhadap kebutuhan, keinginan dan perhatian siswa, terhadap peranan dan fungsi media, terhadap jalannya interaksi, terhadap tingkah laku yang menyimpang, dan terhadap waktu yang tersedia, serta sikap guru dalam berbusana.
3.      Keterampilan operasional
Pada bagian ini terkait keterampilan dalam interaksi belajar mengajar yang perlu dikembangkan. Keterampilan yang perlu dikembangkan tersebut meliputi dalam membuka pelajaran, memberikan motivasi dan melibatkan siswa, mengajukan pertanyaan, menggunakan isyarat nonverbal, menanggapi murid, dan menggunakan waktu.


5 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. Sebelumnya saya ucapkan terimakasih atas kesempatannya yang telah memberikan informasi terhadap isi buku ini.
    Jika boleh diberi kesempatan apakah bisa saya meminta buku ini dalam bentuk Pdf, sehingga saya bisa melihat Halaman berapa pada kutipan diatas...
    Sebelumnya saya ucapkan maaf jika ada kesalahan kata. Terimakasih...

    ReplyDelete
  3. Makasih resumenya ka sangat bermanfaat, Mohon izin apakah saya boleh mengutip sedikit hasil resuman kaka buat tugas kuliah ?

    ReplyDelete
  4. Boleh ga sih ka minta tolong scanin bagian aktivitas belajar

    ReplyDelete