Saturday, January 9, 2016

Makalah Morfem



A.                Konsep Morfem
Tata bahasa tradisional tidak mengenal konsep maupun istilah morfem, sebab morfem bukan merupakan satuan dalam sintaksis, dan tidak semua morfem mempunyai makna secara filosofis. konsep morfem baru diperkenalkan oleh kaum struktualis pada awal abad kedua puluh ini. Bloomfield  dengan bukunya language (1933). Memberikan defenisi morfem sebagai berikut: “satu bentuk bahasa yang sebagianya tidak mirip dengan bentuk lain mana pun juga, baik bunyi maupun arti, adalah bentuk tunggal atau morfem”. Sebagai contoh kita ambil bentuk pelaut bahasa Indonesia. Pelaut bukan terdiri dari sebuah morfem karena pe- mempunyai kemiripan dengan pe- dalam pelari, laut mempunyai kemiripan dengan bentuk lautan. Akan tetapi, jika pelaut kita pisahkan atas pe- dan laut, maka masing-masing tidak mempunyai kemiripan dengan bentuk yang lain. Jadi, masing-masing adalah sebuah morfem. Charles F. Hockett, tokoh linguistik Amerika, memberikan defenisi dan metode penemuan morfem dengan cara yang lebih sederhana. Hockett memberikan defenisi morfem sebagai berikut: “morfem adalah unsur-unsur  yang terkecil yang masing-masing mempunyai makna dalam tutur sebuah bahasa.” Selanyutnya, beliau memberikan cara yang mudah untuk menemukan sebuah morfem dalam tutur sebuah bahasa. Kita ambil kalimat bahasa Indonesia: pemuda-pemuda yang jangkung belum berkesempatan mandi. Langkah yang ditempuh oleh hockett ialah pengajuan pertanyaan sebagai berikut: apakah bentuk-bentuk dalam tutur di atas dapat dipisah-pisahkan atas bentuk-bentuk yang lebih kecil dan bentuk-bentuk itu dapat dikemukakan kembali dalam tutur yang lain dengan makna lebih kurang sama atau mirip sama? Jika jawaban kita “ya”, maka itulah morfem-morfem. Dengan demikian kalimat diatas terdiri atas morfem-morfem.
1.      pe-                                           6. Belum
2.      Muda                                       7. ber-
3.      “ulangan”                                8. Sempat
4.      Yang                                       9. ke-an
5.      Jangkung                                 10. Mandi
Dengan memberikan perhatian kepada lingkungan akan ternyata contoh-contoh diatas bahwa ada morfem yang dapat berdiri sendiri, artinya dalam lingkungan yang kadang-kadang disebut zero environment. Morfem-morfem demikian disebut morfem bebas, seperti: muda, yang, jngkung, belum, sempat, mandi, laut. Dan morfem terikat, seperti: pe-, ber-, ke-an, dan sebagainya. 

B.           Dasar-Dasar Analisis Morfem  
Kita dapat melihat kedudukan sebuah morfem dari berbagai sudut. Ada tiga hal yang pokok yang di tunjukan dalam hubungan dengan morfem. Pertama, ia mempunyai dan merupakan satu-satuan yang formal, dan ia mempunyai rupa fonetik; kedua, ia mempunyai makna; dan ketiga, ia mempunyai peranan sintaksis dalam pembentukan satuan-satuan gramatikal yang lebih besar. Untuk menentukan sebuah satuan bentuk adalah morfem atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut didalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain, jika bentuk tersebut ternyata bisa hadir secara berulang-ulang dengan bentuk lain, maka bentuk tersebut adalah sebuah morfem. Sebagai contoh kita ambil bentuk [ketiga], dalam ujaran diatas. Ternyata bentuk [keseratus duapuluh satu] dapat kita banding-bandingkan dengan bentuk-bentuk sebagai berikut.
a.1    keseratus duapuluh dua 
keseratus duapuluh tiga 
keseratus duapuluh empat 
keseratus duapuluh lima 
keseratus duapuluh enam
ternyata juga semua bentuk ke pada daftar di atas dapat disegmentasikan sebagai satuan tersendiri dan yang mempunyai makna yang sama, yaitu menyatakan tingkat atau derajat. Dengan demikian bentuk ke pada daftar di atas, karena merupakan bentuk terkecil yang berulang-ulang dan mempunyai makna yang sama, bisa disebut sebagai sebuah morfem. Perhatikan bentuk ke pada daftar berikut.
a.2         kepasar
kekampus
kedapur
kemasjid
kealun-alun
keterminal
kepelabuhan
ternyata juga bentuk ke pada daftar di atas dapat disegmentasikan sebagai satuan tersendiri dan juga mempunyai arti yang sama, yaitu menyatakan arah atau tunjuan. Dengan demikian ke pada daftar tersebut juga adalah sebuah morfem.
Apakah ke pada deretan keseratus duapuluh dua dan seterusnya, dengan ke pada deretan kepasar, dan seterusnya itu merupakan morfem yang sama, atau tidak sama. Dalam hal ini karena makna bentuk ke pada keseratus duapuluh dua dan kepasar tidak sama maka kedua ke itu bukanlah morfem yang sama. Keduanya merupkan dua buah morfem yang berbeda, meskipun bentuknya sama. Jadi, kesamaan arti dan bentuk merupkan ciri atau indentitas sebuah morfem.
Sekarang perhatikan bentuk meninggalkan yang juga terdapat pada arus ujaran diatas; lalu bandingkan dengan bentuk-bentuk lain yang ada dalam daftar berikut:
a.3         Meninggalkan
Ditinggalkan
Tertinggalan
Peninggalan
Ketinggalan
Sepeninggalan
dari daftar ternyata ada ternyata ada yang bentuk sama, yang dapat disegmentasikan dari bagian unsur-unsur lainya. Bagian yang sama itu adalah bentuk tinggal atau ninggal (tentang perubahan bunyi t- menjadi bunyi n- akan dibicarakan pada bagian lain). Maka, disini pun bentuk tinggal adalah sebuah morfem, karena bentuknya sama dan maknanya juga sama.
Untuk menentukan sebuah bentuk adalah morfem atau bukan, kita memang harus mengetahui atau mengenal maknanya. Perhatikan contoh berikut.
a.4       Menelantarkan
Telantar
Lantaran
kita lihat, meskipun bentuk lantar terdapat berulang-ulang pada daftar tersebut, tetapi bentuk lantar itu bukanlah sebuah morfem karena tidak ada maknanya.
C.             Definisi Morfem 
Setiap bentuk tunggal, baik termasuk golongan satuan bebas, maupun satuan terikat, merupakan satuan morfem, satuan bersepeda, terdiri dari dua morfem, yaitu morfem ber- dan morfem sepeda. Jadi, yang dimaksud morfem adalah satuan gramatik yang paling kecil, satuan gramatik yang tidak mempunyai satuan lain sebagai unsurnya.
Menurut (kridalaksana, 1984). Morfem adalah satuan bahasa terkecil yang maknanya secara relative stabil dan yang tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil. Sebagai satuan gramatik bahwa morfem adalah bentuk yang sama, yang terdapat berulang-ulang dalam satuan bentuk yang lain.
1.         Alomorf 
Adalah variasi bentuk dari suatu morfem disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang dimasukinya (keraf, 1982). Misalnya, morfem ber- dalam bahasa Indonesia, dalam realisasinya dapat berubah menjadi bermacam-macam bentuk akibat pengaruh lingkungan yang dimasukanya. Perhatikan contoh dibawah ini.
Morfem
Alomorf
Contoh
ber-
ber-


be-




bel-
Berlayar
Bersatu
Berdiri

Bekerja
Berambut
Berakit

Belajar


2.               Morf
Ujud konkret atau ujud fonemis dari morfem disebut morf. (kridalaksana, 1984). Misalnya : ber-, be-, dan bel-, meng-, mem-, men-, meny-, me-, dan menge-.
Prefiks meng- dalam proses morfologi akan mengalami proses morfonemik seperti contoh di bawah ini.
Morfem
Morf
Contoh
Meng-
Meng-
Mengmbil

Mem-
Membabat
Men-
Menduga
Meny-
Menyadari
Me-
Melatih
Menge-
Mengebom




D.    Proses Morfologik
Proses morfologi adalah proses pembentukan kata-kata dari satuan yang lain yang merupakan bentuk dasarnya ( Ramlan, 1983 ). Dalam bahasa Indonesia terdapat tiga proses morfologik, yaitu proses pembubuhan afiks, proses pengulangan, dan proses penggabungan. Ketiga proses morfologik itu akan dibahas sebagai berikut.
1.   Proses pembubuhan afiks (afiksasi) 
salah satu cara membentuk kata dalam bahasa Indonesia adalah pembubuhan afiks (imbuhan) pada suatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks.
Contoh pembubuhan afiks bentuk tunggal :
ber-      +          jalan            berjalan  
meng-  +          tulis            menulis
rapi      +          -kan            rapikan
gigi      +          -er               gerigi
ber-an +           lari             berlarian
ke-an   +          satu             kesatuan
contoh pembubuhan afiks pada bentuk kompleks :
ber-      +         susah payah                         bersusah payah
ber-      +         tanggung jawab                  bertanggung jawab
per-an  +         tanggung jawab                  pertanggung jawaban
   didalam bahasa Indonesia didapati afiksasi-afiksasi seperti dibawah ini :
table afiks-afiks bahasa indonesia
Prefiks
Infiks
Sufiks
Konfiks
meng-
ber-
di-
ter-
peng-
se-
per-
pra-
ke-
a-
maha-
para-
-el-
-em-
-er-

-kan
-an
-i
-nya
-wan
-wati
-is
-man
-wi
-if
-or
-al
-ik
ke-an
per-an


Kalau afiks-afiks yang tersebut pada bagan ditas diteliti ternyata ada diantaranya yang berasal ( diserap )dari bahasa asing, yaitu:  pra-, a-, -wan, -wati, -if, -or, -al, dan –ik. Afiks-afiksyang diserap bahasa asing itu umumnya belum mampu keluar dari lingkunganya.
a)         Proses pengulangan
Ialah pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Hasil pengulangan itu biasanya disebut kata ulang, sedangkan satuan yang diulang merupakan bentuk dasar. Perhatikan contoh dibawah ini :


Kata ulang
Bentuk dasar
rumah-rumah
perumahan-perumahan
berjalan-jalan
bolak-balik
rumah
perumahan
berjalan
balik

Setiap kata ulang dalam bahasa Indonesia memiliki bentuk dasar. Kata-kata seperti dibawah ini tidak dapat digolongkan kata ulang karena sebenarnya tidak ada satuan (bentuk dasar) yang diulang. Beberapa pakar (linguis) menamakanya kata ulang semu.
Sia-sia                          : tidak ada kata dasar sia 
Alun-alun                    : tidak ada kata dasar alun
Mondar-mandir           : tidak ada kata mondar-mandir
Compang-camping      : tidak ada kata compang-camping
Huru-hara                    : tidak ada kata huru hara
Ramlan (1983) mengemukakan petunjuk dalam menentukan dalam menentukan bentuk dasar bagi kata ulang, yaitu
1).  Pengulangan pada umumnya tidak megubah golongan kata   
   Misalnya:
a). menari-nari (kata kerja) : bentuk dasarnya menari
b). minum-minuman (kata benda): bentuk dasarnya minuman
c). cepat-cepat (kata sifat): bentuk dasarnya cepat
d). empat-empat (kata bilangan): bentuk dasarnya empat
2). Bentuk dasar selalu berupa satuan yang terdapat pada penggunaan bahasa. Misalnya:  
a). memperkata-katakan    : bentuk dasarnya memperkatakan  
b). mengata-ngatakan        : bentuk dasarnya mengatakan
c). menyadar-nyadarkan   : bentuk dasarnya menyadarkan
d). berdesak-desakan        : bentuk dasarnya berdesakkan 
Pengulangan (reduplikasi) dalam bahasa Indonesia ada empat macam, yaitu:  
1). Pengulangan seluruh
       Contoh :
Sepeda                            Sepeda-Sepeda
Buku                               Buku-Buku
Kebaikan                         Kebaikan-Kebaikan
Pembangunan                  Pembangun-Pembangunan 
2). Pengulangan sebagian
Contoh :
Membaca                      Membaca-Baca
Ditarik                         Ditarik-Tarik
Berjalan                       Berjalan-Jalan
Tersenyum                   Tersenyum-Senyum
Berlarian                       Berlari-Larian
Sayuran                        Sayur-Sayuran
Kedua                          Kedua-Dua
3). Pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks
Contoh:
Kereta                    kereta-keretaan
Anak                      anak-anakan
Rumah                    rumah-rumahan
Orang                     orang-orangan
4). Pengulangan dengn perubahan fonem
Contoh:
Balik                        Bolak-Balik
Gerak                     Gerak-Gerik
Serba                       Serba-Serbi
Lauk                        Lauk-Pauk
Ramah                     Ramah-Tamah
Sayur                       Sayur-Mayur
3). Proses penggabungan kata
Pembentukan kata-kata bahasa Indonesia, selain melalui proses afiksasi dan reduplikasi, dan dapat juga dilakukan melalui proses penggabungan kata. Ada tiga bentuk kata yang dapat diciptakan melalui proses penggabungan kata, yaitu: kata majemuk, frasa, dan idiom.


a.       Kata majemuk
Adalah gabungan morfem dasar yang seluruhnya berstatus sebagai kata yang mempunyai pola fonologis, gramatikal, dan semantis yang khusus menurut kaidah bahasa Indonesia bersangkutan (kridalaksana, 1984; KBBI, 2005). Contoh:
1.      Verba majemuk dasar:
Jumpa pers
Tatap muka
Terjun payung 
2.      Verba majemuk berafiks:
Bertutur sapa
Membalas budi
Memerahpadamkan 
3.      nomina majemuk dasar:
lomba lari
suka duka
unjuk rasa
4.      nomina majemuk berafiks:
sekolah menengah
orang terpelajar
pedagang eceran
5.      nomina majemuk dari bentuk bebas dan bentuk terikat:
infrastruktur
paranormal
pascasarjana (alwi, dkk. 2003)
b.      frasa
gabungan dua kata atau lebih yang bersifatnya tidak predikat merupakan bentuk frasa. Jadi, gabungan kata-kata seperti: 
pohon cemara, mahasiswa baru, dan Negara baru berkembang tergolong frasa.

c.             Idiom
Adalah kontruksi dari unsur-unsur yang saling memilih masing-masing anggota mempunyai makna yang ada hanya karena bersama yang lain (kridalaksana 1984).kambing hitam, hidung belang, dan kerah putih tergolong idiom.
E.        Klasifikasi Morfem
Dari uaraian singkat diatas tampak bahwa morfem dapat diklasifikasikan berdasarkan hubungan antar sesamanya, berdasarkan fungsi, distribusi, dan tipe-tipenya secara fonemis. Antara lain berdasarkan kebebasanya, keutuhanya, maknanya, dan sebagai berikut:
a.1 morfem bebas dan morfem terikat
yang dimaksud dengan morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam penutur. Dalam bahasa Indonesia, misalnya bentuk pulang, makan, rumah, bagus, termasuk morfem bebas. Dapat menggunakan morfem-morfem tersebut tanpa harus terlebih dahulu menggabungkanya dengan morfem lain. Sebaliknya, yang dimaksud dengan morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabungkan dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam penutur. Semua afiks bahasa Indonesia adalah morfem terikat.
a.2 morfem utuh dan morfem terbagi
perbedaan morfem utuhdan morfem terbagi berdasarkan bentuk formal yang dimiliki morfem tersebut: morfem utuh, seperti: {meja}, {kursi}, {kecil}, dan{ laut}. Sedangkan morfem terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua buah bagian yang terpisah. Umpanya pada kata Indonesia kesatuan terdapat morfem utuh yaitu satu dan satu morfem terbagi yakni {ke-/-an}.
Sehubung dengan morfem terbagi ini, untuk bahasa Indonesia, ada catatan yang perlu diperhatikan, yaitu:
Pertma: semua afiks yang disebut konfiks seperti{ ke-/-an}, {ber-/-an}, {per-/-an}, dan {pe-/-an} adalah morfem terbagi. Bentuk {ber-/-an} bisa merupakn konfiks, seperti pada bermunculan, dan bermusuhan, tetapi bisa juga bukan konfiks, seperti: beraturan, dan berpakaian.
Kedua, dalam bahasa Indonesia ada afiks yang disebut infiks, yakni afiks yang disispkan ditengah morfem dasar. Misalnya, afiks {-er-} pada kata gerigi, infiks {-el} pada kata pelatuk, dan infiks {-em-} pada kata gemetar.
a.3 morfem bermakna leksikal dan morfem tidak bermakna leksikal
yang dimaksud dengan morfem bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang secara interen telah memiliki makna pada dirinya sendiri, tanpa perlu berproses dengan morfem lain. Misalnya dalam bahasa Indonesia, morfem-morfem seperti {kuda}, {pergi}, {lari}, dan {merah}. Adalah morfem bermakna leksikal.
Sebaliknya, morfem tak bermakna leksikal tidak mempunyai makna apa-pa pada dirinya sendiri. Morfem ini baru mempunyai makna dalam gabunganya dengan morfem lain dalam suatu proses morfologi. Yang biasa dimaksud dengan morfem tak bermakna leksikal adalah morfem-morfem afiks,  seperti {ber-}, {me-}, dan {ter-}.