Saturday, May 27, 2017

MAKALAH RETORIKA BAHASA INDONESIA



BA B I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Hakikat berbicara merupakan pengetahuan yang sangat fungsional dalam memahami seluk beluk berbicara. Manusia hidup selalu berkelompok mulai dari kelompok kecil, misalnya keluarga, sampai kelompok yang besar seperti organisasi sosial. Dalam kelompok itu mereka berinteraksi satu dengan yang lainnya.
            Berbicara di depan umum dapat menimbulkan kecemasan karena setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia memiliki kecenderungan terjadinya kecemasan. Kecemasan biasanya direfleksikan lewat kata-kata berupa keluhan dan menunjukkan sikap pesimis. Menurut Sigmund Freud dalam Urban (2007), apa yang sedang terjadi di dalam diri memiliki sebuah cara untuk tergelincir keluar secara verbal. Kata-kata ini terkadang tidak disadari akan memberi dampak negatif pada individu. Menurut Urban (2007), gambaran yang dihadirkan kata-kata itu ke dalam kepala manusia akan memiliki efek yang kuat terhadap cara berpikir dan berbicara. Ketakutan dan rasa pesimis akan mendominasi pikiran individu karena kekhawatiran akan penilaian individu lain. Kata-kata sesungguhnya memiliki kekuatan yang luar biasa. Setiap kata yang keluar dari mulut individu akan berdampak pada kehidupannya baik kata itu bersifat positif atau negatif. Kesadaran akan kekuatan kata-kata dalam kehidupan manusia telah dimulai dibeberapa negara dengan berbagai program yang diberikan pada masyarakat. Namun, hal ini tidak dibiasakan baik di Indonesia maupun di seluruh dunia.
Seseorang memiliki suatu kecemasan karena adanya proses pembelajaran dari dalam dirinya, perilaku rendah diri yang dibiasakan dan juga lingkungan yang tidak mendukung perkembangan diri dapat menjadi penyebab pembentukan pribadi dengan kecemasan sosial atau fobia sosial, dimana akibat dari kecemasan dan fobia tersebut seseorang tidak dapat berfungsi dengan baik dalam lingkungan sosialnya, individu memiliki kecenderungan menghindar dari segala aktifitas sosial dan menunjukkan  kemampuan komunikasi dan koordinasi yang rendah.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penulisan di atas, adapun rumusan masalah penulisan makalah ini yaitu:
1.      Apa faktor-faktor yang memengaruhi keefektifan berbicara?
2.      Bagaimana bahasa tubuh dalam berbicara?
3.      Bagaimana kecemasan dalam membaca?
4.      Apa ciri-ciri pembicara yang ideal?

C.    Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai pada penulisan makalah ini yaitu:
1.      Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi keefektifan berbicara.
2.      Mengetahui bahasa tubuh dalam berbicara.
3.      Mengetahui kecemasan dalam membaca.
4.      Mengetahui ciri-ciri pembicara yang ideal.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Faktor yang Memengaruhi Keefektifan Berbicara
Adapun faktor-faktor yang memengaruhi keefektifan berbicara yaitu sebagai berikut.
1.      Faktor Kebahasaan yang Memengaruhi Keefktifan Berbicara
a.       Ketepatan ucapan
Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat, dapat mengalihkan perhatian pendengar. Sudah tentu pola ucapan dan artikulasi yang digunakan tidak sama. Masing-masing mempunyai gaya tersendiri dan gaya bahasa yang dipakai berubah-ubah sesuai dengan pokok pembicaraan, perasaan, dan sasaran.
b.      Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai
Kesesuaian tekanan, nada, sendi, dan durasi akan merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara. Bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai, akan menyebabkan masalahnya menjadi menarik. Sebaliknya jika penyampaian datar saja, dapat dipastikan akan menimbulkan kejemuan dan keefektifan berbicara tentu berkurang.
c.       Pilihan kata (Diksi)
Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksunya mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan lebih terangsang dan akan lebih paham, kalau kata-kata yang digunakan sudah kata-kata yang sudah dikenal oleh pendengar. Misalnya, kata-kata populer tentu akan lebih efektif daripada kata-kata yang muluk-muluk, dan kata-kata yang berasal dari bahasa asing. Kata-kata yang belum dikenal memang membangkitkan rasa ingin tahu, namun akan menghambat kelancaran komunikasi.
d.      Ketepatan sasaran pembicaraan
Pembicara yang menggunakan kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap pembicaraannya. Susunan penuturan kalimat ini sangat besar pengaruhnya terhadap keefektifan penyampaian. Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran. Sehingga mampu menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan, atau menimbulkan akibat. Kalimat efektif memiliki ciri utuh, berpautan, pemusatan perhatian, dan kehematan. Keutuhan kalimat terlihat pada lengkap tidaknya unsur-unsur kalimat. Pertautan kalimat terlihat pada kompak tidaknya hubungan pertalian antara unsur dalam kalimat, hubungan tersebut harus jelas dan logis. Pemusatan perhatian kalimat ditandai dengan adanya penempatan bagian kalimat yang penting pada awal atau akhir kalimat.

2.      Faktor Nonkebahasaan yang Memengaruhi Kefektifan Berbicara
Keefektifan berbicara tidak hanya didukung oleh faktor kebahasaan seperti yang sudah diuraikan di atas, tetapi juga ditentukan oleh faktor nonkebahasaan. Bahkan dalam pembicaraan formal, faktor nonkebahasaan ini sangat mempengaruhi keefektifan berbicara. Berikut yang termasuk faktor nonkebahasaan yang memengaruhi keefektifan berbicara.
a.       Sikap pembicara, seorang pembicara dituntut memiliki sikap positif ketika berbicara maupun menunjukkan otoritas dan integritas pribadinya, tenang dan bersemangat dalam berbicara.
  1. Pandangan mata, seorang pembicara dituntut mampu mengarahkan pandangan matanya kepada semua yang hadir agar para pendengar merasa terlihat dalam pembicaraan. Pembicara harus menghindari pandangan mata yang tidak kondusif, misalnya melihat ke atas, ke samping, atau menunduk.
  2. Keterbukaan, seorang pembicara dituntut memiliki sikap terbuka, jujur dalam mengemukakan pendapat, pikiran, perasaan, atau gagasannya dan bersedia menerima kritikan dan mengubah pendapatnya kalau ternyata memang keliru atau tidak dilandasi argumentasi yang kuat
  3. Gerak-gerik dan mimik yang tepat, seorang pembicara dituntut mampu mengoptimalkan penggunaan gerak-gerik anggota tubuh dan ekspresi wajah untuk mendukung penyampaian gagasan. Untuk itu perlu dihindari penggunaan gerak-gerik yang tidak ajeg, berlebihan, dan bertentangan dengan makna kata yang digunakan.
  4. Kenyaringan suara, seorang pembicara dituntut mampu memproduksi suara yang nyaring sesuai dengan tempat, situasi, jumlah pendengar, dan kondisi akustik. Kenyaringan yang terlalu tinggi akan menimbulkan rasa gerah dan berisik sedangkan kenyaringan yang terlalu rendah akan menimbulkan kesan melempem, lesu dan tanpa gairah
  5.  Kelancaran, seorang pembicara dituntut mampu menyampaikan gagasannya dengan lancar. Kelancaran berbicara akan mempermudah pendengar menangkap keutuhan isi paparan yang disampaikan. Untuk itu perlu menghindari bunyi-bunyi penyela seperti em, ee, dll. Kelancaran tidak berarti pembicara harus berbicara dengan cepat sehingga membuat pendengar sulit memahami apa yang diuraikannya
  6. Penguasaan topik, seorang pembicara dituntut menguasai topik yang dibicarakan. Kunci untuk menguasai topik adalah persiapan yang matang, penguasaan materi yang baik, dan meningkatkan keberanian dan rasa percaya diri. dan Penalaran, seorang pembicara dituntut mampu menunjukkan penalaran yang baik dalam menata gagasannya sehingga pendengar akan mudah memahami dan menyimpulkan apa yang disampaikannya.

B.     Bahasa Tubuh dalam Berbicara
Bahasa Tubuh adalah komunikasi pesan nonverbal (tanpa kata-kata). Bahasa tubuh merupakan proses pertukaran pikiran dan gagasan dimana pesan yang disampaikan dapat berupa isyarat, ekspresi wajah, pandangan mata, sentuhan, artifak (lambang yang digunakan), diam, waktu, suara, serta postur dan gerakan tubuh. (Richard E. Potter dan Larry A. Samoval, Intercultural Communication, 2006:268).
Secara garis besar, bahasa tubuh terdiri dari bagaimana cara anda duduk, cara anda berdiri, cara anda menggunakan kedua tangan dan kaki anda, serta apa yang anda lakukan ketika berbicara dengan seseorang. Dibawah ini adalah beberapa bahasa tubuh yang perlu anda perhatikan ketika berbicara dengan seseorang:
1. Jangan silangkan kaki dan tangan anda.
Anda mungkin sudah sering mendengar bahwa menyilangkan tangan atau kaki dapat menunjukkan bahwa anda tertutup terhadap lawan bicara anda dan ini tidak menciptakan hubungan pembicaraan yang baik. Bukalah selalu posisi tangan dan kaki anda.
2. Lakukan kontak mata, namun bukan menatapnya.
Dengan melakukan kontak mata pada lawan bicara anda dapat membuat hubungan pembicaraan menjadi lebih baik dan anda dapat melihat apakah mereka sedang mendengarkan anda atau tidak. Namun juga bukan dengan menatapnya (terus menerus), karena akan membuat lawan bicara anda menjadi gelisah.
Jika anda tidak terbiasa melakukan kontak mata pada lawan bicara anda, memang anda akan merasakan ketidaknyamanan pada saat pertama kali. Namun lakukan saja terus dan anda akan terbiasa suatu saat nanti.
3. Buatlah jarak antara kedua kaki anda.
Memberi jarak antara kedua kaki (tidak dirapatkan) baik dalam posisi berdiri maupun duduk menunjukkan bahwa anda cukup percaya diri dan nyaman dengan posisi anda.
4. Santaikan bahu anda.
Ketika anda merasa tegang, anda akan merasakan juga ketegangan di kedua bahu anda. Biasanya terlihat dari posisi bahu yang sedikit terangkat dan maju ke depan. Cobalah untuk mengendurkan ketegangan dengan menggerakkan bahu anda dan mundurkan kembali posisinya ke belakang atau bersandar.
5. Mengangguk ketika lawan bicara anda sedang berbicara.
Mengangguk menandakan bahwa anda memang sedang mendengarkan. Namun bukan berarti anda mengangguk berlebihan (terus menerus dan cepat) layaknya burung pelatuk :), karena anda akan terlihat seperti dibuat-buat.
6. Jangan membungkuk, duduklah dengan tegak.
Membungkuk menandakan bahwa anda tidak bergairah, dan tegak disini maksudnya adalah tetap dalam koridor santai, tidak tegang.
7. Condongkan badan, namun jangan terlalu banyak.
Jika anda ingin menunjukkan bahwa anda tertarik dengan apa yang disampaikan oleh lawan bicara anda, condongkan sedikit tubuh anda ke arahnya. Namun jangan juga terlalu condong karena anda terlihat seperti akan meminta sesuatu.
Jika anda ingin menunjukkan bahwa anda cukup percaya diri dan santai, condongkan sedikit badan anda ke belakang. Namun juga jangan terlalu condong, karena anda akan terlihat arogan.
8. Tersenyum dan tertawa.
Bercerialah, jangan terlalu serius. Santai, tersenyum bahkan tertawa jika seseorang menceritakan sesuatu hal yang lucu. Orang akan cenderung mendengarkan anda jika anda terlihat sebagai orang yang positif. Namun juga jangan menjadi orang yang pertama kali tertawa jika anda sendiri yang menceritakan cerita lucu nya, karena anda akan terkesan gugup dan seperti minta dikasihani.
Tersenyumlah ketika anda berkenalan dengan seseorang, namun jangan pula tersenyum terus menerus karena anda akan dianggap menyimpan sesuatu dibalik senyuman anda.
9. Jagalah posisi kepala anda tetap lurus.
Jangan melihat ke bawah ketika anda berbicara dengan seseorang. Anda akan terlihat seperti tidak nyaman berbicara dengan lawan bicara anda dan juga terlihat seperti orang yang tidak percaya diri.
10. Jangan terburu-buru.
Ini bisa berlaku untuk apa saja. Bagi anda yang mempunyai kebiasaan berjalan dengan cepat, cobalah sesekali untuk memperlambat jalan anda. Selain anda akan terlihat lebih tenang dan penuh percaya diri, anda juga akan merasakan tingkat stress anda berkurang.
11. Hindari gerakan-gerakan yang menunjukkan bahwa anda gelisah.
Seperti menyentuh muka anda, menggoyang-goyangkan kaki anda atau mengetuk-ngetuk jari anda di atas meja dengan cepat. Gerakan-gerakan semacam itu menunjukkan bahwa anda gugup dan dapat mengganggu perhatian lawan bicara atau orang-orang yang sedang berbicara dengan anda.
12. Efektifkan penggunaan tangan anda.
Daripada anda menggunakan tangan anda untuk hal-hal yang dapat mengganggu perhatian lawan bicara anda, seperti disebutkan dalam point 11 diatas, lebih baik anda menggunakan tangan anda untuk membantu menjelaskan apa yang anda sampaikan.
13. Rendahkan gelas minuman anda.
Seringkali kita berbicara dengan seseorang sambil memegang gelas minum di depan dada kita. Sikap ini agak kurang baik karena akan membuat ‘jarak’ yang cukup jauh antara anda dan lawan bicara anda. Rendahkan posisi gelas minuman anda, bahkan jika perlu anda memegangnya sampai di dekat kaki.
14. Jangan berdiri terlalu dekat.
Orang yang merubah posisinya menjadi terlalu dekat pada lawan bicaranya dapat menandakan bahwa ia sedang menyembunyikan sesuatu atau mempunyai maksud tertentu. Selain itu tentu saja akan membuat lawan bicaranya menjadi tidak nyaman. Jagalah selalu jarak ’privacy’ antara anda dan lawan bicara anda.
15. Berkaca.
Dalam buku-buku mengenai penjualan, saya sering menemukan tentang istilah berkaca ini. Pada intinya ketika 2 orang terkoneksi dan melakukan hubungan pembicaraan yang positif, mereka secara tidak sadar akan saling berkaca satu sama lain. Dalam arti anda akan sedikit meniru bahasa tubuh lawan bicara anda, begitu juga sebaliknya. Anda dapat juga melakukan teknik berkaca yang proaktif (dengan sadar) untuk lebih meningkatkan kualitas hubungan anda dan lawan bicara anda. Sebagai contoh, jika lawan bicara anda sedikit mencondongkan badannya ke depan, anda dapat juga mencondongkan badan anda ke depan. Jika lawan bicara anda menaruh satu tangannya di atas meja, anda juga dapat melakukan hal yang sama. Namun tetap perlu diingat, jangan melakukan gerakan tiruan dengan jeda waktu yang sangat singkat dan hampir semua gerakan ditiru. Lawan bicara anda akan melihat suatu keanehan dan tampak seperti sirkus.
16. Jagalah selalu sikap anda.
Apa yang anda rasakan akan tersalur lewat bahasa tubuh dan dapat menjadi perbedaan yang besar terhadap kualitas hubungan anda dan lawan bicara anda. Tetaplah jaga sikap yang positif, terbuka dan santai. Perlu diingat bahwa anda dapat merubah bahasa tubuh yang kurang baik, tentu saja selama anda memahami bahwa untuk menciptakan kebiasaan yang baru memerlukan sebuah proses. Jangan juga mencoba melakukan semua dengan sekaligus karena akan membuat anda bingung dan penat.

C.    Kecemasan Berbicara
Albin (Mahdaleni, 2004) menyatakan bahwa kecemasan merupakan tanda adanya bahaya psikologis yang akan menyerang individu, bahaya tersebut disebabkan oleh adanya bayangan dari pengalaman buruk yang terjadi di masa lampau. Perasaan cemas tersebut dapat menyebabkan perasaan yang tidak menyenangkan pada individu sehingga perasaan yang menyebabkan individu tidak dapat memusatkan pikirannya serta berfikir secara nyata.
Kecemasan menurut Prasetyono (2005) adalah penjelmaan dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi manakala seseorang sedang mengalami berbagai tekanan atau ketegangan (stress) seperti perasaan frustrasi dan pertentangan batin (konflik batin).
Sundari (2005) menjelaskan tiga macam kecemasan, yaitu:
1.      Kecemasan karena merasa berdosa atau bersalah. Misalnya individu melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nuraninya atau keyakinanya. Seorang pelajar/mahasiswa menyontek, pada waktu pengawas ujian lewat di depannya berkeringat dingin, takut diketahui.
2.      Kecemasan karena akibat melihat dan mengetahui bahaya yang mengancam dirinya. Misalnya kendaraan yang dinaiki remnya macet, menjadi cemas kalau terjadi tabrakan beruntun dan ia sebagai penyebabkan.
3.      Kecemasan dalam bentuk yang kurang jelas, apa yang ditakuti tidak seimbang, bahkan yang ditakuti itu hal/benda yang tidak berbahaya. Rasa takut sebenarnya suatu perbuatan yang biasa/ wajar kalau ada sesuatu yang ditakuti dan seimbang. Bila takut yang sangat luar biasa dan tidak sesuai terhadap objek yang ditakuti, sebenarnya merupakan patologi yang disebut phobia.
Wilder (Aryuni, 2007), mengedepankan lima jenis kecemasan berbicara di di depan umum berdasarkan penyebabnya, antara lain adalah:
·         Career Terror.
Perasaan yang tidak logis, di mana pekerjaan, karir serta masa depan sangat dipengaruhi oleh bagaimana individu berperilaku baik itu dalam kelompok, pada saat rapat, bahkan pada saat menerima telpon.
·         Perfectionism.
Suatu keadaan di mana individu menginginkan setiap pembicaraan dan presentasi yang ia lakukan dapat berjalan dengan sempurna.
·         Panic.
Merupakan suatu keadaan cemas pada individu yang timbul akibat dugaan-dugaan yang tidak beralasan yang disertai dengan adanya simtom-simtom fisik yang dapat diamati.
·         Avoidance.
Merupakan suatu bentuk penolakan terhadap diri mengenai kemampuannya sehingga dapat menimbulkan perasaan cemas, takut, serta penurunan kemampuan berbicara saat tampil di depan umum.
·         Trauma.
Merupakan ketakutan yang berakar dari masa lampau yang berkaitan dengan ketidakmampuan individu dalam berbicara. Sebagai contoh adalah, orang tua atau guru yang terlalu banyak mengkritik, sehingga menyebabkan individu menjadi sukar untuk mengedepankan pendapatnya kepada orang lain.
Kecemasan pada situasi komunikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, Croskey mengedepankan empat faktor yang menimbulkan kecemasan individu dalam situasi komunikasi (Devito dalam Aryuni, 2007), antara lain adalah:
1.      Kurangnya keahlian dan pengalaman dalam komunikasi. Ketika individu kurang atau bahkan tidak memilki kemampuan dan pengalaman dalam berkomunikasi maka individu akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, sehingga mengakibatkan timbulnya kecemasan.
2.      Evaluasi. Keadaan komunikasi dimana individu diberikan penilaian atau evaluasi dari proses komunikasinya tersebut akan cenderung menimbulkan perasaan cemas pada individu.
3.      Jumlah kelompok. Individu akan merasakan kecemasan yang lebih besar ketika ia berbicara pada kelompok yang lebih besar dibandingkan kelompok yang lebih kecil.
4.      Keberhasilan dan kegagalan sebelumnya. Kecemasan berkomunikasi timbul karena adanya pengaruh dari hal-hal yang terjadi di masa lalu berkaitan dengan situasi komunikasi. Keberhasilan individu dalan situasi komunikasi akan mengurangi kecemasan pada individu, sebaliknya kegagalan dalam situasi komunikasi akan meningkatkan kecemasan individu dalam berkomunikasi.

D.    Ciri-Ciri Pembicara yang Ideal
Rusmisti (2002:30) mengemukakan bahwa terdapat sejumlah ciri-ciri pembicara yang baik untuk dikenal, dipahami, dan dihayati, serta dapat diterapkan dalam berbicara. Ciri-ciri tersebut meliputi hal-hal di bawah ini.
a.       Memilih topik yang tepat. Pembicara yang baik selalu dapat memilih materi atau topik pembicaraan yang menarik, aktual dan bermanfaat bagi para pendengarnya, juga selalu mempertimbangkan minat, kemampuan, dan kebutuhan pendengamya.
b.      Menguasai materi. Pembicara yang baik selalu berusaha mempelajari, memahami, menghayati, dan menguasai materi yang akan disampaikannya.
c.       Memahami latar belakang pendengar. Sebelum pembicaraan berlangsung, pembicara yang baik bemsaha mengumpulkan informasi tentang pendengamya.
d.      Mengetahui situasi. Mengidentifikasi mengenai ruangan, waktu, peralatan penunjang berbicara, dan suasana.
e.       Tujuan jelas. Pembicara yang baik dapat merumuskan tujuan pembicaranya yang tegas, jelas, dam gambling.
f.       Kontak dengan pendengar. Pembicara berusaha memahami reaksi emosi, dan perasaan mereka, berusaha mengadakan kontak batin dengan pendengamya, melalui pandangan mata, perhatian, anggukan, atau senyuman.
g.      Kemampuan linguistiknya tinggi. Pembicara dapat memilih dan menggunakan kata, ungkapan, dan kalimat yang tepat untuk menggambarkan jalan pikirannya, dapat menyajikan materi dalam bahasa yang efektif, sederhana, dan mudah dipahami.
h.      Menguasai pendengar. Pembicara yang baik harus pandai menarik perhatian pendengamya, dapat mengarahkan dan menggerakkan pendengamya ke arah pembicaraannya.
i.        Memanfaatkan alat bantu.
j.        Penampilannya meyakinkan.
k.      Berencana.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Adapun faktor-faktor yang memengaruhi keefektifan berbicara yaitu faktor kebahasaan yang memengaruhi keefktifan berbicara:ketepatan ucapan, penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai, pilihan kata (diksi), ketepatan sasaran pembicaraan. Faktor nonkebahasaan yang memengaruhi kefektifan berbicara: sikap pembicara, pandangan mata, keterbukaan, gerak-gerik dan mimik yang tepat, kenyaringan suara, kelancaran, dan penguasaan topik.
Secara garis besar, bahasa tubuh terdiri dari bagaimana cara anda duduk, cara anda berdiri, cara anda menggunakan kedua tangan dan kaki anda, serta apa yang anda lakukan ketika berbicara dengan seseorang. Kecemasan menurut Prasetyono (2005) adalah penjelmaan dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi manakala seseorang sedang mengalami berbagai tekanan atau ketegangan (stress) seperti perasaan frustrasi dan pertentangan batin (konflik batin). Rusmisti (2002:30) mengemukakan bahwa terdapat sejumlah ciri-ciri pembicara yang baik untuk dikenal, dipahami, dan dihayati, serta dapat diterapkan dalam berbicara.

B.     Saran
Sebuah materi yang esensial diperlukan pemahaman khusus, jadi diharapkan keseriusannya dalam materi ini dan rajin melatih diri untuk mempelajarinya agar dapat memahaminya. Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan tentunya dapat dipertanggungjawabkan.
DAFTAR PUSTAKA

http://peternggili-pedrozhaqoutez.blogspot.co.id/2012/10/qoutez-makalah-keterampilan-berbicara.html
https://ronawajah.wordpress.com/2009/07/30/pentingnya-bahasa-tubuh-dalam-berkomunikasi/
















1 comment: