BA
B I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hakikat berbicara merupakan pengetahuan yang sangat
fungsional dalam memahami seluk beluk berbicara. Manusia hidup selalu
berkelompok mulai dari kelompok kecil, misalnya keluarga, sampai kelompok yang
besar seperti organisasi sosial. Dalam kelompok itu mereka berinteraksi satu
dengan yang lainnya.
Berbicara di depan umum
dapat menimbulkan kecemasan karena setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia
memiliki kecenderungan terjadinya kecemasan. Kecemasan biasanya direfleksikan
lewat kata-kata berupa keluhan dan menunjukkan sikap pesimis. Menurut Sigmund
Freud dalam Urban (2007), apa yang sedang terjadi di dalam diri memiliki sebuah
cara untuk tergelincir keluar secara verbal. Kata-kata ini terkadang tidak
disadari akan memberi dampak negatif pada individu. Menurut Urban (2007),
gambaran yang dihadirkan kata-kata itu ke dalam kepala manusia akan memiliki
efek yang kuat terhadap cara berpikir dan berbicara. Ketakutan dan rasa pesimis
akan mendominasi pikiran individu karena kekhawatiran akan penilaian individu lain.
Kata-kata sesungguhnya memiliki kekuatan yang luar biasa. Setiap kata yang
keluar dari mulut individu akan berdampak pada kehidupannya baik kata itu
bersifat positif atau negatif. Kesadaran akan kekuatan kata-kata dalam
kehidupan manusia telah dimulai dibeberapa negara dengan berbagai program yang
diberikan pada masyarakat. Namun, hal ini tidak dibiasakan baik di Indonesia
maupun di seluruh dunia.
Seseorang memiliki
suatu kecemasan karena adanya proses pembelajaran dari dalam dirinya, perilaku
rendah diri yang dibiasakan dan juga lingkungan yang tidak mendukung
perkembangan diri dapat menjadi penyebab pembentukan pribadi dengan kecemasan
sosial atau fobia sosial, dimana akibat dari kecemasan dan fobia tersebut
seseorang tidak dapat berfungsi dengan baik dalam lingkungan sosialnya,
individu memiliki kecenderungan menghindar dari segala aktifitas sosial dan
menunjukkan kemampuan komunikasi dan koordinasi yang rendah.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang penulisan di atas, adapun rumusan masalah penulisan makalah ini yaitu:
1. Apa
faktor-faktor yang memengaruhi keefektifan berbicara?
2. Bagaimana
bahasa tubuh dalam berbicara?
3. Bagaimana
kecemasan dalam membaca?
4. Apa
ciri-ciri pembicara yang ideal?
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan
masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai pada penulisan makalah ini
yaitu:
1. Mengetahui
faktor-faktor yang memengaruhi keefektifan berbicara.
2. Mengetahui
bahasa tubuh dalam berbicara.
3. Mengetahui
kecemasan dalam membaca.
4. Mengetahui
ciri-ciri pembicara yang ideal.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Faktor
yang Memengaruhi Keefektifan Berbicara
Adapun faktor-faktor
yang memengaruhi keefektifan berbicara yaitu sebagai berikut.
1. Faktor
Kebahasaan yang Memengaruhi Keefktifan Berbicara
a.
Ketepatan ucapan
Seorang
pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat.
Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat, dapat mengalihkan perhatian
pendengar. Sudah tentu pola ucapan dan artikulasi yang digunakan tidak sama.
Masing-masing mempunyai gaya tersendiri dan gaya bahasa yang dipakai
berubah-ubah sesuai dengan pokok pembicaraan, perasaan, dan sasaran.
b. Penempatan
tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai
Kesesuaian
tekanan, nada, sendi, dan durasi akan merupakan daya tarik tersendiri dalam
berbicara. Bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang
dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi
yang sesuai, akan menyebabkan masalahnya menjadi menarik. Sebaliknya jika
penyampaian datar saja, dapat dipastikan akan menimbulkan kejemuan dan
keefektifan berbicara tentu berkurang.
c.
Pilihan kata (Diksi)
Pilihan kata
hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksunya mudah dimengerti oleh
pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan lebih terangsang dan akan lebih
paham, kalau kata-kata yang digunakan sudah kata-kata yang sudah dikenal oleh
pendengar. Misalnya, kata-kata populer tentu akan lebih efektif daripada
kata-kata yang muluk-muluk, dan kata-kata yang berasal dari bahasa asing. Kata-kata
yang belum dikenal memang membangkitkan rasa ingin tahu, namun akan menghambat
kelancaran komunikasi.
d.
Ketepatan sasaran pembicaraan
Pembicara yang
menggunakan kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap pembicaraannya.
Susunan penuturan kalimat ini sangat besar pengaruhnya terhadap keefektifan
penyampaian. Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif,
kalimat yang mengenai sasaran. Sehingga mampu menimbulkan pengaruh,
meninggalkan kesan, atau menimbulkan akibat. Kalimat efektif memiliki ciri
utuh, berpautan, pemusatan perhatian, dan kehematan. Keutuhan kalimat terlihat
pada lengkap tidaknya unsur-unsur kalimat. Pertautan kalimat terlihat pada
kompak tidaknya hubungan pertalian antara unsur dalam kalimat, hubungan
tersebut harus jelas dan logis. Pemusatan perhatian kalimat ditandai dengan
adanya penempatan bagian kalimat yang penting pada awal atau akhir kalimat.
2. Faktor
Nonkebahasaan yang Memengaruhi Kefektifan Berbicara
Keefektifan berbicara tidak hanya didukung oleh faktor
kebahasaan seperti yang sudah diuraikan di atas, tetapi juga ditentukan oleh
faktor nonkebahasaan. Bahkan dalam pembicaraan formal, faktor nonkebahasaan ini
sangat mempengaruhi keefektifan berbicara. Berikut yang termasuk faktor
nonkebahasaan yang memengaruhi keefektifan berbicara.
a. Sikap
pembicara, seorang pembicara dituntut memiliki sikap positif ketika berbicara
maupun menunjukkan otoritas dan integritas pribadinya, tenang dan bersemangat
dalam berbicara.
- Pandangan mata, seorang pembicara dituntut mampu mengarahkan pandangan matanya kepada semua yang hadir agar para pendengar merasa terlihat dalam pembicaraan. Pembicara harus menghindari pandangan mata yang tidak kondusif, misalnya melihat ke atas, ke samping, atau menunduk.
- Keterbukaan, seorang pembicara dituntut memiliki sikap terbuka, jujur dalam mengemukakan pendapat, pikiran, perasaan, atau gagasannya dan bersedia menerima kritikan dan mengubah pendapatnya kalau ternyata memang keliru atau tidak dilandasi argumentasi yang kuat
- Gerak-gerik dan mimik yang tepat, seorang pembicara dituntut mampu mengoptimalkan penggunaan gerak-gerik anggota tubuh dan ekspresi wajah untuk mendukung penyampaian gagasan. Untuk itu perlu dihindari penggunaan gerak-gerik yang tidak ajeg, berlebihan, dan bertentangan dengan makna kata yang digunakan.
- Kenyaringan suara, seorang pembicara dituntut mampu memproduksi suara yang nyaring sesuai dengan tempat, situasi, jumlah pendengar, dan kondisi akustik. Kenyaringan yang terlalu tinggi akan menimbulkan rasa gerah dan berisik sedangkan kenyaringan yang terlalu rendah akan menimbulkan kesan melempem, lesu dan tanpa gairah
- Kelancaran, seorang pembicara dituntut mampu menyampaikan gagasannya dengan lancar. Kelancaran berbicara akan mempermudah pendengar menangkap keutuhan isi paparan yang disampaikan. Untuk itu perlu menghindari bunyi-bunyi penyela seperti em, ee, dll. Kelancaran tidak berarti pembicara harus berbicara dengan cepat sehingga membuat pendengar sulit memahami apa yang diuraikannya
- Penguasaan topik, seorang pembicara dituntut menguasai topik yang dibicarakan. Kunci untuk menguasai topik adalah persiapan yang matang, penguasaan materi yang baik, dan meningkatkan keberanian dan rasa percaya diri. dan Penalaran, seorang pembicara dituntut mampu menunjukkan penalaran yang baik dalam menata gagasannya sehingga pendengar akan mudah memahami dan menyimpulkan apa yang disampaikannya.
B.
Bahasa
Tubuh dalam Berbicara
Bahasa Tubuh adalah komunikasi pesan
nonverbal (tanpa kata-kata). Bahasa tubuh merupakan proses pertukaran pikiran
dan gagasan dimana pesan yang disampaikan dapat berupa isyarat, ekspresi wajah,
pandangan mata, sentuhan, artifak (lambang yang digunakan), diam, waktu, suara,
serta postur dan gerakan tubuh. (Richard E. Potter dan Larry A. Samoval, Intercultural
Communication, 2006:268).
Secara garis besar, bahasa tubuh terdiri dari bagaimana cara
anda duduk, cara anda berdiri, cara anda menggunakan kedua tangan dan kaki
anda, serta apa yang anda lakukan ketika berbicara dengan seseorang. Dibawah
ini adalah beberapa bahasa tubuh yang perlu anda perhatikan ketika berbicara
dengan seseorang:
1.
Jangan silangkan kaki dan tangan anda.
Anda
mungkin sudah sering mendengar bahwa menyilangkan tangan atau kaki dapat
menunjukkan bahwa anda tertutup terhadap lawan bicara anda dan ini tidak
menciptakan hubungan pembicaraan yang baik. Bukalah selalu posisi tangan dan
kaki anda.
2.
Lakukan kontak mata, namun bukan menatapnya.
Dengan
melakukan kontak mata pada lawan bicara anda dapat membuat hubungan pembicaraan
menjadi lebih baik dan anda dapat melihat apakah mereka sedang mendengarkan
anda atau tidak. Namun juga bukan dengan menatapnya (terus menerus), karena
akan membuat lawan bicara anda menjadi gelisah.
Jika anda tidak terbiasa melakukan kontak mata pada lawan bicara anda, memang anda akan merasakan ketidaknyamanan pada saat pertama kali. Namun lakukan saja terus dan anda akan terbiasa suatu saat nanti.
Jika anda tidak terbiasa melakukan kontak mata pada lawan bicara anda, memang anda akan merasakan ketidaknyamanan pada saat pertama kali. Namun lakukan saja terus dan anda akan terbiasa suatu saat nanti.
3.
Buatlah jarak antara kedua kaki anda.
Memberi
jarak antara kedua kaki (tidak dirapatkan) baik dalam posisi berdiri maupun
duduk menunjukkan bahwa anda cukup percaya diri dan nyaman dengan posisi anda.
4.
Santaikan bahu anda.
Ketika
anda merasa tegang, anda akan merasakan juga ketegangan di kedua bahu anda.
Biasanya terlihat dari posisi bahu yang sedikit terangkat dan maju ke depan.
Cobalah untuk mengendurkan ketegangan dengan menggerakkan bahu anda dan
mundurkan kembali posisinya ke belakang atau bersandar.
5.
Mengangguk ketika lawan bicara anda sedang berbicara.
Mengangguk
menandakan bahwa anda memang sedang mendengarkan. Namun bukan berarti anda
mengangguk berlebihan (terus menerus dan cepat) layaknya burung pelatuk :),
karena anda akan terlihat seperti dibuat-buat.
6.
Jangan membungkuk, duduklah dengan tegak.
Membungkuk
menandakan bahwa anda tidak bergairah, dan tegak disini maksudnya adalah tetap
dalam koridor santai, tidak tegang.
7.
Condongkan badan, namun jangan terlalu banyak.
Jika
anda ingin menunjukkan bahwa anda tertarik dengan apa yang disampaikan oleh
lawan bicara anda, condongkan sedikit tubuh anda ke arahnya. Namun jangan juga
terlalu condong karena anda terlihat seperti akan meminta sesuatu.
Jika anda ingin menunjukkan bahwa anda cukup percaya diri dan santai, condongkan sedikit badan anda ke belakang. Namun juga jangan terlalu condong, karena anda akan terlihat arogan.
Jika anda ingin menunjukkan bahwa anda cukup percaya diri dan santai, condongkan sedikit badan anda ke belakang. Namun juga jangan terlalu condong, karena anda akan terlihat arogan.
8.
Tersenyum dan tertawa.
Bercerialah,
jangan terlalu serius. Santai, tersenyum bahkan tertawa jika seseorang
menceritakan sesuatu hal yang lucu. Orang akan cenderung mendengarkan anda jika
anda terlihat sebagai orang yang positif. Namun juga jangan menjadi orang yang
pertama kali tertawa jika anda sendiri yang menceritakan cerita lucu nya,
karena anda akan terkesan gugup dan seperti minta dikasihani.
Tersenyumlah ketika anda berkenalan dengan seseorang, namun jangan pula tersenyum terus menerus karena anda akan dianggap menyimpan sesuatu dibalik senyuman anda.
Tersenyumlah ketika anda berkenalan dengan seseorang, namun jangan pula tersenyum terus menerus karena anda akan dianggap menyimpan sesuatu dibalik senyuman anda.
9.
Jagalah posisi kepala anda tetap lurus.
Jangan
melihat ke bawah ketika anda berbicara dengan seseorang. Anda akan terlihat
seperti tidak nyaman berbicara dengan lawan bicara anda dan juga terlihat
seperti orang yang tidak percaya diri.
10.
Jangan terburu-buru.
Ini
bisa berlaku untuk apa saja. Bagi anda yang mempunyai kebiasaan berjalan dengan
cepat, cobalah sesekali untuk memperlambat jalan anda. Selain anda akan
terlihat lebih tenang dan penuh percaya diri, anda juga akan merasakan tingkat
stress anda berkurang.
11.
Hindari gerakan-gerakan yang menunjukkan bahwa anda gelisah.
Seperti
menyentuh muka anda, menggoyang-goyangkan kaki anda atau mengetuk-ngetuk jari
anda di atas meja dengan cepat. Gerakan-gerakan semacam itu menunjukkan bahwa
anda gugup dan dapat mengganggu perhatian lawan bicara atau orang-orang yang
sedang berbicara dengan anda.
12.
Efektifkan penggunaan tangan anda.
Daripada
anda menggunakan tangan anda untuk hal-hal yang dapat mengganggu perhatian
lawan bicara anda, seperti disebutkan dalam point 11 diatas, lebih baik anda
menggunakan tangan anda untuk membantu menjelaskan apa yang anda sampaikan.
13.
Rendahkan gelas minuman anda.
Seringkali
kita berbicara dengan seseorang sambil memegang gelas minum di depan dada kita.
Sikap ini agak kurang baik karena akan membuat ‘jarak’ yang cukup jauh antara
anda dan lawan bicara anda. Rendahkan posisi gelas minuman anda, bahkan jika
perlu anda memegangnya sampai di dekat kaki.
14.
Jangan berdiri terlalu dekat.
Orang
yang merubah posisinya menjadi terlalu dekat pada lawan bicaranya dapat
menandakan bahwa ia sedang menyembunyikan sesuatu atau mempunyai maksud
tertentu. Selain itu tentu saja akan membuat lawan bicaranya menjadi tidak
nyaman. Jagalah selalu jarak ’privacy’ antara anda dan lawan bicara anda.
15.
Berkaca.
Dalam
buku-buku mengenai penjualan, saya sering menemukan tentang istilah berkaca
ini. Pada intinya ketika 2 orang terkoneksi dan melakukan hubungan pembicaraan
yang positif, mereka secara tidak sadar akan saling berkaca satu sama lain.
Dalam arti anda akan sedikit meniru bahasa tubuh lawan bicara anda, begitu juga
sebaliknya. Anda dapat juga melakukan teknik berkaca yang proaktif (dengan
sadar) untuk lebih meningkatkan kualitas hubungan anda dan lawan bicara anda.
Sebagai contoh, jika lawan bicara anda sedikit mencondongkan badannya ke depan,
anda dapat juga mencondongkan badan anda ke depan. Jika lawan bicara anda
menaruh satu tangannya di atas meja, anda juga dapat melakukan hal yang sama.
Namun tetap perlu diingat, jangan melakukan gerakan tiruan dengan jeda waktu
yang sangat singkat dan hampir semua gerakan ditiru. Lawan bicara anda akan
melihat suatu keanehan dan tampak seperti sirkus.
16.
Jagalah selalu sikap anda.
Apa
yang anda rasakan akan tersalur lewat bahasa tubuh dan dapat menjadi perbedaan
yang besar terhadap kualitas hubungan anda dan lawan bicara anda. Tetaplah jaga
sikap yang positif, terbuka dan santai. Perlu diingat bahwa anda dapat merubah
bahasa tubuh yang kurang baik, tentu saja selama anda memahami bahwa untuk
menciptakan kebiasaan yang baru memerlukan sebuah proses. Jangan juga mencoba
melakukan semua dengan sekaligus karena akan membuat anda bingung dan penat.
C.
Kecemasan
Berbicara
Albin (Mahdaleni, 2004) menyatakan
bahwa kecemasan merupakan tanda adanya bahaya psikologis yang akan menyerang
individu, bahaya tersebut disebabkan oleh adanya bayangan dari pengalaman buruk
yang terjadi di masa lampau. Perasaan cemas tersebut dapat menyebabkan perasaan
yang tidak menyenangkan pada individu sehingga perasaan yang menyebabkan
individu tidak dapat memusatkan pikirannya serta berfikir secara nyata.
Kecemasan menurut Prasetyono (2005)
adalah penjelmaan dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi
manakala seseorang sedang mengalami berbagai tekanan atau ketegangan (stress)
seperti perasaan frustrasi dan pertentangan batin (konflik batin).
Sundari
(2005) menjelaskan tiga macam kecemasan, yaitu:
1. Kecemasan karena merasa berdosa atau
bersalah. Misalnya individu melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati
nuraninya atau keyakinanya. Seorang pelajar/mahasiswa menyontek, pada waktu
pengawas ujian lewat di depannya berkeringat dingin, takut diketahui.
2. Kecemasan karena akibat melihat dan
mengetahui bahaya yang mengancam dirinya. Misalnya kendaraan yang dinaiki
remnya macet, menjadi cemas kalau terjadi tabrakan beruntun dan ia sebagai
penyebabkan.
3. Kecemasan dalam bentuk yang kurang
jelas, apa yang ditakuti tidak seimbang, bahkan yang ditakuti itu hal/benda
yang tidak berbahaya. Rasa takut sebenarnya suatu perbuatan yang biasa/ wajar
kalau ada sesuatu yang ditakuti dan seimbang. Bila takut yang sangat luar biasa
dan tidak sesuai terhadap objek yang ditakuti, sebenarnya merupakan patologi yang
disebut phobia.
Wilder (Aryuni, 2007), mengedepankan lima jenis kecemasan
berbicara di di depan umum berdasarkan penyebabnya, antara lain adalah:
·
Career Terror.
Perasaan
yang tidak logis, di mana pekerjaan, karir serta masa depan sangat dipengaruhi
oleh bagaimana individu berperilaku baik itu dalam kelompok, pada saat rapat,
bahkan pada saat menerima telpon.
·
Perfectionism.
Suatu
keadaan di mana individu menginginkan setiap pembicaraan dan presentasi yang ia
lakukan dapat berjalan dengan sempurna.
·
Panic.
Merupakan
suatu keadaan cemas pada individu yang timbul akibat dugaan-dugaan yang tidak
beralasan yang disertai dengan adanya simtom-simtom fisik yang dapat diamati.
·
Avoidance.
Merupakan
suatu bentuk penolakan terhadap diri mengenai kemampuannya sehingga dapat
menimbulkan perasaan cemas, takut, serta penurunan kemampuan berbicara saat
tampil di depan umum.
·
Trauma.
Merupakan
ketakutan yang berakar dari masa lampau yang berkaitan dengan ketidakmampuan
individu dalam berbicara. Sebagai contoh adalah, orang tua atau guru yang
terlalu banyak mengkritik, sehingga menyebabkan individu menjadi sukar untuk
mengedepankan pendapatnya kepada orang lain.
Kecemasan pada situasi komunikasi dipengaruhi oleh beberapa
faktor, Croskey mengedepankan empat faktor yang menimbulkan kecemasan individu
dalam situasi komunikasi (Devito dalam Aryuni, 2007), antara lain adalah:
1. Kurangnya keahlian dan pengalaman
dalam komunikasi. Ketika individu kurang atau bahkan tidak memilki kemampuan
dan pengalaman dalam berkomunikasi maka individu akan mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi, sehingga mengakibatkan timbulnya kecemasan.
2. Evaluasi. Keadaan komunikasi dimana
individu diberikan penilaian atau evaluasi dari proses komunikasinya tersebut
akan cenderung menimbulkan perasaan cemas pada individu.
3. Jumlah kelompok. Individu akan
merasakan kecemasan yang lebih besar ketika ia berbicara pada kelompok yang
lebih besar dibandingkan kelompok yang lebih kecil.
4. Keberhasilan dan kegagalan
sebelumnya. Kecemasan berkomunikasi timbul karena adanya pengaruh dari hal-hal
yang terjadi di masa lalu berkaitan dengan situasi komunikasi. Keberhasilan
individu dalan situasi komunikasi akan mengurangi kecemasan pada individu,
sebaliknya kegagalan dalam situasi komunikasi akan meningkatkan kecemasan
individu dalam berkomunikasi.
D.
Ciri-Ciri
Pembicara yang Ideal
Rusmisti
(2002:30) mengemukakan bahwa terdapat sejumlah ciri-ciri pembicara yang baik untuk dikenal,
dipahami, dan dihayati, serta dapat diterapkan dalam berbicara. Ciri-ciri
tersebut meliputi hal-hal di bawah ini.
a.
Memilih topik yang tepat. Pembicara yang baik selalu
dapat memilih materi atau topik pembicaraan yang menarik, aktual dan bermanfaat
bagi para pendengarnya, juga selalu mempertimbangkan minat,
kemampuan, dan kebutuhan pendengamya.
b.
Menguasai materi. Pembicara yang baik selalu berusaha
mempelajari, memahami, menghayati, dan menguasai materi yang akan
disampaikannya.
c.
Memahami latar belakang pendengar. Sebelum pembicaraan
berlangsung, pembicara yang baik bemsaha mengumpulkan informasi tentang
pendengamya.
d.
Mengetahui situasi. Mengidentifikasi mengenai ruangan,
waktu, peralatan penunjang berbicara, dan suasana.
e.
Tujuan jelas. Pembicara yang baik dapat merumuskan tujuan
pembicaranya yang tegas, jelas, dam gambling.
f.
Kontak dengan pendengar. Pembicara berusaha memahami
reaksi emosi, dan perasaan mereka, berusaha mengadakan kontak batin dengan
pendengamya, melalui pandangan mata, perhatian, anggukan, atau senyuman.
g.
Kemampuan linguistiknya tinggi. Pembicara dapat memilih
dan menggunakan kata, ungkapan, dan kalimat yang tepat untuk
menggambarkan jalan pikirannya, dapat menyajikan materi dalam bahasa yang
efektif, sederhana, dan mudah dipahami.
h.
Menguasai pendengar. Pembicara yang baik harus pandai
menarik perhatian pendengamya, dapat mengarahkan dan menggerakkan pendengamya
ke arah pembicaraannya.
i.
Memanfaatkan alat bantu.
j.
Penampilannya meyakinkan.
k.
Berencana.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun
faktor-faktor yang memengaruhi keefektifan berbicara yaitu faktor kebahasaan
yang memengaruhi keefktifan berbicara:ketepatan ucapan, penempatan
tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai, pilihan kata (diksi), ketepatan
sasaran pembicaraan. Faktor nonkebahasaan yang memengaruhi
kefektifan berbicara: sikap pembicara, pandangan mata, keterbukaan, gerak-gerik
dan mimik yang tepat, kenyaringan suara, kelancaran,
dan penguasaan topik.
Secara garis besar, bahasa tubuh
terdiri dari bagaimana cara anda duduk, cara anda berdiri, cara anda
menggunakan kedua tangan dan kaki anda, serta apa yang anda lakukan ketika
berbicara dengan seseorang. Kecemasan menurut Prasetyono (2005) adalah
penjelmaan dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi
manakala seseorang sedang mengalami berbagai tekanan atau ketegangan (stress)
seperti perasaan frustrasi dan pertentangan batin (konflik batin). Rusmisti (2002:30) mengemukakan bahwa terdapat
sejumlah ciri-ciri pembicara yang baik untuk
dikenal, dipahami, dan dihayati, serta dapat diterapkan dalam berbicara.
B.
Saran
Sebuah materi yang esensial diperlukan pemahaman khusus, jadi diharapkan
keseriusannya dalam materi ini dan rajin melatih diri untuk mempelajarinya agar
dapat memahaminya. Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang
makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan tentunya dapat
dipertanggungjawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
http://peternggili-pedrozhaqoutez.blogspot.co.id/2012/10/qoutez-makalah-keterampilan-berbicara.html
https://ronawajah.wordpress.com/2009/07/30/pentingnya-bahasa-tubuh-dalam-berkomunikasi/