BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sepanjang perkembangan ilmu sastra di Indonesia, persoalan metode ktitik sastra belum mendapat perhatian yang selayaknya oleh para ahli. Bukan saja usaha untuk membangun metode secara menyeluruh, bahkan usaha untuk sekedar membicarakanya pun menjadi hal yang langka. Jika dibandingkan dengan rumpun ilmu sosial dan humaniora yang lain. Tampaklah betapa usaha untuk mengembangkan metode dalam sastra sangatlah minim. Lambatnya perkembangan metode penelitian sastra itu agaknya bersumber pada masalah mendasar, yakni besarnya problematika yang dihadapi oleh para ahli ketika merumuskan pengertian sastra sebagai objek ilmunya. Namun disetiap lembaga akademisi sastra, akan berusaha untuk mengetahui dan merumuskan pengertian sastra, walaupun bukanlah perkara mudah. Meskipun sastra merupakan segala yang sering di jumpai dalam kehidupan masyarakat, para ahli tetap berupaya untuk dapat meneliti dan memberikan pengertian terhadap dunia sastra.
Pada dasarnya kritik sastra merupakan kegiatan untuk mencari serta menentukan nilai hakiki karya sastra lewat pemahaman dan penafsiran sistematik yang dinyatakan kritikus dalam bentuk tertulis. Kritik sastra yang sesungguhnya bukan hanya menilai saja, melainkan masih ada aktivitas yang lain yakni menganalisa. Kritik sastra adalah kegiatan penilaian yang ditunjukkan pada karya sastra atau teks. Namun, melihat kenyataan bahwa setiap karya sastra adalah hasil karya yang diciptakan pengarang, maka kritik sastra mencakup masalah hubungan sastra dengan kemanusiaan. Namun, sasaran utama kritik sastra adalah karya sastra atau teks tersebut.
Kritik sastra sangat penting untuk dilakukan karena dengan melakukkan kritik sastra, dapat membantu penyusunan teori sastra dan sejarah sastra. Kritik sastra juga membantu perkembangan kesusastraan suatu bangsa dengan menjelaskan karya satra tersebut, akan diketahui maksud dan tujuan serta pandangan yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Krtitik satra juga dapat membantu masyarakat untuk menganalisis, menginterprestasi, dan menilai sebuah karya satra yang ada (Pradopo, 2002: 93).
Berdasarkan penjelasan mengenai krtitik satra yang telah diuraikan diatas, maka makalah ini akan menerangkan sudut pandangan kritik sastra struktural dan feminis. Paham krtitik satra dari dua penjelasan ini akan membantu kita untuk mengetahui teori krtitik sastra sehingga dapat mempermudah dalam melakukan kegiatan kritik terhadap suatu karya sastra.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penulisan di atas, adapun rumusan masalah penulisan makalah ini yaitu:
1. Bagaimana teori kritik sastra strukturalis dan feminis?
2. Bagaimana karakteristik kritik sastra strukturalis dan feminis?
3. Bagaimana metode dalam kritik sastra strukturalis dan feminis?
4. Apa saja jenis-jenis kritik sastra strukturalis dan feminis?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai pada penulisan makalah ini yaitu:
1. Mengetahui teori kritik sastra strukturalis dan feminis.
2. Mengetahui karakteristik kritik sastra strukturalis dan feminis.
3. Mengetahui metode dalam kritik sastra strukturalis dan feminis.
4. Mengetahui jenis-jenis kritik sastra strukturalis dan feminis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kritik Sastra Strukturalisme
1. Pengertian Kritik Sastra Strukturalisme
Strukturalism dalam bahasa Inggris dari latin Struere dengan arti membangun. Struktura berarti bentuk bangunan. Objek penelitian aliran strukturalis berupa struktur dengan mekanisme antarhubungannya yaitu antar hubungan unsur dengan unsur lain dan unsur dengan totalitasnya. Menurut A. Teeuw (2015: 4) mencoba merumuskan strukturalisme sebagai sebuah karya yang merupakan keseluruhan, atau kesatuan makna yang bulat, yang mempunyai koherensi. Strukturalisme hanya memandang pada sisi bangunan yang dibentuk dari sebuah karya sastra semata-mata. Aspek-aspek luar dari sebuah karya sastra tidak dibenarkan untuk dijadikan acuan dalam melakukan analisis.
Teori strukturalisme memiliki latar belakang sejarah evaluasi yang cukup panjang dan berkembang secara dinamis. Roland Barthes dan Julia Kristev (Strukturalisme Prancis) mengembangkan seni penafsiran struktural berdasarkan kode-kode bahasa teks sastra. Melalui kode bahasa itu, diungkapkan kode-kode retorika, psikoanalitis, sosiokultural. Mereka menekankan bahwa sebuah karya sastra haruslah dipandang secara otonom. Puisi khusus khususnya yang khas yang mengandung efek-efek estetik. Aspek-aspek ekstrinsik seperti ideologi, moral, sosiokultural, psikologi, dan agama tidaklah indah pada dirinya sendiri melainkan karena dituangkan dalam cara tertentu melalui sarana bahasa puitik.
Teori strukturalisme adalah sebuah teori pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara berbagai teks (Hartoko, 1986b: 135-136). Studi strukturalisme menolak campur tangan pihak luar. Analisis struktural memiliki tujuan untuk membongkar dan memaparkan dengan cermat keterkaitan semua anasir karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Apa yang ingin dibuktikannya adalah ke-estetikan sebuah karya sastra.
Tokoh-tokoh penting strukturalis yaitu Roman Jacobson, Jan Mukarovsky, Felix Vodica, Rene Wellek, Jonathan Celler, Robert Scholes, dan sebagainya. Kritik sastra strukturalisme secara khusus mengacu pada praktik kritik sastra yang mendasarkan analisisnya pada teori linguistik modern. Teori strukturalisme sastra merupakan sebuah teori pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara berbagai unsur teks. Dalam strukturalisme pemerolehan arti ditemukan di dalam relasi. Relasi-relasi yang dipelajari berkaitan dengan mikro teks (kata, kalimat) keseluruhan yang lebih luas (bait, bab), maupun intertektual (karya-karya lain dalam periode tertentu) (Endraswara, 2013: 51).
2. Ciri-Ciri Kritik Sastra Strukturalis
Adapun ciri-ciri kritik sastra strukturalis yakni sebagai berikut.
a. Karya sastra dipandang sebagai suatu sosok yang memiliki bentuk tersendiri.
b. Penilaian diberikan kepada keserasian dan keharmonisan semua komponen (isi dan bentuk) di dalam membentuk keseluruhan struktur.
c. Analisis dilakukan secara objektif terhadap setiap unsur yang terdapat di dalam karya tersebut.
d. Analisis karya sastra tanpa mengikutsertakan hal-hal lain yang berada di luarnya.
3. Aspek Metodologis Kritik Strukturalis
Ada beberapa aspek metodologis dalam
a. Kritikus harus betul-betul menguasi konsep-konsep dasar mengenai semua unsur intrinsik yang membangun struktur sebuah karya sastra.
b. Penafsiran terhadap komponen-komponen yang membangun karya sastra tersebut berada dalam satu keseluruhan yang utuh, sebaliknya makna keseluruhan akan didapatkan juga atas dasar makna komponennya.
c. Kegiatan penafsiran dilakukan dengan sadar bahwa teks yang dihadapi mempunyai kesatuan, keseluruhan, dan kebulatan makna serta mempunyai koherensi intrinsik.
B. Kritik Sastra Feminis
1. Pengertian Kritik Feminis
Secara garis besar Culler (1983) menyebutnya sebagai reading as a woman, membaca sebagai perempuan. Yoder (1987) menyebut bahwa kritik sastra feminis itu bukan berarti pengkritik perempuan, atau kritik tentang perempuan, atau kritik tentang pengarang perempuan; arti sederhana kritik sastra feminis adalah pengkritik memandang sastra dengan kesadaran khusus, kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra, dan kehidupan kita.
Secara etimologi feminis berasal dari kata femme (women) berarti perempuaan (tunggal) yang bertujuaan untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuaan (jamak) sebagai kelas sosial. Tujuan feminis adalah keseimbangan dan interelasi gender. Dalam pengertiaan yang lebih luas adalah gerakan kaum wanita untuk menolak segala bentuk yang di marginalisasikan, disubordinasikan dan direndahkan oleh kebudayaan yang dominan, baik dalam bidang pendidikan, ekonomi, politik, maupun pada kehidupan sosial pada umumnya.dalam pengertiaan sastra cara-cara memahami karya sastra baik dalam kaitannya dengan proses produksi maupun resepsi. Emansipasi wanita dengan demikiaan merupakan salah satu aspek dengan kaitannya dengan persamaan hak (kesetaraan gender).
Banyak para kritikus melihat bahwa dalam membedah karya sastra dengan menggunakan pendekataan feminis lebih cendrung kepada kritik sosial kultural dimana ada sesosok perempuaan yang termarjinalkan, perempuaan makhluk lemah yang mempunyai anggapan negatif dalam berbagai aspek kehidupan dan itu yang membuat ia terbelenggu dan perlu sebuah pendekatan yang baik dalam penyelesaiaan diskursus ini yakni dengan pendekatan kritik feminis.
Secara teoritis kritik ini menitik beratkan pada ilmu sastra, feminisme berhubungan dengan konsep kritik sastra feminis, yaitu studi sastra yang mengarahkan fokus analisis kepada perempuan. Yoder menyebutkan, bahwa kritik sastra feminis bukanlah berarti pengkritik perempuan, atau kritik tentang perempuan, atau kritik tentang pengarang perempuan; arti sederhana kritik sastra feminis adalah pengkritik memandang sastra dengan kesadaran khusus, kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra dan kehidupan. Jenis kelamin inilah yang membuat banyak perbedaan di antara semuanya, yang juga membuat perbedaan pada diri pengarang, pembaca, perwatakan, dan pada faktor luar yang mempengaruhi situasi karang-mengarang.
2. Tipe Kritik Sastra Feminis
Kritik sastar feminisme dapat dibagi menjadi dua tipe yang berbeda. Pertama, berkaitan dengan wanita sebagai pembaca. Wanita sebagai konsumen laki-laki dalam diproduksi sastra. Biasanya, pembaca perempuan menguba pemahaman kita tentang suatu teks yang diberikan, membangkitkan tentang kode seksual. Saay sebut ini jenis analisis kritik feminis, dan seperti jenis lain dari kritik itu adalah penyelidikan historis didasarkan pada asumsi ideologis fenomena sastra. Subjek meliputi gambar dan stereotip dalam sastra, kelalaian dan kesalapahaman tentang perempuan dalam kritik, dan celah pada pria dibangun melalui sejarah sastra. Hal ini juga berkaitan dengan dengan eksploitasi dan manipulasi penonton perempuan, terutama daam budaya populer dan film, dan dengan analisis wanita melalui tanda sebagai sistem semiotik. Kedua, kritik feminisme berkaitan dengan wanita sebagai penulis dengan wanita sebagi produsen makna tekstual, dengan tema sejarah, genre, dan struktur sastra oleh perempuan. Subjek yang meliputi psikodinamika kreativitas perempuan, linguistik dan masalahnya. Dari bahasa perempuan, lintasan karir individu atau kolektif sastra perempuan, sejarah sastra dan tentu saja, studi penulis tentu dan pekerjaanya. Istilah lain dalam bahasa Perancis disebut ‘gynocritic’.
3. Metode Pendekatan Kritik Sastra Feminis
Kritik sastra feminis secara teknis menerapkan berbagai pendekatan yang ada dalam kritik sastra, namun ia melakukan reinterpretasi global terhadap semua pendekatan itu. Kritik yang mula-mula berkembang di Prancis (Eropa), Amerika, dan Australia ini merupakan sebuah pendirian yang revolusioner yang memasukkan pandangan dan kesadaran feminisme (pandangan yang mempertanyakan dan menggugat ketidakadilan yang (terutama) dialami perempuan yang diakibatkan sistem patriarkhi) di dalam kajian-kajian kesusastraan.
Dengan kritik itu diharapkan penyusunan sejarah, penilaian terhadap teks-teks yang ditulis perempuan menjadi lebih adil dan proporsional. Oleh karena itu, seperti dijelaskan Djajanegara, terdapat dua fokus di dalam kritik ini. Fokus pertama adalah pengkajian ulang sejarah kesusastraan, termasuk mengkaji lagi kanon-kanon yang sudah lama diterima dan dipelajari dari generasi ke generasi dengan tinjauan feminis dan menggali kembali karya-karya dan penulis-penulis dari kalangan perempuan yang terpendam selama ini.
Fokus kedua, mengkaji kembali teori-teori dan pendekatan tentang sastra dan karya sastra yang ada selama ini dan tentang watak serta pengalaman manusia yang ditulis dan dijelaskan dalam sastra. Selama ini para feminis melihat ada pengabaian terhadap pengalaman-pengalaman perempuan. Di sini, kritik sastra feminis menyediakan konteks bagi penulis perempuan yang mendukung mereka agar mampu mengungkapkan pengalaman, perasaan, dan pikiran yang selama ini diredam.
Kritik sastra feminis terdiri dari beberapa aliran yang berkembang di masyarakat. Aliran-aliran tersebut antara lain:
a. Kritik Ideologis
Kritik sastra feminis ini melibatkan wanita, khususnya kaum feminis, sebagai pembaca. Yang menjadi pusat perhatian pembaca adalah citra serta stereotipe seorang wanita dalam karya sastra. Kritik ini juga meneliti kesalahpahaman tentang wanita dan sebab-sebab mengapa wanita sering tidak diperhitungkan, bahkan nyaris diabaikan.
b. Kritik yang mengkaji penulis-penulis wanita
Dalam ragam ini termasuk penelitian tentang sejarah karya sastra wanita, gaya penulisan, tema, genre, dan struktur penulis wanita. Di samping itu, dikaji juga kreativitas penulis wanita, profesi penulis wanita sebagai suatu perkumpulan, serta perkembangan dan peraturan tradisi penulis wanita.
c. Kritik sastra feminis sosialis
Kritik ini meneliti tokoh-tokoh wanita dari sudut pandang sosialis, yaitu kelas-kelas masyarakat. Pengkritik feminis mencoba mengungkapkan bahwa kaum wanita merupakan kelas masyarakat yang tertindas.
d. Kritik sastra feminis-psikoanalistik
Kritik ini diterapkan pada tulisan-tulisan wanita, karena para feminis percaya bahwa pembaca wanita biasanya mengidentifikasikan dirinya dengan atau menempatkan dirinya pada si tokoh wanita, sedang tokoh wanita tersebut pada umumnya merupakan cermin penciptanya.
e. Kritik feminis lesbian
Jenis ini hanya meneliti penulis dan tokoh wanita saja. Ragam kritik ini masih sangat terbatas karena beberapa factor, yaitu kaum feminis kurang menyukai kelompok wanita homoseksual, kurangnya jurnal-jurnal wanita yang menulis lesbianisme, kaum lesbian sendiri belum mencapai kesepakatan tentang definisi lesbianisme, kaum lesbian banyak menggunakan bahasa terselubung. Pada intinya tujuan kritik sastra feminis-lesbian adalah pertama-tama mengembangkan suatu definisi yang cermat tentang makna lesbian. Kemudian pengkritik sastra lesbian akan menentukan apakah definisi ini dapat diterapkan pada diri penulis atau pada teks karyanya.
f. Kritik feminis ras atau etnik
Kritik feminis ini berusaha mendapatkan pengakuan bagi penulis etnik dan karyanya, baik dalam kajian wanita maupun dalam kanon sastra tradisional dan sastra feminis. Kritik ini beranjak dari diskriminasi ras yang dialami kaum wanita yang berkulit selain putih di Amerika (Saraswati, 2003: 156).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran