Friday, March 11, 2022

Esai Kemaritiman - Mengembalikan Kejayaan Maritim: Mengurai Dimensi Edukatif Kepada Pemuda di Daerah Pesisir

Mengembalikan Kejayaan Maritim: Mengurai Dimensi Edukatif 

Kepada Pemuda di Daerah Pesisir 

oleh: Nurhidayah 


Sumber gambar: https://geotimes.id/wp-content/uploads/2018/07/BFN_BBMC_Morowali-696x435.jpg


Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah laut yang sangat luas, sekitar 2/3  wilayah negara ini berupa lautan. Di samping itu, secara geografis Indonesia terletak di antara  dua benua, Asia dan Australia dan dua samudra, Hindia dan Pasifik. Dengan cakupan yang  demikian besar dan luas, tentu saja laut Indonesia mengandung keanekaragaman sumber daya  alam laut yang sangat potensial, baik hayati dan non-hayati. Demikian strategisnya laut, karena  itu laut adalah wilayah kedaulatan penting yang diincar, diperebutkan, dan dipertahankan oleh  banyak bangsa dan negara sejak dulu kala sampai saat ini.  

Laut ataupun kelautan tentunya kerap kali bertalian dengan istilah maritim. Dalam  Kamus Besar Bahasa Indonesia pun dijelaskan bahwa maritim berkenaan dengan laut;  berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut. Jauh sebelum masa kemerdekaan,  Indonesia ternyata sudah dikenal dunia sebagai Bangsa yang memiliki peradaban maritim  maju. Antara pulau satu dengan pulau lainnya dipisahkan oleh laut, tapi bukanlah menjadi  penghalang bagi setiap suku bangsa di Indonesia untuk saling berhubungan. Awal mulanya,  kegiatan hanya terbatas pada suatu wilayah teluk kecil atau selat sempit tempat masyarakat  lokal menyambung hidup sebagai nelayan, akan tetapi dengan berkembangnya teknologi  perkapalan dan pelayaran maka wilayah kegiatannya bisa meluas sampai ke perairan yang lebih  jauh. Pelayaran orang laut ini menunjukkan bahwa sejak dahulu kala sudah ada interaksi antara  berbagai sistem kelautan di Nusantara. Sejarah mencatat bangsa Indonesia telah berlayar jauh  dengan kapal bercadik. Dengan alat navigasi seadanya, nenek moyang kita menjadi pelaut pelaut handal yang menjelajahi untuk mengadakan kontak dan interaksi dengan pihak luar. Bahkan, yang lebih mengejutkan lagi, pelayaran yang dilakukan oleh orang-orang Indonesia  telah mampu berlayar ke utara, lalu ke barat memotong lautan Hindia hingga Madagaskar. 

Sejarah telah membuktikan bahwa nusantara atau Indonesia sangat disegani bangsa lain  karena bukan hanya kekayaan dunia bawah lautnya, tapi juga kekuatan maritimnya. Jauh  sebelum Indonesia merdeka, semangat maritim sudah menggelora, bahkan beberapa kerajaan  zaman dahulu mampu menguasai lautan dengan armada perang dan kapal dagang yang besar.  Namun semangat maritim tersebut menjadi luntur tatkala Indonesia mengalami penjajahan oleh  pemerintah kolonial Belanda. Pola hidup dan orientasi bangsa “dibelokkan” dari orientasi  maritim ke orientasi agraris. Namun, dengan semangat kemaritiman yang masih melekat erat dalam jiwa bahari orang nusantara serta mengalir darah bahari pada sejumlah orang Indonesia,  akhirnya Indonesia tetap mampu mempertahankan kekuatan maritimnya. Di zaman sekarang telah tergambar bahwa masyarakat pesisir dikenal hampir sama  dengan masyarakat kumuh. Peradaban elit dan perkotaan terletak di pusat daratan. Masyarakat  pesisir sebagian besar miskin dikelilingi oleh nelayan-nelayan tua dan para pemuda yang  enggan “terjun” ke lautan.

Dalam potret lain, pernahkah kita memperhatikan ketika anak-anak  disuruh melukis bebas atau mengikuti perlombaan melukis? Hampir semua hasil lukisannya  bertema daratan, seperti pemandangan gunung dan hamparan sawah yang indah. Secara  gamblang hal ini mengindikasikan bahwa anak-anak itu berjiwa terestris, bukan jiwa bahari. Hal itu bisa terjadi, karena dari generasi ke generasi selama penjajahan kolonial sudah  ditanamkan kepada kita bahwa laut itu sangat membahayakan jiwa, karena ombak dan  gelombangnya yang ganas, arus yang deras, airnya sangat dalam dan sangat luas dan tidak  terlihat tepinya, angin kencang dan badai menghadang pelayaran. Pada hal sesungguhnya  kondisi itu hanya terjadi pada waktu tertentu saja dan dapat dihindari berdasarkan fakta empiris  atau pengalaman masyarakat secara turun temurun.  

Melihat realita yang ada sekarang, maka sudah saatnya kejayaan maritim Indonesia  harus dikembalikan. Negara ini sudah ditakdirkan menjadi sebuah negara kepulauan terbesar  di dunia. Seharusnya bangsa ini dibangun dengan menggunakan strategi maritim. Jika potensi  maritim dioptimalkan, maka Negara Indonesia akan bangkit dari keterpurukan. Menurut  Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, salah satu masalah dasar pada  optimalisasi pemanfaatan sumber daya kelautan adalah masih rendahnya sumber daya manusia  di bidang kelautan dan perikanan. Pola pikir masyarakat tentang lautan seperti mimpi buruk.  Mindset yang mengatakan bahwa bekerja di sektor maritim tidak akan sesukses di sektor  daratan rupanya telah melekat kuat pada sebagian besar masyarakat Indonesia. Tentu ada yang  salah dengan pendidikan bahari di Indonesia. 

Semua hanya terletak pada sudut pandang rakyat Indonesia pada dunia kemaritiman  bangsa Indonesia. Kita harus membangkitkan semangat bahari bangsa Indonesia yang kini  mulai pudar. Memang tidak pada waktu singkat karena menumbuhkembangkan jati diri  tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Namun, hal itu pasti bisa. Memang semua  butuh waktu, tapi secara perlahan, kita pasti bisa membuktikan kembali slogan “Jalesveva  Jayamahe” yang artinya adalah “di lautan kita jaya.”  

Untuk mencapai impian kita bersama, yaitu menjadi negara maju yang sejahtera, semua  tidak lepas dari pendidikan. Kurikulum bangsa tentang pentingnya bahari Indonesia perlu  dibenahi. Secara kognitif para pemuda khususnya yang ada di pesisir memahami apa fungsi dan peranan laut bagi Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagos). Pemerintah juga  seharusnya menjadi regulator dan fasilitator yang baik dengan cara mengoptimalkan potensi  kelautan dan kemaritiman Indonesia. Pentingnya penguasaan ilmu dan teknologi kemaritiman  agar semakin banyak pemuda yang tertarik untuk berkiprah di bidang kelautan yang secara  simultan membangkitkan jiwa bahari mereka. 

Melalui pendidikan dapat juga dilakukan proses penyadaran kepada pemuda sehingga  terjadi perubahan mental dari tahap kognitif ke tahap psikomotorik. Artinya, proses pendidikan  tidak hanya meningkatkan pengetahuan generasi muda tentang potensi lautan raksasa yang  tertidur (kognitif), tetapi juga untuk mendorong mereka bertindak agar bisa membangunkan  lautan raksasa yang tertidur itu (psikomotorik). Oleh sebab itu, gagasan dan cita-cita bersama untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia merupakan momen yang tepat untuk  membangkitkan jiwa bahari generasi muda, sehingga pendekatan pendidikan maritim harus  dikembangkan di tanah air secara berkelanjutan agar tercipta generasi muda yang berjiwa  bahari. 


Daftar Pustaka: 

Dahuri, R. 2013, 13 Desember. “Momentum Mengembalikan Kejayaan Negara Maritim.”,  Koran Sindo 

Dewan Kelautan Indonesia. 2011. Satukan NKRI Dengan Mewujudkan Negara Maritim  Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur. Jakarta: Kementerian Kelautan dan  Perikanan. 

Lapian, Adrian B. 1992. Sejarah Indonesia, Sejarah Bahari. Disajikan pada Pengukuhan Guru  Besar Luar Biasa Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Depok, 4 Maret 1992. http://www.beritasatu.com/ekonomi/144599-mewujudkan-indonesia-sebagai-negara-maritim yang-maju.html