Saturday, May 27, 2017

KETERAMPILAN BERBAHASA DAN MEMBACA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
       Keterampilan berbahasa Indonesia mencakup: Keterampilan menyimak,   keterampilan berbicara, keterampilan menulis, dan keterampilan membaca. Penyajian materi ini dilatarbelakangi oleh suatu kenyataan bahwa keterampilan berbahasa sangat penting dalam kehidupan sehari-hari mari perhatikan kehidupan masyarakat. Anggota-anggota masyarakat saling berhubungan dengan cara berkomunikasi. Komunikasi dapat berupa komunikasi satu arah, dua arah, dan multi arah. Komunikasi satu arah terjadi ketika seseorang mengirim pesan kepada orang lain, sedangkan penerima pesan tidak menanggapi isi pesan tersebut. Misalnya, khotbah jumat dan berita di TV atau radio. Komunikasi dua arah terjadi ketika pemberi pesan dan penerima pesan saling menanggapi isi pesan. Komunikasi multi arah terjadi ketika pemberi pesan dan penerima pesan yang jumlahnya lebih dari dua orang saling menanggapi isi pesan (Abd. Gofur, 1: 2009).
     Dalam kegiatan komunikasi, pengirim pesan aktif mengirim pesan yang diformulasikan dalam lambang-lambang berupa bunyi atau tulisan. Proses ini disebut dengan encoding. Selanjutnya si penerima pesan aktif menerjemahkan lambang-lambang tersebut menjadi bermakna sehingga pesan tersebut dapat diterima secara utuh. Proses ini disebut dengan decoding.

B.     Rumusan Masalah
       Berdasarkan latar belakakang yang diuraikan di atas, maka muncullah suatu rumusan. Adapun rumusan masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana hubungan antara keterampilan membaca dengan keterampilan berbahasa yang lain?
2.      Bagaimana tujuan dan aspek-aspek membaca?
3.      Bagaimana mengembangkan keterampilan membaca serta tahap-tahao perkembangannya?







C.    Tujuan
       Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan di atas, maka muncullah tujuan yang akan dicapai dalam makalah ini. Adapun tujuan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.      Mendeskripsikan hubungan antara keterampilan membaca dengan keterampilan berbahasa yang lain.
2.      Mendeskripsikan tujuan dan aspek-aspek membaca.
3.      Mendeskripsikan mengembangkan keterampilan membaca serta tahap-tahap perkembangannya.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Keterampilan Berbahasa
       Keterampilan berbahasa (language arts, language skills) dalam kurikulum di sekolah biasanya mencakup empat segi, yaitu:
1.      Keterampilan menyimak/mendengarkan (listening skills).
2.      Keterampilan berbicara (speaking skills).
3.      Keterampilan membaca (reading skills).
4.      Keterampilan menulis (writing skills).
     Setiap keterampilan tersebut erat sekali berhubungan dengan tiga keterampilanLainnya dengan cara yang beranekarona. Dalam memperoleh keterampilan berbahasa, yaitu biasanya melalui suatu hubungan urutan yang teratur: mula-mula, pada masa kecil, kita belajar menyimak/mendengarkan bahasa, kemudian berbicara; setelah itu barulah kita belajar menulis dan membaca. Menyimak dan berbicara kita pelajari sebelum memasuki sekolah, sedangkan menulis dan membaca dipelajari di sekolah. Keempat keterampilan tersebut pada dasarnya merupakan satu kesatuan, merupakan caturtunggal (Dawson, (et al) 1963: 27).
       Berikut ini akan dibicarakan sepintas kilas hubungan antar keterampilan tersebut:
1.      Hubungan antara Berbicara dan Menyimak
a.       Ujaran (speech) biasanya dipelajari melalui menyimak dan meniru (imitasi). Oleh karena itu, contoh atau model yang disimak serta direkam oleh anak sangat penting dalam penguasaan kecakapan berbicara.
b.      Kata-kata yang akan dipakai serta dipelajari oleh anak biasanya ditentukan oleh perangsang (stimuli) yang mereka temui, (misalnya kehidupan desa >< kota) dan kata-kata yang paling banyak member bantuan atau pelayanan dalam menyampaikan ide-ide mereka.
c.       Ujaran anak mencerminkan pemakaian bahasa di rumah dan dalam masyarakat tempatnya hidup, misalnya; ucapan, intonasi, kosa kata, penggunaan kata-kata, dan pola-pola kalimat.
d.      Berbicara dengan bantuan alat-alat peraga (visual aids) akan menghasilkan penangkapan informasi yang lebih baik pada pihak penyimak. Umumnya, anak mempergunakan bahasa yang didengarnya. (Dawson (et al) 1963: 29).
e.       Meningkatkan keterampilan menyimak berarti membantu meningkatkan kualitas berbicara seseorang.
f.       Bunyi atau suara merupakan suatu faktor penting dalam peningkatan cara pemakaian kata-kata anak. Oleh karena itu anak akan tertolong kalau mereka mendengarkan/menyimak ujaran-ujaran yang baik daripara guru, rekaman-rekaman yang bermutu, dan cerita-cerita yang bernilai tinggi.
g.      Berbicara dengan bantuan alat-alat peraga (visual aids) akan menghasilkan penangkapan informasi yang lebih baik pada pihak penyimak. Umumnya, anak mempergunakan bahasa yang didengarnya. (Dawson (et al) 1963: 29).
2.      Hubungan antara Menyimak dan Membaca
a.       Pengajaran serta petunjuk-petunjuk dalam membaca diberikan oleh guru melalui bahasa lisan, dan kemampuan anak untuk menyimak dengan pemahaman penting sekali.
b.      Menyimak merupakan cara atau mode utama bagi pelajaran lisan (verbalized learning). Selama tahun-tahun permulaan di sekolah. Misalnya, anak yang cacat dalam membaca haruslah pelajarannya di kelas yang lebih tinggi dengan lebih banyak melalui menyimak daripada melalui membaca.
c.       Walaupun menyimak pemahaman (listening comprehension) lebih unggul dari pada membaca pemahaman (reading comprehension), anak-anak sering gagal untuk memahaminya dan tetap menyimpan/ memakai/ menguasai sejumlah fakta yang mereka dengar.
d.      Oleh karena itu, para pelajar membutuhkan bimbingan dalam belajar menyimak lebih efektif dan lebih terartur lagi agar hasil pengajaran itu baik. Kosa kata atau perbendaharaan kata menyimak yang sangat terbatas mempunyai kaitan dengan kesukaran-kesukaran dalam belajar membaca secara baik.
e.       Bagi para pelajar yang lebih besar atau tinggik elasnya, korelasi antara kosa kata baca dan kosa kata simak (reading covabulary dan listening vocabulary) sangat tinggi, mungkin 80% atau lebih.
f.       Pembeda-bedaan atau diskriminasi pendengaran yang jelek acap kali dihubungkan dengan membaca yang tidak efektif dan mungkin merupakan suatu factor pendukung atau factor tambahan dalam ketidakmampuan dalam membaca (poor reading).
g.      Menyimak turut membantu anak untuk menangkap ide utama yang diajukan oleh pembicara; bagi pelajar yang lebih tinggi kelasnya, membaca lebih unggul daripada menyimak sesuatu yang mendadak dan pemahaman informasi yang terperinci.
h.      Kedua keterampilan tersebut merupakan proses saling mengisi membaca hendaklah disertai dengan diskusi (sebelum, selama, dan sesudah membaca) kalau kita ingin meningkatkan serta memperkaya kosa kata, pemahaman umum, serta pemilikan ide-ide para pelajar yang kita asuh. (Dawson (et al) 1963: 29-30).
3.      Hubungan antara Berbicara dan Membaca
     Sejumlah proyek penelitian telah memperlihatkan adanya hubungan yang erat diantara perkembangan kecakapan bahwa kemampuan umum bahasa lisan turut melengkapi suatu latar belakang pengalaman yang menguntungkan serta keterampilan bagi pengajaran membaca.
     Hubungan- hubungan antara bidang lisan dan membaca telat dapat diketahui dalam beberapa penelitian antara lain:
a.       Performansi atau penampilan membaca berbeda sekali dengan kecakapan bahasa lisan.
b.      Pola-pola pelajaran ujaran orang yang tuna aksara atau buta huruf mungkin mengganggu pelajaran membaca pada anak-anak.
c.       Kalau pada tahun-tahun permulaan sekolah ujaran membentuk suatu pelajaran bagi pelajaran membaca, membaca bagi anak-anak kelas yang lebih tinggi turut membantu meningkatkan bahasa lisan mereka.
d.      Kosa kata khususnya mengenai bahan bacaan haruslah diajarkan secara langsung.
4.      Hubungan antara Ekpresi Lisan dan Ekspresi Tulis
     Adalah wajar bila komunikasi lisan dan komunikasi tulis erat sekali berhubungan karena keduanya mempunyai banyak persamaan, antara lain:
a.       Seorang anak belajar berbicara jauh sebelum dia dapat menulis dan kosa kata, pola-pola kalimat, serta organisasi ide-ide yang member cirri kepada ujarannya merupakan dasar ekspresi tulis berikutnya.
b.      Seorang anak yang telah dapat menulis dengan lancar biasanya dapat pula menuliskan pengalaman-pengalaman pertamanya serta tepat tanpa diskusi lisan pendahuluan, tetapi diam sih perlu membicarakan ide-ide yang rumit yang dia peroleh dari tangan kedua.
c.       Perbedaan-perbedaan pun terdapat pula antara komunikasi lisan dan komunikasi tuis. Ekpresi lisan cenderung ke arah kurang berstruktur, lebih sering berubah-ubah, tidak tetap tetapi biasanya lebih kacau serta membingungkan daripada komunikasi tulis. Pengalaman telah menunjukkan bahwa meningkatkan ekspresi lisan para individu berarti turut pula meningkatkan daya pikir meraka. Membasmi kebiasaan-kebiasaan yang ceroboh, tidak teratur dalam ujaran, kalimat-kalimat yang tidak menentu ujung pangkalnya serta berulang-ulang, pikiran-pikiran yang tidak sempurna dan tidak konsekuen dalam ekpresi lisan memang sangat perlu dan selalu harus dilakukan, agar kita dapat membimbing para individu kearah kebiasaan berpikir yang tepat dan logis. Sebaliknya komunikasi tulis cenderung lebih unggul, baik dalam isi pikiran maupun struktur kalimat, lebih formal dalam gaya bahasa dan jauh lebih teratur dalam pengertian ide-ide. Penulis biasanya telah memikirkan dalam-dalam setiap kalimat sebelum dia menulis naskahnya.
d.      Membuat catatan serta membuat bagan atau rangka ide-ide yang akan disampaikan pada suatu pembicaraan akan menolongmu untuk mengutarakan ide-ide tersebut kepada para pendengar. Biasanya, bagan atau rangka yang dipakai sebagai pedoman dalam berbicara sudahlah cukup memadai, kecuali dalam kasus laporan formal dan terperinci yang memerlukan penulisan naskah yang lengkap sebelumnya.
     Guru harus melihat bahwa pengajaran menyimak, berbicara, dan menulis itu haruslah saling berhubungan serta berkaitan erat dengan keterampilan berbahasa yang keempat, yaitu membaca. Menyimak dan membaca erat berhubungan karena keduanya merupakan alat untuk menerima komunikasi. Berbicara dan menulis erat berhubungan dalam hal bahwa keduanya merupakan cara mengekspresikan makna atau arti. Dalam penggunaannya, keempat keterampilan tersebut sering berhubungan satu sama lain. Dalam percakapan, jelas terlihat bahwa berbicara dan menyimak hampir-hampir merupakan proses yang sama. (Anderson 1972: 3).

B.     Membaca
1.      Pengertian Membaca
     Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/ bahasa tulis. Dari segi lingustik, membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sendi (a recording and decoding process), berlainan dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian (encoding).
     Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan atau cetakan menjadi bunyi yang bermakna. (Anderson 1972: 209-210). Menyimak dan membaca berhubungan erat karena keduanya merupakan alat untuk menerima komunikasi. Berbicara dan menulis berhubungan erat karena keduanya merupakan alat untuk mengutarakan makna, mengemukakan pendapat, mengekspresikan pesan. (Anderson 1972: 3).
     Di samping pengertian atau batasan yang telah di utarakan di atas membaca pun dapat pula di artikan sebagai suatu metode yang kita pergunakan untuk berkomunikasi dengan diri kita sendiri, dan kadang kadang dengan orang lain yaitu mengomunikasikan makna yang terkandung atau tersirat pada lambing-lambang tertulis.
     Membaca dapat pula dianggap sebagai suatu proses untuk memahami yang tersirat dalam yang tersurat, melihat pikiran yang terkandung di dalam kata kata yang tertulis. Tingkatan hubungan antara makna yang hendak di kemukakan oleh penulis dan penafsiran atau interpretasi pembaca turut menentukan ketepatan membaca. Makna bacaan tidak terletak pada halaman tertulis, tetapi berada pada pikiran pembaca. Secara singkat dapat di katakana bahwa reading adalah bringing meaning to and getting meaning from printer or written material, memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung di bahan yang tertulis (Finochiaro and Bonomo 1973 : 119 ).
2.      Tujuan Membaca
     Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Beberapa jenis tujuan membaca:
a.       Reding for details or faete (membaca untuk memperpendek perincian atau fakta).
b.      Reading main ideas (membaca untuk memperoleh ide utama).
c.       Reading for sequence or organization (membaca untuk mengetahui urutan atau susunan organisasi cerita.
d.      Reading for inference (membaca untuk menyimpulkan inferensi).
e.       Reading to classify (membaca untuk mengklasifikasikan).
f.       Reading to evaluate (membaca menilai, membaca mengevakuasi).
g.      Reading to compare or contrast (membaca untuk memperbandingkan atau mempertentangkan)
3.      Membaca Sebagai Suatu Keterampilan
     Keterampilan membaca mencakup tiga komponen yaitu:
a.       Pengenalan terhadap aksara dan tanda tanda baca.
b.      Korelasi aksara beserta tanda–tanda baca dengan unsur–unsur linguistik yang formal.
c.       Hubungan lebih lanjut dari A dan B dengan makna atau meaning (Broghton (et al) 1978: 90).
4.      Aspek-Aspek Membaca
     Sebagai garis besarnya, terdapat dua aspek penting dalam membaca, yaitu:
a.       Keterampilan yang bersifat mekanis yang dapat dianggap berada pada urutan yang lebih rendah.  Aspek ini mencakup:
1)      Mengenal bentuk huruf.
2)      Mengenal unsur–unsur linguistik (fonem/grafem, kata, frase, pola klausa, kalimat dan lain-lain).
3)      Pengenalan hubungan/korespondensi pola ejaan dan bunyi (kemampuan menyuarakan bahasa tertulis atau “to bark at print”).
4)      Kecepatan membaca ketaraf lambat.
b.      Keterampilan yang bersifat pemahaman yang dapat dianggap berada pada urutan yang lebih tinggi. Aspek ini mencakup:
1)      Memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal, retorikal).
2)      Memahami signifikansi atau makna (a.1 maksud dan tujuan pengarang, relefansi/keadaann kebudayaan, dan reaksi pembaca).
3)      Evaluasi atau penilaian (isi, bentuk).
4)      Kecepatan membaca yang fleksibel, yang mudah disesuaikan dengan keadaan.
     Untuk mencapai tujuan yang terkandung dalam keterampilan mekanis tersebut, aktivitas yang paling sesuai adalah membaca nyaring, membaca bersuara. Untuk keterampilan pemahaman yang paling tepat adalah dengan membaca dalam hati.
5.      Mengembangkan keterampilan membaca
     Usaha yang dapat dilaksanakan untuk meningkatkan keterampilan membaca itu antara lain:
a.       Guru dapat menolong para pelajar memperkaya kosakata mereka dengan jalan:
1)      Memperkenalkan sinonim kata, antonym kata, paraphrase, kata-kata yang berdasarkan sama.
2)      Memperkenalkan imbuhan yang mencakup awalan, sisipan, dan akhiran.
3)      Mengira-ngira atau mereka makna kata dari konteks atau hubungan kalimat.
b.      Guru dapat membantu para pelajar untuk memahami makna struktur-struktur kata dan kalimat.
c.       Guru dapat memberikan serta menjelaskan kawasan atau pengertian kiasan, sindiran, ungkapan, pepatah, pribahasa, dan lain-lain.
d.      Guru dapat menjamin serta memastikan pemahaman para pelajar dengan berbagai cara.
e.       Guru dapat meningkatkan kecepatan membaca para pelajar.
6.      Tahap-tahap perkembangan membaca
a.       Tahap I
     Para pelajar disuruh membaca bahan yang telah mereka pelajari, mengucapkannya dengan baik atau bahan yang mungkin telah mereka ingat. Dalam tahap ini para pelajar haruslah dibimbing umtuk mengembangkat atau meningkatkan response-responsi visual yang otomatis terhadap gambaran-gambaran huruf yang akan mereka lihat pada halaman cetakan. Mereka haruslah disadarkan benar-benar serta memahami bahwa kata-kata tertulis itu mewakili atau menggambarkan bunyi-bunyi.
b.      Tahap II
     Guru atau kelompok guru bahasa asing pada sekolah yang bersangkutan menyusun kata-kata serta struktur-struktur yang telah diketahui tersebut menjadi bahan dialog atau paragraf yang beraneka ragam, para pelajar dibimbing serta dibantu dalam membaca bahan yang baru disusun yang mengandung unsur-unsur yang sudah biasa bagi mereka.
c.       Tahap III
     Suatu komite guru-guru dapat menulis atau menyediakan bahan yang dimaksud, atau menyusun teks-teks dengan kosakata dan struktur yang bertarap rendah tetapi berdaya tarik yang bertarap tinggi selaras dengan usia para pelajar. Beberapa perobaan informal.
d.      Tahap IV
     Beberapa spesialis dalam bidang membaca menganjurkan penggunaan teks-teks sastra yang telah disederhanakan sebagai bahan bacaan pada tahap ini.
e.       Tahap V
     Bahan bacaan tidak dibatasi seluruh dunia buku terbuka bagi para pelajar.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
       Berdasarkan makalah yang telah kami susun, kami dapat mengambil beberapa kesimpulan, diantaranya:
1.      Membaca merupakan suatu alat komunikasi yang sangat diperlukan dalam suatu masyarakat berbudaya.
2.      Bahan bacaan yang dihasilkan dalam setiap kurun waktu, dalam sejarah sebagian besar dipengaruhi oleh latar belakang social tempatnya berkembang.
3.      Sepanjang masa sejarah yang terekam, membaca teleh membuahkan dua kutub yang amat berbeda.
4.      Disatu pihak, membaca merupakan suatu suatu daya pemersatunyang ampuh, yang cenderung mempersatukan kelompok-kelompok social dengan memberikan pengalaman-pengalaman umum yang seolah-olah dialami sendiri dan dengan dengan menanamkan sikap-sikap, ide-ide, minat-minat, dan aspirasi-aspirasi umum.
5.      Dipihak lain membaca itu telah bertindak sebagai suatu daya pemecah belah yang cenderung mempertajam perbedaan-perbedaan antar kelompok social dengan jalan merangsang serta mempertebal perbedaan pendapat-pendapat mereka. Karena itulah, salah satu masalah yang kita hadapi kini adalah menentukan cara-cara agar membaca itu dapat dengan baik, mempromosikan kesejahteraan pribadi dan kemajuan kelompok.
B.     Saran
       Demikianlah makalah yang yang kami susun karena makalah ini jauh sekali dari kata sempurna. Oleh daripada itu kami memohon kritik yang sifatnya membangun dari berbagai pihak. Semoga makalah ini bisa menjadi bahan acuan pembelajaran pada mata kuliah yang bersangkutan.


DAFTAR PUSTAKA

Tarigan, Hanry Guntur. 2015. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.  
Edisi Revisi. Bandung. Angkasa.