BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Puisi
merupakan salah satu karya sastra sebagai pembangun, pembentuk, atau pembuat,
karena memang pada dasarnya menulis sebuah puisi berarti membangun, membuat,
atau membentuk sebuah dunia baru secara lahir maupun batin (Tjahjono, tanpa
tahun). Korespondensi dan periodesitas merupakan bentuk formal sebuah puisi.
Bahkan puisi Pujangga Baru masih ada yang terikat pada korespondensi dan
periodesitas. Puisi baru (modern) menyimpangi pengertian puisi menurut
pandangan lama. Puisi baru tidak terikat oleh bentuk-bentuk formal,
korespondensi, dan periodesitas itu. Cetusan ide yang berasal dari peristiwa
atau keadaan itu dikemas oleh seorang penyair kedalam bahasa yang padat dan
indah. Pembaca atau penikmatnya lalu merasakannya sebagai sebuah karya tulis
yang mengandung keindahan dan pesan. Puisi dapat dinikmati melalui membaca atau
mendengarkannya. Dalam bagian ini kalian berlatih mendengarkan pembaca puisi,
kemudian mengungkapkan tema dan pesan yang dikandungnya.
Puisi
akan menarik apabila sebuah puisi tersebut ditulis berdasarkan konsep atau
peristiwa yang dialami oleh penulis atau orang yang ada di sepenyair penulis
(di masyarakat). Sebuah puisi akan tertulis berdasarkan pengalaman yang tak
terlupakan dalam hidupnya. Puisi merangsang kepekaan terhadap keindahan dan
rasa kemanusiaan. Karya seni, termasuk puisi berupaya mengembalikan nilai-nilai
kemanusiaan yang terkikis teknologi dan menyadarkan kembali manusia pada
kedudukannya sebagai subjek dalam kehidupan ini. Puisi berusaha mengembalikan
stabilitas, keselarasan, dan keutuhan dalam diri manusia. Puisi terbagi atas
tiga, yaitu puisi lama, puisi baru, dan puisi kontemporer. Agar dapat
membedakan ketiga puisi tersebut, kita perlu mengetahui karakteristiknya.
Adapun karakteristik puisi lebih lanjut akan dibahas dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang penulisan di atas, adapun rumusan masalah penulisan makalah ini
yaitu:
1. Bagaimana
karakteristik puisi lama?
2. Bagaimana
karakteristik puisi baru?
3. Bagaimana
karakteristik puisi kontemporer?
C. Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai pada penulisan makalah
ini yaitu:
1.
Memahami karakteristik puisi lama.
2.
Memahami karakteristik puisi baru.
3.
Memahami karakteristik puisi
kontemporer.
BAB
II
PEMBAHASAN
Ada banyak definisi puisi yang diberikan para ahli, dan hal
tersebut sangat berterima. Namun secara umum puisi diartikan sebagai salah satu
bentuk karya sastra yang berbeda dengan bentuk karya sastra yang lain yang
berupa prosa. Secara lebih rinci, sebuah puisi memiliki karakteristik sebagai
berikut.
a. Menggunakan
bahasa yang singkat dan padat yang dituankan dalam bentuk bait-bait.
b. Bersifat
konotatif dan imajinatif
c. Memanfaatkan
perlambangan (majas).
d. Memberikan
banyak penafsiran (ambiguitas)
A.
Karakteristik
Puisi Lama
Puisi Lama
(sering disebut juga puisi Melayu Lama) adalah puisi yang memancarkan kehidupan
masyarakat lama, adat istiadat, dan kebiasaan masyarakat lama (Alisjahbana,1954:
4).
Untuk
mengenal lebih jauh tentang karakteristik puisi lama, berikut dijelaskan
tentang pembentuk karakteristik puisi lama secara umum.
1.Anomim
Puisi-puisi lama tidak seperti puisi modern yang banyak diketahui siapa pengarangnya dan bahkan diketahui latar belakang pengarang puisi tersebut. Contohnya, puisi “Aku” dikenal sebagai karya Chairil Anwar. Orang pun kemudian seringkali menghubungkan latar belakang Chairil Anwar dengan karya-karya nya karena merepresentasikan apa yang terjadi dengan pengalaman hidupnya.
Puisi-puisi lama tidak seperti puisi modern yang banyak diketahui siapa pengarangnya dan bahkan diketahui latar belakang pengarang puisi tersebut. Contohnya, puisi “Aku” dikenal sebagai karya Chairil Anwar. Orang pun kemudian seringkali menghubungkan latar belakang Chairil Anwar dengan karya-karya nya karena merepresentasikan apa yang terjadi dengan pengalaman hidupnya.
Puisi-puisi lama
umumnya justru ada tanpa nama pengarangnya. Hal ini didasari karena pada masa
itu, para pengarang tidak perlu harus dikenal. Meskipun beberapa puisi lama
dikenal nama pengarangnya, yang terpenting pada masa itu karya dan bukan
pengarangnya. Karena tanpa nama pengarang atau anomim, puisi-puisi lama umumnya
diakui sebagai milik bersama.
2. Dari mulut ke mulut
Puisi lama umumnya
bersifat lisan. Ada juga memang yang ditulis dalam bentuk naskah pada daun
lontar. Hanya saja, yang tertulis atau dalam bentuk naskah biasanya juga
berasal dari mulut ke mulut. Artinya, puisi disampaikan dengan cara diucapkan
langsung kepada pendengar dan kemudian diteruskan ke yang lainnya secara
turun-temuran. Berbeda dengan puisi baru yang penyampaiannya ditulis lewat
media cetak.
3. Gaya bahasa
Puisi lama memiliki
bentuk yang mudah dikenali dari segi penggunaan bahasa. Umumnya, gaya bahasa
yang digunakan adalah gaya bahasa yang cenderung penuh metafora. Gaya bahasanya
pun cenderung esoferik atau gaya bahasa khusus antara pembicara dan lawan
bicara.
4.
Aturan
Ada beberapa aturan umum dalam puisi lama.
Ada beberapa aturan umum dalam puisi lama.
·
Rima dan Irama. Rima adalah pola persajakan,
yakni pola bunyi kata-kata yang ada di setiap baris. Sementara irama mengatur
tinggi rendah, panjang pendeknya , ataupun keras lembut ucapan bunyi. Beberapa
jenis puisi lama sangat memperhatikan masalah rima dan irama ini karena
berkaitan dengan isi dari puisi lama tersebut.
·
Jumlah kata, bait, dan baris. Kebanyakan puisi
lama memperhatikan masalah jumlah kata. Misalnya dalam satu baris jumlah kata
harus ada 6 atau 8 kata. Ada juga jenis puisi yang mengatur masalah jumlah
baris dalam satu bait. Ada juga puisi lama yang dalam satu bait terdapat empat
baris ada juga yang lebih dari empat baris. Tapi biasanya ditentukan jumlah
barisnya.
B.
Karakteristik
Puisi Baru
Puisi
baru adalah suatu jenis puisi modern yang sudah tidak terikat lagi oleh
aturan-aturan atau dibuat secara bebas oleh sang pengarang, dan puisi ini ada
atau lahir setelah puisi lama. (Puisi yang bebas baik dari segi suku kata,
baris, atau rimanya).
Puisi-puisi pada
periode Pujangga Baru dikenal sebagai puisi baru. Ciri-cirinya antara lain:
a)
para penyairnya sudah tidak lagi menulis
puisi dalam bentuk pantun, syair, atau gurindam;
b)
jenis puisinya mengikuti bentuk baru
seperti distichon (2 larik), tersina (3 larik), quartrain (4 larik), quint (5
larik), sextet (6 larik), septima (7 larik), oktaf (8 larik), dan soneta (14
larik);
c)
lariknya simetris, penuh rima dan irama;
d)
pilihan katanya diwarnai dengan
kata-kata yang indah-indah;
e)
bahasa kiasan yang banyak dimanfaatkan
adalah perbandingan.
f) tidak terikat pada sebuah aturan. (Baik
dari segi baris, suku kata dan rimanya semuanya bebas).
g)
tiap
barisnya terdiri atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis).
C. Karakteristik Puisi Kontemporer
Karya
sastra kontemporer berkembang dalam bentuk prosa, draa, dan puisi. Karya sastra
kontemporer adalah karya sastra yang inkonvesional atau menyimpang dari pola
karya sastra pada umumnya. Puisi kontemporer berarti puisi yang dibuat dan
diterbitkan pada awal tahun tujuh puluhan hingga sekarang. Bentuk puisi
kontemporer menyimpang dari puisi-puisi pada umumnya dan tentunya cara memahami
maknanya pun berbeda.
Puisi
kontemporer mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Tipografi
2. Penulisan
kata, baris, dan bait menyimpang dari penulisan puisi pada umunya.
3. Terjadi
kemacetan bunyi, bahkan hampir tidak dapat dibaca karena kadang-kadang hanya
berupa beberapa tanda baca yang disejajarkan.
4. Menggunakan
idiom-idiom yang inkonvesional.
5. Memerhatikan
kemerduan bunyi.
6. Banyak
pengulangan kata, frasa, atau kelompok kata.
7. Kadang-kadang
mencampuradukkan kata atau kalimat bahasa Indonesia dengan kata atau kalimat
bahasa asing atau bahasa daerah.
8. Bertumpu pada simbol-simbol nonkata
9. Menampilkan kata sedikit mungkin
10. Bebas memasukkan unsur bahasa asing
atau daerah
11. Memakai kata-kata supra/irasional,
kata-kata yang dijungkirbalikkan
12. Berpijak pada bahasa inkonvensional
13. Pada umunya bertema kritikan
14. Maknanya
sangat sulit ditangkap
15. Sering
sekali mempermainkan kata didalamnya
D.
Analisis
Puisi Lama, Puisi Baru, dan Puisi Kontemporer
·
Syair (puisi lama)
Berhentilah kisah raja Hindustan.
Tersebutlah pula suatu perkataan.
Abdul Hamid Syah paduka Sultan
Duduklah paduka bermuka-mukaan
Abdul Muluk putera baginda.
Berserahlah sudah bangsawan muda.
Cantik menjelis usulnya Syahada.
Tiga belas tahun umurnya ada.
Parasnya elok amat sempurna.
Patah menjelis bijak laksana.
Memberi hati bimbang gulana.
Kasih padanya mulia dan hina
Akan Rahmah puteri bangsawan.
Parasnya elok sukar dilawan.
Sedap manis barang kelakuan.
·
Septima (puisi baru)
Indonesia
Tumpah Darahku
Duduk di pantai tanah yang permai
(bahasa sastra Eropa)
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulau di lautan hijau
Gunung-gemunung bagus rupanya
Ditimpah air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya
·
Kontemporer
TRAGEDI WINKA & SIHKA
kawin
kawin
kawin
kawin
kawin
ka
win
ka
win
ka
win
ka
win
ka
winka
winka
sihka
sihka
sihka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
sih
sih
sih
sih
sih
ka
Ku
Perbedaan Puisi Lama dengan Puisi
Baru
- Puisi Lama pada umumnya tidak dikenal nama pengarangnya sedangkan Puisi Baru sudah dapat diketahui.
- Puisi Lama disampaikan secara lisan dari mulut kemulut dan Puisi Baru disampaikan secara lisan maupun tulisan
- Bentuk Puisi Lama masih terikat dengan syarat-syarat yang mutlak dan tradisional. Sedangkan Puisi Baru sudah tidak terikat lagi dengan syarat-syarat tersebut.
- Puisi Lama biasanya berisi nasihat-nasihat sedangkan Puisi Lama berisi curahan hati si pengarang.
Persamaan Puisi Lama dengan Puisi
Baru.
- Sama-sama menggunakan kata-kata yang berkonotasi
- Keduanya sama-sama menggunakan Majas
- Mengandung makna yang bersifat imajinatif
- Memiliki pemadatan bahasa
- Menggunakan Irama
Analisis
puisi kontemporer.
Kata
kawin, kasih, winka, sihka, ka – win, dan ka – sih adalah tanda-tanda bermakna.
Logika tanda itu sebagai berikut: bila kata itu utuh, sempurna seperti aslinya,
maka arti dan maknanya sempurna. Bila kata-kata dibalik, maka maknanya-pun
terbalik, berlawanan dengan arti kata aslinya. Dalam kata “kawin” terkandung
konotasi kebahagiaan, sedangkan “winka” itu mengandung makna kesengsaraan.
“Kawin” adalah persatuan, sebaliknya “winka” adalah perceraian. “Kasih” itu
berarti cinta, sedangkan “sihka” kebencian. Bila “kawin” dan “kasih” menjadi “winka”
dan “sihka” itu adalah tragedi kehidupan. Targedi mulai terjadi ketika “kawin”
dan “kasih” tidak bisa dipertahankan dan terpecah menjadi sih – sih, kata tak
bermakna, yang menunjukkan hidup menjadi sia-sia belaka.
Sedangkan
penulisan puisi tragedi winka sihka yang disusun secara zig zag ini membuat
bentuk puisi ini berbeda dengan yang lain. Justru bentuk yang berbeda dengan
yang lain ini yang membawa nilai estetik tersendiri, karena penyair mempunyai
makna tersendiri dengan susunan bentuk yang ia ciptakan, yakni sebuah tanda
yang merupakan suatu lambang keliku-likuan suatu perjalanan yang penuh dengan
bahaya. Dengan kata lain, bentuk larik dan kata dalam puisi tersebut membentuk
makna yang tersembunyi. Hanya penyairlah yang tahu maksudnya. Sebagai pembaca,
kita dapat memaknai kata-kata yang tertulis dalam larik-larik puisi itu.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Puisi-puisi
lama tidak seperti puisi modern yang banyak diketahui siapa pengarangnya dan
bahkan diketahui latar belakang pengarang puisi tersebut. Puisi-puisi lama
umumnya justru ada tanpa nama pengarangnya. Hal ini didasari karena pada masa
itu, para pengarang tidak perlu harus dikenal. Meskipun beberapa puisi lama
dikenal nama pengarangnya, yang terpenting pada masa itu karya dan bukan
pengarangnya. Puisi lama umumnya bersifat lisan. Ada juga memang yang ditulis
dalam bentuk naskah pada daun lontar. Hanya saja, yang tertulis atau dalam
bentuk naskah biasanya juga berasal dari mulut ke mulut. Puisi lama memiliki
bentuk yang mudah dikenali dari segi penggunaan bahasa.
Puisi baru adalah suatu jenis puisi
modern yang sudah tidak terikat lagi oleh aturan-aturan atau dibuat secara
bebas oleh sang pengarang, dan puisi ini ada atau lahir setelah puisi lama. Para
penyairnya sudah tidak lagi menulis puisi dalam bentuk pantun, syair, atau
gurindam. Pilihan katanya diwarnai dengan kata-kata yang indah-indah, bahasa
kiasan yang banyak dimanfaatkan adalah perbandingan. Karya sastra kontemporer
berkembang dalam bentuk prosa, draa, dan puisi. Karya sastra kontemporer adalah
karya sastra yang inkonvesional atau menyimpang dari pola karya sastra pada
umumnya.
B. Saran
Sebuah
materi yang esensial diperlukan pemahaman khusus, jadi diharapkan keseriusannya
dalam materi ini dan rajin melatih diri untuk mempelajarinya agar dapat
memahaminya. Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas
dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan tentunya dapat
dipertanggungjawabkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Mustika,
Ika dan Abdul Azis. 2014. Apresiasi dan
Kajian Puisi: Suatu Pengantar. Bandung: STKIP Siliwangi Bandung.