BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Bahasa Bugis merupakan bahasa penghubung dan merupakan salah
satu pendukung kebudayaan daerah yang memiliki sejarah dan tradisi yang cukup
tua. Oleh karena itu, bahasa Bugis merupakan alat komunikasi yang tidak kurang
pentingnya di daerah Sulawesi Selatan. Setiap bahasa memiliki sistem
pembentukan kata tersendiri sebagai mana diuraikan di atas yang kemung-kinan
besar berbeda antara satu bahasa dengan bahasa lainnya. Demikian juga halnya
dengan bahasa Bugis. Menurut Mokhtar (2000:220), dalam hal pem-bentukan kata
bahasa Bugis mengenal proses afiksasi, reduplikasi dan pema-jemukan.
Pembentukan kata tersebut lazim disebut proses morfologis atau proses morfemis.
Proses
morfologi yang menjadi fokus dalam makalah ini adalah pembentukan kata melalui
afiksasi. Afiksasi adalah proses pembubuhan apiks pada suatu satuan, baik
satuan itu berbentuk tunggal maupun berbentuk kompleks untuk membentuk kata.
Proses pembubuhan afik ialah pembubuhan afik pada sesuatu satuan baik itu
berupa bentuk tunggal maupun berbentuk kompleks, untuk membentuk kata. Satuan
yang dilekati afiks atau yang menjadi dasar pembentuk bagi satua yang lebih
besar itu di sini disebut bentuk dasar.dalam pembubuhan afik,bentuk dsar
merupakan salah satu dari unsur yang bukan afiks.
B. RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan
latar belakang di atas, adapun rumusan masalah yaitu sebagai berikut:
1. Apa
sajakah jenis afiks dalam bahasa Bugis?
2. Bagaimanakah
fungsi afiks dalam bahasa Bugis?
3. Bagaimanakah
makna/arti afiks dalam bahasa Bugis?
C. TUJUAN
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, adapun tujuan penulisan yaitu sebagai berikut:
1. Menjelaskan
jenis afiks dalam bahasa Bugis.
2. Menjelaskan
fungsi afiks dalam bahasa Bugis.
3. Menjelaskan
makna/arti afiks dalam bahasa Bugis.
BAB
II
PEMBAHASAN
Afiksasi atau pengimbuhan merupakan salah satu proses
morfologis, yaitu proses penggabungan kata dasar dengan afiks atau imbuhan. Menurut Abdul Chaer afiksasi adalah
proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam proses ini
terlibat unsur-unsur (1) dasar atau bentuk dasar, (2) afiks, dan (3) makna
gramatikal yang dihasilkan. Dalam bahasa Bugis terdapat tiga
macam afiks, yaitu:
1. Prefiks
atau awalan, yaitu imbuhan yang dilekatkan pada posisi awal kata dasar
2. Sufiks
atau akhiran, yaitu imbuhan yang dilekatkan pada posisi akhir kata dasar
3. Infiks
atau sisipan, yaitu imbuhan yang dilekatkan atau diselipkan pada posisi tengah
kata dasar
Di
samping jenis afiks tersebut di atas, masih terdapat lagi dua macam afiks,
yaitu:
1. Prefiks
rangkap
2. Konfiks
dan afiks apit
Jenis-jenis
afiks tersebut di atas, adalah sebagai berikut.
A.
PREFIKS
Dalam
bahasa Bugis terdapat prefiks sebagai berikut:
a. Prefiks
tunggal
ma- si- te-
a-
ke-
ba-
pa-
ka- ri- (i-, di-)
po-
maka-
ta-
paka-
b. Prefiks
rangkap
mappa-
dan
appa- pasi-
pappa-
pappaka-
maqdi-
dan
mari- pari-
ipa-,
dipa-, dan ripa- mappaka-
1. Sufiks
-i
-eng
atau
-ang
2. Infiks
-ar-
-al-
-am-
3. Konfiks
dan gabungan imbuhan (Afiks apit)
a. Konfiks
ma-….-eng ka-….-eng
a-….-eng assi-….-eng
pa-….-eng pa-…..-i
b. Gabungan
imbuhan (Afiks apit)
ri-….-eng
ri-….-i
si-….-eng
Selanjutnya, afiks tersebut dibahas
satu-persatu mengenai bentuk, fungsi, dan artinya masing-masing.
A. Prefiks
1. Prefiks
ma-
a. Bentuk
prefiks ma-
Prefiks
ini mengalami perubahan bentuk menurut fonem awal kata yang dilekatinya.
1. Apabila
prefiks ma- melekat pada bentuk dasar
atau kata dasar yang berbunyi atau berfonem awal vokal /a, i, u, ѐ, o, e/, maka
prefiks tersebut beralomorf sebagai berikut.
a. Prefiks
ma- beralomorf maN- atau maG- apabila
melekat pada kata dasar yang berfonem awal fonem /a, i, u, ѐ, o, e/. Huruf
kapital N pada maN- dan huruf kapital
G pada maG-, masing-masing merupakan
simbol fonem nazal dan simbol fonem geminasi (penebalan). Geminasi yang muncul
sesuai dengan fonem awal kata dasar. Simbol atau pelambangan ini berlaku untuk
uraian selanjutnya.
b. Prefiks
ma- mengalami persandian bila
dilekatkan pada kata dasar yang berfonem awal vokal /a, i, u, ѐ, o, e/.
c. Prefiks
ma- beralomorf mar- bila kata dasarnya berfonem awal vokal /a, i, u, ѐ, o, e/.
2. Apabila
prefiks ma- melekat pada kata dasar
yang berfonem awal konsonan /b, c, d, g, j, k, l, m, n, p, r, s, t, w/, maka
prefiks tersebut beralomorf sebagai berikut.
a. ma- beralomorf
maG- apabila dilekatkan pada kata
dasar yang berfonem awal konsonan / b, c, d, g, j, k, l, m, n, p, s, t/.
b. Prefiks
ma- beralomorf ma-, maN-, dan maG-, apabila
kata dasarnya berfonem awal konsonan /r/
c. Prefiks
ma- beralomorf maG-, bila kata dasarnya berfonem awal konsonan (semi vokal) /w/.
Fonem /w/ berubah menjadi fonem /b/.
Contoh-contoh
prefiks ma-:
makdeceng
„melakukan
perbuatan baik‟
makjѐllok
„menunjuk‟
makgau-bawang
„berbuat
zalim‟
marillau
„meminta
dengan sungguh‟
maremmau
„mencium‟
marakka
„mengangkat‟
mappoji
„memuji‟
makkasiwiang
„beribadah‟
massiara
„berziarah‟
b. Fungsi
prefiks ma-
Prefiks
ma- berfungsi untuk membentuk kata
kerja (verba) dan kata sifat (adjektiva). Prefiks {ma–} berfungsi
se-bagai pembentuk verba, seperti massi-ara „berziarah‟ dari siara „ziarah
serta sebagai pembentuk adjektiva, seperti maputε „dalam keadaan putih‟
dari putε „putih‟.
2. Prefiks
a-
a. Bentuk
prefiks a-
Prefiks
ini mengalami perubahan bentuk menurut fonem awal kata yang dilekatinya.
1. Apabila
prefiks a- melekat pada kata dasar
yang berfonem awal vokal /a, i, u, ѐ, o, e/, maka prefiks tersebut beralomorf
sebagai berikut.
a. Prefiks
a- beralomorf aN-, bila melekat pada
kata dasar yang berfonem awal /a, i, u, ѐ, o, e/.
b. Prefiks
a-, di samping yang beralomorf aN-, ada juga yang beralomorf aG- atau ar-.
2. Apabila
prefiks a- melekat pada kata dasar
yang berfonem awal konsonan /b, c,d, g, k, l, m, n, ng, ny, p, s, t, w/, maka
morfem tersebut beralomorf sebagai berikut.
a. Prefiks
a- beralomorf aG-, bila melekat pada kata
dasar yang berfonem awal konsonan /b, c,d, g, k, l, m, n, ng, ny, p, s, t/.
b. Apabila
kata dasar berfonem awal konsonan /r/, mendapat prefiks a-, maka konsonan /r/ berubah menjadi konsonan /d/, sedangkan
prefiks a- beralomorf aG-. Demikian juga halnya, apabila kata
dasar berfonem awal konsonan /w/ mendapat prefiks a-, maka konsonan /w/ berubah menjadi konsonan /b/, sedangkan
prefiks a- beralomorf aG- juga.
Contoh-contoh
prefiks a-:
akbere „memberi‟
akdararing „bermunajat‟
akjama „bekerja‟
arala „mengambil‟
arillau „meminta‟,
arengngerang
„mengingat‟,
apporio „meridhoi‟
attasѐbbe „ber-tasbih‟
b. Fungsi
prefiks a-
Prefiks
a- berfungsi membentuk kata kerja,
khususnya dalam bentuk perintah, larangan, ajakan, pertanyaan, dan
penyangkalan.
Misalnya: amməkkõ „berdiam‟
dari məkkõ „diam
3. Prefiks
pa-
a. Bentuk
prefiks pa-
1. Jika
prefiks pa- melekat pada kata dasar
yang berfonem awal vokal /a, i, u, ѐ, o, e/, maka prefiks tersebut beralomorf
sebagai berikut.
a. Prefiks
pa- tidak mengalami perubahan bentuk
jika melekat pada kata dasar tertentu yang berfonem awal /i, u, ѐ, o, e/.
b. Prefiks
pa- beralomorf dengan paN-, paG-, atau par-, jika melekat pada kata-kata tertentu yang berfonem awal vokal
/a, i, u, ѐ, o/.
c. Prefiks
pa- mengalami persandian pada kata
dasar yang berfonem awal /a/.
2. Jika
prefiks pa- melekat pada kata dasar
yang berfonem awal konsonan /b, c, d, r, j, k, l, m, n, ng, ny, p, s, t, w/,
maka prefiks tersebut beralomorf sebagai berikut.
a. Prefiks
pa- beralomorf dengan paG, jika melekat pada kata dasar yang
berfonem awal konsonan /b, c, d, g, j, k, l, m, n, ng, ny, p, s, t/.
b. Kebermacaman
prefiks pa- yang melekat pada kata
dasar yang berfonem awal konsonan /j/ ada yang beralomorf pa- (tanpa
berubah bentuk), ada yang beralomorf paN-
(dalam hal ini fonem /j/ berubah menjadi fonem /c/), dan ada yang beralomorf
paG-.
c. Jika
kata dasar berfonem awal konsonan /r/ mendapat prefiks pa-, maka konsonan /r/ berubah menjadi konsonan /d/, sedangkan
prefiks pa- beralomorf paG-. Demikian juga halnya, jika kata
dasar berfonem awal konsonan /w/ mendapat prefiks pa-, maka konsonan /w/ berubah menjadi fonem konsonan /b/,
sedangkan prefiks pa- beralomorf paG- juga.
d. Ditemukan
juga prefiks pa- yang tidak berubah
bentuk jika melekat pada kata dasar yang berfonem awal /r/ dan /w/.
Contoh-contoh
prefiks pa-:
pangellek „orang yang suka mengejek‟
pangolli „orang yang memanggil‟.
pappuasa „orang yang ber-puasa‟
pabbinasa „orang yang membinasakan‟
b. Fungsi
prefiks pa-
Prefiks
pa- berfungsi membentuk kata benda
dan kata kerja dari berbagai jenis kata dasar.
1. Membentuk
kata benda dari kata dasar kata kerja dan kata sifat.
Misalnya:
2. Membentuk
kata kerja dari kata dasar kata benda, kata kerja, dan kata sifat.
Misalnya:
4. Prefiks
po-
a. Bentuk
prefiks po-
Prefiks po- tidak mengalami perubahan bentuk
jika melekat pada kata dasar.
Misalnya:
pobaine
‘menjadikan
istri’
polakkai
‘menjadikan suami’
poipa
‘menjadikan ipar’
poanaq
‘menjadikan anak’
posiriq
‘menjadikan malu’
b. Fungsi
prefiks po-
Prefiks po- berfungsi membentuk kata kerja.
Misalnya:
porennu
‘menjadikan
senang’
porio
‘menjadikan
gembira’
pogelli
‘menjadikan
marah’
5. Prefiks {makka–}
a. Prefiks {makka–} tidak
mengalami perubahan apabila diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /l/,
/m/, /t/ dan /s/, seperti makkalo-lok „dalam keadaan merayap‟, mak-kamasε
„dalam keadaan penuh kasih sayang‟, makkatokkoŋ „dalam keadaan
bangkit‟, makkasolaŋ „da-lam keadaan merusak‟.
b. Fonem akhir /a/ pada
prefiks {mak-ka–} lesap apabila diikuti bentuk dasar yang berawal dengan
fonem /a/ seperti makkapalak menghapal‟.
Fungsi Prefiks {makka–}
Prefiks {makka–} memiliki
fungsi sebagai pembentuk adverbia, contoh: makkarawεŋ „dalam
situasi sore hari‟ dari arawεŋ „sore‟ serta se-bagai pembentuk verba,
contoh mak-kapalak „menghafal‟ dari apalak „hafal‟.
6. Prefiks {mappa–}
a. Prefiks {mappa–} apabila diikuti oleh bentuk dasar
yang berawal dengan fonem /b/, /d/, /j/, dan /g/ mendapat penambahan fonem /k/
pada bagian akhir seperti mappak-bəllε „menjadikan berbohong‟, mappakdimunri
„menjadikan belakang‟, mappakjəllok „menjadikan seseorang menunjuk‟
dan map-pakguna menjadikan sesuatu mem-iliki kegunaan‟.
b. Prefiks {mappa–}
apabila dit-ambahkan pada bentuk dasar yang berawal dengan fonem /p/, /t/,
/k/, /c/, /s/, /l/, /m/, dan /n/ maka fonem-fonem tersebut menjadi geminasi
seperti mappattarima „menyuruh seseorang menerima‟, dll.
c. Prefiks {mappa–}
apabila diikuti oleh bentuk dasar yang berawal dengan fonem /r/ dan /p/
mendapat penambahan morfem {ka} pada ba-gian akhir seperti mappakaraja
„menjadikan sesuatu be-sar/terhormat‟, dan mappakaponcok „menyebabkan
sesuatu menjadi pendek‟
d. Prefiks {mappa–} apabila diikuti oleh bentuk dasar yang
berawal dengan fonem /i/, /ε/, /a/ dan /o/ mendapat penambahan fonem /r/ pada
bagian akhir seperti map-parinuŋ „memberikan minuman un-tuk seseorang‟, mapparεŋŋəraŋ
„menyuruh seseorang supaya ingat‟, mapparala „menyuruh seseorang
mengambil‟, mapparokik „me-nyuruh seseorang menulis‟.
Fungsi Prefiks {mappa–}
Prefiks {mappa–}
hanya memiliki satu fungsi, yaitu sebagai pembentuk
verba, contoh: mappattarima „me-nyuruh seseorang menerima‟ dari tarima
„terima‟.
7. Prefiks {pappa–}
a.
Prefiks {pappa–} apabila dit-ambahkan pada bentuk dasar yang berawal
dengan fonem /t/ dan /s/ maka fonem-fonem tersebut men-jadi geminasi seperti pappattikək
„kewaspadaan‟, dan pappassεllε „pengganti‟.
b.
Prefiks {pappa–} apabila diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem
/g/ dan /d/ mendapat penam-bahan morfem {k} di akhir seperti pappakguru
„pelajaran‟ dan pap-pakdiolo „pendahuluan‟.
c. Prefiks {pappa–}
apabila diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /r/ mendapat
penambahan morfem {ka} di akhir seperti pappakario „yang
menyebabkan menjadi gembira‟.
Fungsi Prefiks {pappa–}
Prefiks {pappa–}
mempunyai fungsi sebagai pembentuk nomina sep-erti pappakguru „pelajaran‟
dari guru „guru‟
8. Prefiks {si–}
a.
Prefiks {si–} apabila diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem
/t/, /p/, /r/, /j/, /g/, /s/, /l/ dan /c/ maka tidak mengalami perubahan
seperti sitaŋŋa „saling pandang‟, sipasəŋ „saling berpesan‟, sirocak
„saling mengacaukan‟, sijanci „sal-ing berjanji‟, sigaukbawaŋ „saling
menzalimi‟, sisεkku „satu siku‟, si-lappa „satu ruas/tangga‟ dan sicocok
„saling menyetujui/cocok‟.
b. Fonem /i/ pada prefiks {si–} lesap apabila diikuti
bentuk dasar berawal dengan fonem /i/ seperti sita „saling
melihat/ketemu‟.
Fungsi Prefiks {si–}
Prefiks {si–} dapat bergabung dengan verba, nomina serta
ajektiva. Pertama, fungsi prefiks {si–} apabila bergabung dengan verba
menjadi ad-verbia seperti sitaŋŋa „saling pandang‟ dari taŋŋa „pandang‟.
Kedua, fungsi prefiks {si–} apabila bergabung dengan nomina seperti silampa
„satu lembar‟ dari lampa „lembar‟. Ketiga, fungsi prefiks {si–} apabila
bergabung dengan ajektiva merubah kelas katanya men-jadi adverbia seperti pada
kata sirocak „saling mengacaukan‟ dari rocak „ka-cau/ribut‟.
9. Prefiks {ripa–}
a.
Prefiks {ripa–} apabila diikuti ben-tuk dasar yang berawal dengan vokal
/i/ tidak mengalami perubahan seperti ripainuŋ „diberikan seseorang
minum‟.
b. Prefiks {ripa–} apabila diikuti ben-tuk dasar yang
berawal dengan fonem /b/, /d/, /j/, dan /g/ mendapat penambahan fonem /k/ pada
bagian akhir seperti ripakbarakkak „dibuat sesuatu memiliki berkah‟, ripakdarariŋ
„dijadikan seseorang bermunajat‟, ripakjjəllok „dijadikan seseorang
menunjuk‟, ripakguru „dijadikan seseorang berguru/belajar‟.
c.
Prefiks {ripa–} apabila diikuti ben-tuk dasar yang berawal dengan fonem
/r/, /t/, dan /l/ mendapat penambahan morfem {ka–} pada bagian akhir
seperti ripakaraja „di-jadikan sesuatu besar‟, ripakatajaŋ „dijadikan
sesuatu jelas‟, ripaka-ləbbi „dijadikan seseorang mulia‟.
d. Prefiks {ripa–} apabila ditambahkan pada bentuk dasar
yang berawal dengan fonem /p/, /k/, /c/, /s/, /m/, /n/, /ñ/, dan /ŋ/ maka
fonem-fonem tersebut menjadi geminasi seperti ripakkarεso „dijadikan
seseorang bekerja‟, dll.
Fungsi Prefiks {ripa–}
Prefiks {ripa–} dapat berfungsi sebagai pembentuk verba
seperti pada kata: ripaccappu „dibuat menjadi ha-bis/dihabiskan‟ dari cappu
„habis‟.
Arti atau Makna Prefiks
1. Makna Prefiks {a–}
Prefiks {a–} memiliki makna aktif berupa tindakan
melakukan sep-erti: akbεre „memberikan‟ dari bεre „beri‟.
2. Makna Prefiks {ma–}
Prefik {ma–} memiliki makna sebagai berikut:
a.
Makna aktif berupa tindakan melakukan, seperti (i) mappoji ‘memuji‟ dari
poji „puji‟
b. Memakai sesuatu yang disebutkan pada bentuk dasar. Contoh: makgεno
„memakai kalung‟ dari gεno „kalung‟.
3. Makna Prefiks {makka–}
Prefiks {makka–} memiliki mak-na menyatakan keadaan
seperti pada dasarnya seperti contoh: makkalolok „dalam keadaan merayap‟
dari lolok.
4. Makna Prefiks {mappa–}
Prefiks {mappa–} dapat bergabung dengan bentuk dasar verba
dalam proses pembentukan verba dan memiliki makna:
a.
Menyatakan makna aktif kausatif (sebab akibat), seperti pada data mappakaponcok
„menyebabkan sesuatu menjadi pendek‟
b.
Menyatakan tindakan membuat jadi seperti pada contoh: mappakaraja „menjadikan
sesuatu/seseorang be-sar/mulia‟
c. Menyatakan tindakan memberi sep-erti pada contoh: mapparinuŋ
„memberikan minum‟.
5. Makna Prefiks {pappa–}
Prefiks {pappa–} dapat mem-bentuk makna menyatakan penyebab
sehubungan dengan sifat pada kata da-sar, seperti pada kata: pappassalamak „yang
menyebabkan menjadi selamat/penyelamat‟ dari salamak „selamat‟.
6. Makna Prefiks {pa–}
Prefiks {pa–} memiliki makna sebagai berikut:
a.
Menyatakan alat untuk melakukan tindakan sehubungan dengan da-sarnya seperti
pada contoh: pallapi „alat melapis‟
b. Menyatakan pelaku tindakan sehub-ungan dengan kata dasarnya
pada contoh: pabbalibəlla „penggunjing‟ dari balibəlla „gunjing‟.
7. Makna Prefiks {si–}
Prefiks {si–} pada prinsipnya memiliki dua makna:
a.
Makna yang menyatakan makna saling (dwip-ihak/berbalasan/resiprokal) seperti
pada contoh: sitεmpu „saling me-nyuap‟ dari tεmpu
b. Makna yang menyatakan „bilangan satu (tunggal)‟ seperti pada
contoh data: silampa „satu lembar‟ dari lampa „lembar‟.
8. Makna Prefiks {ripa–}
Prefiks {ripa–} memiliki mak-na pasif penerima (benefaktif)
seperti pada contoh: ripaccappu „dijadikan sesuatu menjadi
habis/dihabiskan‟ dari cappu „habis‟.
B. SUFIKS
1. Sufiks {–i}
a. Sufiks {–i} apabila bentuk dasar yang diikutinya berakhir
dengan fonem /a/, /ε/, /o/, /u/, /k/ serta /ŋ/ maka tidak mengalami perubahan
seperti sompai „sembahlah‟, sukku-ruki „syukurilah‟, dll.
b. Sufiks {–i} apabila
bentuk dasar yang diikutinya berakhir dengan vokal /i/, mendapat penambahan
fonem /w/ di bagian awal seperti sabbiwi „saksikanlah‟, dll.
2. Sufiks {–əŋ}
a. Fonem /ə/ pada sufiks {–əŋ} lesap apabila bentuk dasar yang
diikuti-nya berfonem akhir /a/ seperti doaŋ „alat/sarana berdo‟a‟, dll.
b. Sufiks {–əŋ} apabila bentuk dasar yang diikutinya berfonem
akhir vokal /o/ mendapat penambahan fonem /r/ pada bagian awal seperti bo:to:rəŋ
„tempat ber-judi/perjudian‟, dll.
c. Sufiks {–əŋ}
apabila bentuk dasar berfonem akhir vokal panjang sesudah konsonan getar
/r/ mendapat penambahan fonem /s/
pada bagian awal seperti unru:səŋ „hantaman‟, dll.
d. Sufiks {–əŋ}
apabila bentuk dasar berfonem akhir /ŋ/ serta /k/ maka tidak mengalami
perubahan seperti təttoŋəŋ „tempat berdiri‟ dan sujukəŋ „tempat
sujud‟.
3. Sufiks {–e}
a. Sufiks {–e} tidak mengalami peru-bahan apabila dasar kata yang
diiku-tinya berakhiran vokal /a/, /u/, /i/, /o/ serta konsonan /k/ seperti tubue
„tubuh tersebut‟, kubburuke „kubur tersebut‟, dll.
b. Sufiks {–e} mendapat penambahan fonem /w/ pada bagian awal
apabila dasar kata yang diikutinya be-rakhiran vokal /ε/ seperti putεwe „yang
putih‟
c. Sufiks {–e} mendapat
penambahan fonem /ŋ/ pada bagian awal apabila bentuk dasar yang diikutinya
be-rakhiran fonem /ŋ/, seperti səmpa-jaŋŋe „shalat itu‟, dll.
Fungsi Sufiks
1. Sufiks {–i}
Sufiks {–i} dapat
bergabung dengan beberapa bentuk dasar, yaitu verba, nomina serta ajektiva
dengan satu fungsi, yaitu fungsi sebagai pem-bentuk verba, seperti pada kata: bacai
„bacalah‟ dari baca „baca‟, səmpajaŋi „shalatkanlah‟ dari səmpajaŋ
„shalat‟ dan pəttui „putuskanlah‟ dari pəttu „pu-tus‟.
2. Fungsi Sufiks {–əŋ}
Bentuk dasar yang mendapat tambahan sufiks {–əŋ} mempunyai
fungsi sebagai pembentuk nomina sep-erti pada contoh: inuŋəŋ „minuman‟
dari inuŋ „minum‟.
3. Fungsi Sufiks {–e}
Sufiks {–e} sebagaimana
diu-raikan sebelumnya memiliki tiga fungsi, yaitu (a) sebagai pembentuk
numeralia, contoh: duae „yang dua‟ dari dua „dua‟; (b) sebagai
pembentuk pronominal, contoh: səmpajaŋŋe „sha-lat itu‟ dari səmpajaŋ
„shalat‟; dan (c) sebagai pembentuk ajektiva, contoh: putεwe „yang
putih‟ dari putε „putih‟.
Arti atau Makna Sufiks
1. Makna Sufiks {–i}
Sufiks {–i} yang dapat bergabung dengan bentuk dasar verba,
nomina, serta ajektiva semuanya menyatakan makna imperatif seperti pada contoh:
tarimai „terimalah‟ dari tarima „terima‟, kubburuki „kuburkan-lah‟
dari kubburuk „kuburan‟ serta pəttui „putuskanlah‟ dari pəttu „putus‟.
2. Makna Sufiks {–əŋ}
Sufiks {–əŋ} mempunyai mak-na sebagai berikut:
a.
Menyatakan tempat (lokatif), con-toh: cinongəŋ „tempat berlin-dung/berteduh‟
dari cinoŋ „berteduh‟
b.
Menyatakan alat untuk melakukan tindakan sehubungan dengan da-sarnya, seperti lεteŋ„alat
menyeber-ang‟ dari lεte „meniti‟.
c. Menyatakan makna penerima (ben-efaktif), contoh: itaŋ „memperlihat-kan
sesuatu terhadap seseorang‟ dari ita „lihat‟.
3. Makna Sufiks {–e}
Sufiks {–e} memiliki makna menyatakan hal sehubungan dengan
dasarnya seperti pada contoh berikut:
a. surugae
„surga itu/tersebut‟ dari suruga „surga‟
b. ranakae „neraka itu/tersebut‟ dari ranaka „neraka‟.
C. KONFIKS
1. Konfiks {a–…–əŋ}
a. Konfiks {a-…-əŋ} tidak mengalami perubahan apabila bentuk dasar
ber-fonem akhir /ŋ/ atau /k/ seperti awatangəŋ „kekuatan‟, araddəkəŋ „kekekalan‟,
dll.
b. Fonem /ə/ pada konfiks {a–…–əŋ} lesap apabila bentuk dasar
berfonem akhir vokal pendek, seperti amateŋ „kematian‟, dll.
c. Penambahan fonem /s/ pada konfiks {a–….–əŋ} apabila bentuk
dasar berfonem akhir vokal panjang yang didahului oleh konsonan /r/ seperti atəru:səŋ
„keberanian‟, dll.
d. Penambahan fonem /r/ pada konfiks {a–….–əŋ} apabila bentuk
dasar berfonem akhir vokal panjang dan tidak didahului oleh konsonen /r/
seperti aləbbi:rəŋ „kemuliaan‟, dll
e. Penambahan
fonem /ŋ/ pada konfiks {a–….–əŋ} apabila bentuk dasar berfonem akhir
vokal pendek seperti alabaŋəŋ „keberuntungan‟, dll.
2. Konfiks {si–…–əŋ}
a. Konfiks {si–….–əŋ} tidak mengala-mi perubahan apabila bentuk
dasar yang diikutinya berfonem akhir /k/ dan /ŋ/, seperti siəttεkəŋ „saling
menyahut di antara mereka‟, si-tudaŋəŋ „saling duduk di antara mereka‟,
dll.
b. Fonem /ə/ pada konfiks {si–….–əŋ} lesap apabila bentuk dasar
yang dii-kutinya berfonem akhir vokal pen-dek, seperti sibaliŋ „saling
memban-tu di antara mereka‟.
c. Penambahan fonem /r/ pada konfiks {si–….–əŋ} apabila bentuk
dasar berfonem akhir vokal panjang dan tidak didahului oleh fonem /r/, sep-erti
siməkko:rəŋ „saling diam di an-tara mereka‟, dll.
d. Penambahan fonem /s/ pada konfiks {si–….–əŋ} apabila bentuk
dasar berfonem akhir vokal panjang yang didahului oleh fonem /r/, seperti si-so:ro:səŋ
„saling mundur di antara mereka‟
e. Morfem {–əŋ}
pada konfiks {si–….–əŋ} mendapat penambahan fonem /ŋ/ apabila bentuk
dasar yang diiku-tinya berfonem akhir vokal pendek, seperti siəŋkaŋəŋ „saling
berdatan-gan di antara mereka‟, dll.
3. Konfiks {assi–…–əŋ}
a. Konfiks {assi–….–əŋ} tidak men-galami perubahan apabila bentuk
dasar yang diikutinya berfonem akhir /ŋ/ dan /k/, seperti assihalla-lakəŋ „yang
berhubungan dengan saling menghalalkan‟, assisolaŋəŋ „yang berhubungan
saling merusak‟.
b. Fonem /ə/ pada konfiks {assi–….–əŋ} lesap apabila bentuk dasar
yang diikutinya berfonem akhir vokal pendek seperti assisεlleŋ „saling
bergantian/pergantian‟.
c. Penambahan
fonem /r/ pada konfiks {assi–….–əŋ} apabila bentuk dasar
berfonem akhir
vokal panjang serta tidak didahului oleh fonem /r/, sep-erti assicappu:rəŋ „berhubungan
dengan saling menghabiskan‟.
4. Konfiks {ma–…–i}
a. Konfiks {ma–….–i} tidak mengala-mi perubahan apabila bentuk
dasar yang diikutinya berakhiran vokal /a/, /ε/, /o/ dan /u/ serta konsonan /ŋ/
dan /k/ seperti mabεlai „dalam po-sisi jauh‟, mattasəbbεi „dalam
keadaan sedang bertasbih‟, dll.
b. Penambahan
fonem /w/ pada kon-fiks {ma–….–i} apabila bentuk dasar diakhiri dengan
fonem /i/ dan fonem awal menjadi geminasi seperti mappancajiwi „telah
menciptakan‟.
5. Konfiks {ma–…–si}
a. Konfiks {ma–….–si} tidak mengalami perubahan apabila bentuk
dasar berfonem awal /l/, /c/ dan /r/ seperti malupusi „lapar lagi‟, macakkasi
„terang lagi‟ dan maraddəksi „berdiam lagi‟.
b. Konfiks {ma–….–si}
apabila ditambahkan pada bentuk dasar yang berawal dengan fonem /k/, /t/,
/p/, dan /s/ maka fonem-fonem tersebut menjadi geminasi seperti makkədasi „berkata
lagi‟, mat-taŋŋasi „memandang lagi‟, mappoji-si „memuji lagi‟ dan
massurosi „menyuruh lagi‟.
6. Konfiks {ma–…–ŋəppi}
a. Konfiks {ma–….–ŋəppi} tidak men-galami perubahan apabila bentuk
dasar diakhiri dengan fonem /a/, /ε/, /i/, dan /o/, seperti macoraŋəppi „lebih
terang‟, maputεŋəppi „lebih putih‟, mawaŋiŋəppi „lebih wangi‟ dan
maloppoŋəppi „lebih besar‟.
b. Fonem /ŋ/ pada
konfiks {ma–….–ŋəppi} lesap apabila bentuk dasar berfonem akhir /ŋ/,
seperti makəssiŋəppi „lebih bagus‟, dll.
7. Konfiks {aŋ–…–əŋ}
a. Konfiks {aŋ–….–əŋ} tidak men-galami perubahan apabila bentuk
dasar berfonem awal vokal /a/ dan /i/ serta berakhiran dengan konso-nan /ŋ/ dan
/k/ seperti aŋatorokəŋ „hal yang berhubungan pekerjaan
mengmengatur/pengaturan‟ dan aŋissəŋəŋ „hal yang berhubungan dengan
pengetahuan/pengetahuan‟.
b. Fonem /ə/ pada konfiks {aŋ–….–əŋ} lesap apabila bentuk dasar
yang dii-kutinya berfonem awal vokal /ε/ ser-ta berfonem akhir vokal /u/
seperti aŋεmmauŋ „alat mencium‟.
c. Penambahan
fonem /s/ pada konfiks {aŋ–….–əŋ} apabila bentuk dasar berfonem awal
vokal /i/ serta ber-fonem akhir vokal panjang yang didahului oleh fonem /r/
seperti aŋi-ro:səŋ „berhubungan dengan hal menghisap/isapan‟.
8. Konfiks {ar–….–əŋ}
a. Konfiks {ar–….–əŋ} tidak men-galami perubahan apabila bentuk
dasar berfonem awal vokal /ε/ serta berfonem akhir konsonan /ŋ/ seperti arεŋŋəraŋəŋ
„hal yang berhubungan mengingat/ingatan‟.
b. Fonem /ə/ pada konfiks {ar–….–əŋ} lesap apabila bentuk dasar
yang dii-kutinya berfonem awal /i/ serta ber-fonem akhir vokal pendek, seperti arillauŋ
„permintaan‟.
c. Penambahan
fonem /r/ pada konfiks {ar–….–əŋ} apabila bentuk dasar berfonem awal
vokal /u/ dan /o/ ser-ta berfonem akhir vokal panjang seperti arulε:rəŋ „alat
membawa‟.
9. Konfiks {ma–…–e}
a. Konfiks {ma–….–e}
apabila dit-ambahkan pada bentuk dasar yang berawal dengan fonem /s/, /t/,
/l/ dan /p/ maka fonem-fonem tersebut menjadi geminasi seperti massala-wake „yang
sedang bershalawat‟, matturue „yang sedang taat‟, dll.
b. Fonem /a/ pada
konfiks {ma–….–e} lesap apabila bentuk dasar diawali dengan fonem /a/,
seperti maruwae „yang kedelapan‟, dll.
10. Konfiks {pa–….–i}
a. Konfiks {pa–….–i} tidak mengalami perubahan apabila bentuk
dasar di-awali oleh fonem /t/, /k/, /r/, /j/, /p/, /l/ dan /m/, seperti pakəssiŋi
„bagus-kanlah‟, pamεgai „perbanyaklah‟, dll.
b. Konfiks {pa–….–i}
apabila dit-ambahkan pada bentuk dasar yang berawal dengan fonem /n/, /s/,
dan /d/ maka fonem-fonem tersebut menjadi geminasi seperti pannən-nuŋi kekalkanlah‟,
passεwwai „esa-kanlah‟ dan padduai „duakanlah‟.
Fungsi Konfiks
1. Fungsi Konfiks {a–….–-əŋ}
Konfiks {a–….–əŋ}
dapat bergabung dengan bentuk dasar berupa nomina, verba maupun ajektiva
dan memiliki satu fungsi, yaitu fungsi se-bagai pembentuk nomina seperti
con-toh berikut: (a) akaferεkəŋ „kekafiran‟ dari kafεrek „kafir/orang
kafir‟; (b) atəttoŋəŋ „tempat berdiri/pendirian‟ dari təttoŋ „berdiri‟;
dan (c) acilakaŋ „kesialan/kecelakaan‟ dari cilaka „celaka‟.
2. Fungsi Konfiks {si–….–əŋ}
Konfiks {si–…..–əŋ}
dapat bergabung dengan verba serta adjek-tiva dengan memiliki fungsi
sebagai pembentuk verba seperti contoh: (a) sibaliŋ „saling membantu di
antara mereka‟ dari bali „bantu/lawan‟; dan (b) siŋaməŋəŋ „saling
merasakan ken-yamanan di antara mereka‟ dari ŋaməŋ „nyaman/enak‟.
3. Fungsi Konfiks {assi–……–əŋ}
Konfiks {assi–….–əŋ}
dapat bergabung pada bentuk dasar verba serta ajektiva dan memiliki fungsi
se-bagai pembentuk nomina seperti con-toh: (a) assipojiŋəŋ „berhubungan
dengan saling menyukai‟ dari poji „cinta/suka’; dan (b) assisolaŋəŋ
„berhub-ungan dengan saling merusak‟ dari solaŋ „rusak‟.
4. Konfiks {ma–…….–i}
Konfiks {ma–….–i}
dapat bergabung dengan verba dan ajek-tivadengan fungsi sebagai pembentuk
adverbia. Contoh: marillaui „dalam keadaan sedang meminta‟ dari illau
„minta‟.
5. Fungsi Konfiks {ma–…–si
Konfiks {ma–…….–si}
mem-iliki satu fungsi, yaitu sebagai pemben-tuk adverbia seperti pada kata:
mapu-tεsi „putih lagi‟ dari putε „putih‟.
6. Fungsi Konfiks {ma–…–ŋəppi}
Konfiks {ma–….–ŋəppi}
hanya bisa bergabung dengan ajektiva dan berfungsi sebagai pembentuk
adverbi-al, contoh: maputεŋəppi „lebih putih‟ dari putε.
7. Fungsi Konfiks {aŋ–……..–əŋ}
Konfiks {aŋ–……–əŋ}
dengan sejumlah alomorf yang dimiliki ber-fungsi sebagai pembentuk nomina
sep-erti pada kata: aŋatorokəŋ „hal yang berhubungan pekerjaan mengatur‟
dari atorok „atur‟.
8. Fungsi Konfiks {ar–…–əŋ}
Seperti halnya
dengan konfiks {an–…–əŋ}, konfiks {ar–…–əŋ} juga berfungsi
sebagai pembentuk nomina seperti arεŋŋəraŋəŋ „ingatan/hal yang
berhubungan dengan mengingat‟ dari εŋŋəraŋ „ingat‟.
9. Fungsi Konfiks {ma–….–e}
Konfiks {ma–…….–e}
dapat bergabung dengan bentuk dasar nu-meralia, verba serta ajektiva dengan
fungsi sebagai berikut:
a. Sebagai
pembentuk numeralia
Contoh: masεddie
„yang kesatu‟ dari sεddi „satu‟
b. Sebagai
pembentuk verba
Contoh: maggaukbawaŋe
„yang se-dang berbuat zalim‟ dari gaukbawaŋ „zalim‟
c. Sebagai
pembentuk ajektiva
Contoh: malləbbaŋe
„yang tersebar‟ ləbbaŋ „sebar‟.
10. Fungsi Konfiks
{pa–…….–i}
Konfiks {pa–…….–i}
memiliki kemampuan untuk bergabung dengan ajektiva, adverbia, numeralia
serta ver-ba seperti pada contoh berikut:
a. palləbbai „lebarkanlah‟ dari ləbba „lebar‟
b. paddimunriwi „akhirkanlah‟ dari dimunri „belakang‟
c. passeddiwi „satukanlah‟ dari sεddi „satu‟
d. pakεdoi „gerakkanlah‟
dari kεdo „gerak‟.
Arti atau Makna Konfiks
1. Makna Konfiks {a–...–əŋ}
Konfiks {a–….–əŋ}
memiliki makna sebagai berikut:
a. Menyatakan tempat (lokatif), con-toh: akkubburukəŋ „tempat
men-guburkan‟ dari kubburuk „kubur‟
b. Menyatakan
suatu keadaan. Contoh: alebbirəŋ „hal yang berhubungan dengan kemuliaan‟
dari ləbbi „mulia‟.
2. Makna Konfiks {si–…–əŋ}
Konfiks {si– …–əŋ}
yang dapat bergabung dengan verba, nomina serta ajektiva memiliki makna
tindakan saling (resiprokal) seperti contoh: siəttεkəŋ „saling menyahut
di antara mereka‟ dari əttεk.
3. Makna Konfiks {assi–…–əŋ}
Konfiks {assi–
……–əŋ mem-iliki makna menyatakan hal yang berhubungan dengan dasarnya
seperti pada contoh: assisεlleŋ „perganti-an/berhubungan dengan saling
ber-gantian‟ dari sεlle „ganti‟.
4. Makna Konfiks {ma–…–i}
Konfiks {ma–……–i}
memiliki dua makna, yaitu sebagai berikut:
a. Menyatakan tindakan sedang dil-akukan seperti pada dasarnya. Con-toh: mabbacai
„yang sedang mem-baca‟ dari baca „baca‟
b. Keadaan sesuatu
sama atau seperti pada dasarnya. Contoh: malupui „dalam keadaan lapar‟
dari lupu „lapar‟.
5. Makna Konfiks {ma–…–si}
Konfiks {ma–…–si}
memiliki makna menyatakan tindakan berulang-ulang sehubungan dengan
dasarnya seperti contoh: malupusi „lapar lagi‟ dari lupu „lapar‟.
6. Makna Konfiks {ma–…–ŋəppi}
Konfiks {ma–…–ŋəppi}
hanya dapat bergabung dengan ajektiva dan memiliki makna keadaan
sangat/lebih sehubungan dengan dasarnya seperti pada contoh: makəssiŋəppi „lebih
ba-gus‟ dari kəssiŋ „bagus‟.
7. Makna Konfiks {aŋ–…–əŋ}
Konfiks {aŋ–……..
–əŋ} mempunyai makna menyatakan hal berhubungan dengan dasarnya seperti
pada contoh: aŋatorokəŋ „hal yang berhubungan pekerjaan mengatur‟ dari atorok
„atur‟.
8. Makna Konfiks {ar–…–əŋ}
Sama
halnya dengan konfiks {aŋ– …–əŋ}, konfiks {ar–…–-əŋ} memiliki
makna menyatakan hal serta menyatakan alat seperti contoh: arεŋŋəraŋəŋ „ingatan/hal
yang berhub-ungan dengan mengingat‟ dari εŋŋəraŋ.
9 Makna Konfiks {ma–…–e}
Konfiks {ma–……–e}
mempu-nyai makna sebagai berikut:
a. Melakukan
tindakan sedang seperti pada kata dasar
Contoh: mappaue
„yang sedang berkata‟ dari pau „kata‟
b. Menyatakan
bilangan urutan sesuai dengan dasarnya
Contoh: maduae „yang
kedua‟ dari dua „dua‟
c. Menyatakan hal
yang berhubungan dengan dasarnya
Contoh: maputε „dalam
keadaan putih‟ dari putε „putih‟.
10. Makna Konfiks {pa–…–i}
Konfiks
{pa–…–i} memiliki makna menyatakan tindakan membuat jadi seperti pada
contoh: padduai „jad-ikanlah dua‟ dari dua „dua‟.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Jenis
afiks yang terdapat dalam bahasa Bugis meliputi prefiks, su-fiks serta konfiks.
Adapun jenis-jenis afiks tersebut adalah: (a) pre-fiks terdiri atas delapan
prefiks, yai-tu prefiks {a–}, prefiks {ma–}, pre-fiks {makka–},
prefiks {mappa–}, prefiks {pappa–}, prefiks {pa–},
prefiks {si–} serta prefiks {ripa–}; (b) sufiks
terdiri atas tiga sufiks, yaitu sufiks {–i}, sufiks {–əŋ} serta
sufiks {–e}; (c) konfiks terdiri atas
sepuluh konfiks, yaitu konfiks {a–…–əŋ}, konfiks {si–…
–əŋ}, konfiks {assi–…–əŋ},
konfiks {ma–…–i}, konfiks {ma–…–si},
konfiks {ma–…–ŋəppi}, konfiks {aŋ–….–əŋ},
konfiks {ar–…–əŋ}, konfiks {ma–…–e}
serta konfiks {pa–…–i};
Afiks bahasa Bugis memiliki kemampuan bergabung dengan
kata dasar kata benda, kata kerja, kata sifat, adverbial, dan numeralia serta
memiliki enam fungsi, yaitu fungsi sebagai pembentuk verba, pembentuk nomina,
pembentuk ajektiva, pembentuk numeralia, pembentuk adverbia, pembentuk
pronominal.
Dilihat
dari segi makna, afiksasi bahasa Bugis dapat menghasilkan dua puluh makna yang
berbeda, yaitu makna aktif berupa tindakan melakukan seperti pada kata dasar,
memakai sesuatu yang disebutkan dalam bentuk dasar, menyatakan makna aktif
kausatif (sebab akibat), tindakan membu-at jadi, tindakan memberi, penyebab
terjadinya hal yang tersebut pada kata dasar, menyatakan alat untuk melakukan
tindakan sehubungan dengan dasarnya, menyatakan pelaku tindakan sehubungan
dengan kata dasarnya, menyatakan makna tindakan saling (dwip-ihak/resiprokal),
menyatakan „bilangan satu (tunggal)‟, makna pasif penerima (benefaktif),
menya-takan makna imperatif, menyatakan tempat (lokatif).
B. SARAN
Sebuah materi yang esensial
diperlukan pemahaman khusus, jadi diharapkan keseriusannya dalam materi ini dan
rajin melatih diri untuk mempelajarinya agar dapat memahaminya. Menyadari bahwa
penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan
detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang
lebih banyak dan tentunya dapat dipertanggungjawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
Yunus, Fatimah. Bahan Ajar Bahasa Daerah. Universitas Negeri
Makassar.
http://fatmawatilinguistik.blogspot.co.id/2015/01/prefiks-bahasa-bugis-dan-
bahasa.html