KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Proses Morfologi” dengan lancar. Penulisan
makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Morfologi
Bahasa Indonesia.
Makalah
ini ditulis dari hasil penyusunan data-data yang diperoleh dari buku
panduan serta informasi dari media massa
yang berhubungan dengan judul makalah. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada
dosen pengampu mata kuliah, atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah
ini. Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat
diselesaikannya makalah ini.
Penulis
mengharapkan, melalui membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita dalam
hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai Proses Morfologi khususnya bagi
penulis. Memang makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis
mengharapkan kritik dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Penulis
Kelompok
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I
PENDAHULUAN 1
A. Latar
Belakang 1
B. Rumusan
Masalah 2
C. Tujuan 2
BAB II
PEMBAHASAN 3
A. Pengertian
Proses Morfologi 3
B. Proses
Pembubuhan Afiks 3
C. Proses
Pengulangan 5
D. Proses
Pemajemukan 8
E. Tahap
Pembentukan Kata 13
F. Bentuk
Inflektif dan Bentuk Derifatif 16
BAB III PENUTUP 17
A. Kesimpulan 17
B. Saran 17
DAFTAR PUSTAKA 18
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Secara
etimologi kata morfologi berasal dari kata morf yang berarti ‘bentuk’ dan kata
logi yang berarti ilmu mengenai bentuk. Di dalam kajian linguistik, morfologi
berarti ilmu mengenai bentuk-bentuk dan pembentukan kata, sedangkan di dalam
kajian biologi morfologi berarti ilmu mengenai bentuk-bentuk sel-sel tumbuhan
atau jasad-jasad hidup. Memang selain bidang kajian linguistik, di dalam kajian
biologi ada juga digunakan istilah morfologi. Kesamaannya, sama-sama mengkaji tentang
bentuk.
Kalau
dikatakan morfologi membicarakan masalah bentuk-bentuk dan pembentukan kata,
maka semua satuan bentuk sebelum menjadi kata, yakni morfem dengan segala
bentuk dan jenisnya perlu dibicarakan. Lalu, pembicaraan mengenai pembentukan
kata akan melibatkan pembicaraan mengenai komponen atau unsure pembentukan kata
itu, yaitu morfem, baik morfem dasar maupun morfem afiks, dengan berbagai alat
proses pembentukan kata itu, yaitu afiks dalam proses afiksasi, duplikasi
ataupun pengulangan dalam proses pembentukan kata melalui proses reduplikasi,
penggabungan dalam proses pembentukan kata melalui komposisi, dan sebagainya.
Jadi, ujung dari proses morfologi adalah terbentuknya kata dalam bentuk dan
makna sesuai keperluan dalam satu tindak pertuturan.
Bila
bentuk dan makna yang terbentuk dari satu proses morfologi sesuai dengan yang
diperlukan dalam pertuturan, maka bentuknya dapat dikatakan berterima, tetapi
jika tidak sesuai dengan yang diperlukan, maka bentuk itu dikatakan tidak
berterima. Keberterimaan atau ketidakberterimaan bentuk itu dapat juga karena
alasan sosial. Namun, disini, dalam kajian morfologi, alasan sosial itu kita
singkirkan dulu, yang kita perhatikan atau pedulikan adalah alasan gramatikal
semata.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang penulisan tersebut di atas, maka rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut:
1. Apakah
pengertian dari proses morfologi?
2. Bagaimanakah
proses pembubuhan afiks dalam morfologi?
3. Bagaimanakah
proses pengulangan dalam morfologi?
4. Bagaimanakah
proses pemajemukan dalam morfologi?
5. Bagaimanakah
tahap pembentukan kata?
6. Bagaimanakah
pembentukan inflektif dan derifatif dalam morfologi?
C.
Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai
berikut:
1. Menjelaskan
pengertian dari proses morfologi.
2. Mengetahui
dan memahami proses pembubuhan afiks dalam morfologi.
3. Mengetahui
dan memahami proses pengulangan dalam morfologi.
4. Mengetahui
dan memahami proses pemajemukan dalam morfologi.
5. Mengetahui
dan memahami tahap pembentukan kata.
6. Mengetahui
dan memahami pembentukan inflektif dan derifatif dalam morfologi.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Proses Morfologi
Proses
morfologi adalah penyusunan dari komponen –komponen kecil menjadi menjadi
bentuk yang lebih besar berupa kata kompleks.
Proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya.
Adapun
pengertian proses morfologi menurut berbagai sumber, yaitu:
§ Proses morfologik adalah proses pembentukan kata-kata dari satuan lain
yang merupakan bentuk dasarnya. (Prof.Drs.M.Ramlan,2009:51)
§ Proses morfologis ialah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan
morfem yang satu dengan morfem yang lain. (Samsuri, 1987: 190)
§ Proses Morfologi pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari
sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan afiks (dalam proses afiksasi),
pengulangan (dalam proses reduplikasi), penggabungan (dalam proses komposisi).
(Abdul Chaer, 2008: 25)
Bahasa-bahasa
di dunia memiliki cara-cara tersendiri dalam proses pembentukan katanya
sehingga proses morfologis tidak bisa ditemukan dalam setiap bahasa. bahasa
indonesia adalah termasuk dari salah satu bahasa Austronesia yang didominasi
oleh pembentukan kata melalui afiksasi. Tugas morfologi adalah menyusun morfem
menjadi kata atau menguraikan kata menjadi morfem.
B.
Proses
Pembubuhan Afiks
Proses morfologis yang sering dijumpai ialah afiksasi, yaitu
penggabungan akar atau pokok dengan afiks . Afiksasi adalah proses pembentukan
kata yang dilakukan dengan cara membubuhkan morfem terikat berupa afiks pada
bentuk dasar. Dalam proses pembubuhan afiks, bentuk dasar merupakan salah satu
dari unsur yang bukan afiks. Afiks merupakan satuan gramatik terikat yang di dalam suatu kata merupakan
unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata, yang memiliki kesanggupan melekat
pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru. Afiks itu ada empat macam, yaitu prefiks
(awalan), infiks (sisipan), sufiks (akhiran), dan konfiks (gabungan awalan dan
akhiran).
1.
Prefiks (awalan)
Prefiksasi adalah proses pembubuhan afiks (morfem
terikat) yang dapat dilakukan di depan bentuk dasar. Jenis prefiks (awalan)
antara lain: ber-, se-, me-, ter-, di-,
dll.
Contoh :
ber + main = bermain
di + makan = dimakan
ter + tawa = tertawa
2.
Infiks (sisipan)
Infiksasi adalah proses pembubuhan
afiks di tengah bentuk dasar. Penulisan afiks ini ditulis serangkai dengan kata
dasarnya sebagai satu kesatuan. Jenis infiks (sisipan) antara lain: -em-, -el-,-er, dan -in-.
Contoh:
getar = g +
em+ etar
gigi = g +
er + igi
kerja = k + in +erja
3.
Sufiks
(akhiran)
Sufiksasi adalah proses pembubuhan
afiks di akhir bentuk dasar. Penulisan afiks ini ditulis serangkaian dengan
kata dasarnya, sebagai satu kesatuan. Jenis sufiks (akhiran) antara lain: -an, -i, -kan, -nya, dll.
Contoh:
cuci +an = cucian
baca + kan = bacakan
turun + nya = turunnya
warna + i= warnai
4.
Konfiks
Konfiksasi adalah proses pembubuhan
afiks di awal dan akhir bentuk dasar secara bersamaan. Konfiks yang terdiri
dari dua unsur. Satu di muka bentuk dasar dan satu di belakang bentuk dasar.
Jenis konfiks antara lain: ber – an, ke –
an, me – kan, se – nya, per – an, dll.
Contoh:
me + laku +
kan = melakukan
ber + pakai +an = berpakaian
ke + hujan + an= kehujanan
C. Proses Pengulangan (Reduplikasi)
Pengulangan adalah proses pembentukan kata dengan
mengulang satuan bahasa baik secara keseluruhan, sebagian, maupun disertai
dengan perubahan bunyi. Proses ini menghasilkan kata baru yang lazim disebut
kata ulang.
Adapun
jenis-jenis reduplikasi yaitu:
1. Reduplikasi
fonologis, berlangsung pada dasar yang bukan akar atau statusnya lebih tinggi
dari akar.
2.
Reduplikasi sintaksis, proses
pengulangan terhadap sebuah dasar yang berupa akar, tetapi menghasilkan satuan
bahasa yang statusnya lebih tinggi dari kata.
3.
Reduplikasi semantis, pengulangan
makna yang sama dari dua kata yang bersinonim.
4.
Reduplikasi morfologis, dapat
terjadi pada bentuk dasar yang berupa akar, berupa bentuk berafiks, dan dapat
berupa bentuk komposisi.
Proses
pengulangan banyak terdapat dalam berbagai bahasa diseluruh dunia. Khusus
mengenai reduplikasi dalam bahasa Indonesia ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu:
Pertama,
bentuk dasar reduplikasi dalam bahasa Indonesia dapat berupa morfem dasar
seperti meja menjadi meja-meja, bentuk pembangunan yang menjadi pembangunan-pembangunan,
dan bisa juga berupa bentuk gabungan kata seperti surat-surat kabar atau surat
kabar – surat kabar.
Kedua,
bentuk reduplikasi yang disertai afiks prosesnya mungkin merupakan proses
reduplikasi dan proses afiksasi yang terjadi bersamaan seperti pada bentuk bermeter-meter atau proses reduplikasi
terlebih dahulu, baru disusul dengan proses afiksasi, seperti pada berlari-lari dan mengingat-ingat,atau juga proses afiksasi terjadi lebih dahulu,
baru kemudian diikuti oleh proses reduplikasi, seperti pada kesatuan-kesatuan.
Ketiga, pada
dasar yang berupa gabungan kata, proses reduplikasi mungkin harus berupa
reduplikasi penuh, tetapi mungkin juga hanya reduplikasi parsial. Misalnya, ayam itik - ayam itik, dan sawah ladang – sawah ladang adalah
contoh reduplikasi penuh, dan contoh untuk reduplikasi parsial surat-surat kabar serta rumah-rumah sakit.
Keempat,
banyak orang yang menyangka bahwa reduplikasi dalam bahasa Indonesia hanya
bersifat paradigmatis dan hanya memberi makna jamak atau variasi. Namun,
sebenarnya reduplikasi dalam bahasa Indonesia juga bersifat derivasional. Oleh
karena itu, munculnya bentuk-bentuk seperti mereka-mereka,
kita-kita, kamu-kamu, dan dia-dia
tidak dapat dianggap menyalahi kaidah bahasa Indonesia.
Kelima, ada
pakar yang menambahkan adanya reduplikasi semantis yakni dua buah kata yang
maknanya bersinonim membentuk satu kesatuan gramatikal. Misalnya, ilmu pengetahuan, hancur luluh, dan alim ulama.
Keenam,
dalam bahasa Indonesia ada bentuk-bentuk seperti kering kerontang, tua renta, dan segar bugar di satu pihak dan di pihak lain ada bentuk-bentuk
seperti mondar-mandir, tunggang-langgang,
dan komat-kamit.
Berdasarkan
cara mengulang bentuk dasarnya, pengulangan dapat digolongkan menjadi empat
golongan:
1)
Pengulangan seluruh
Pengulangan seluruh ialah
pengulangan seluruh bentuk dasar, tanpa perubahan fonem dan tidak berkombinasi
dengan proses pembubuhan afiks. Misalnya:
sepeda
= sepeda-sepeda
buku
= buku-buku
sekali
= sekali-sekali
2)
Pengulangan sebagian
Pengulangan sebagian ialah
pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya. Di sini bentuk dasar tidak diulang
seluruhnya. Apabila bentuk dasar itu berupa bentuk kompleks, kemungkinan –
kemungkinan bentuknya sebagai berikut:
a.
Bentuk meN-, misalnya: menjalankan = menjalan – jalankan.
b.
Bentuk di- , misalnya: ditarik =
ditarik – tarik.
c.
Bentuk ber- , misalnya: berjalan =
berjalan – jalan.
d.
Bentuk ter- , misalnya: tergoncang =
tergoncang – goncang.
e.
Bentuk ber -an, misalnya: berjauhan
= berjauh – jauhan.
f.
Bentuk -an , misalnya: tumbuhan =
tumbuh – tumbuhan.
g.
Bentuk ke- , misalnya: kedua = kedua
– dua.
3)
Pengulangan yang berkombinasi dengan
proses pembubuhan afiks
Dalam golongan ini, pengulangan
terjadi bersama-sama dengan proses pembubuhan afiks dan bersama-sama pula
mendukung satu fungsi. Misalnya:
hitam
= kehitam-hitaman
luas
= seluas-luasnya
4)
Pengulangan dengan perubahan fonem
Misalnya: gerak = gerak-gerik
serba
= serba-serbi
lauk
= lauk-pauk
sayur =
sayur-mayur
D. Proses Pemajemukan
Kata majemuk adalah kata yang terdiri
dari dua kata sebagai unsurnya. Di samping itu ada juga kata majemuk yang
terdiri dari satu kata dan satu pokok kata sebagai unsurnya. Kata majemuk terdiri dari dua kata atau lebih yang menjadi satu dengan
erat sekali dan menunjuk atau menimbulkan satu pengertian baru. Dalam bahasa
Indonesia selanjutnya kata majemuk disebut juga bentuk senyawa atau susunan
senyawa (kompositium).
Berikut ini adalah ciri-ciri yang
membedakan antara kata majemuk dan frase.
a.
Ketersisipan :Artinya, diantara unsur suatu kompositium
tidak dapat disisipi unsur lain apa pun. Sapu
Tangan adalah kompositium, sedangkan alat tulis adalah frase karena dapat
disisipi unsur untuk menjadi alat tulis.
b.
Ketakterluasan. Artinya, masing-masing unsur suatu
kompositium tidak dapat diperluas, misalnya dengan afiksasi atau
dimodifikasikan dengan cara tertentu. Perluasan terhadap kompositium hanya bias
dilakukan terhadap semua unsur, tidak unsur per unsur. Kompositium kereta api hanya bias diperluas menjadi perkeretaapian dan bukan *perkeretaan
api atau *kereta perapian. Ciri ini tampaknya bukan hanya merupakan ciri kata
majemuk. Frase tidak adil pun bias
diperrluas menjadi ketidakadilan dan
bukan ketidakan adil atau *tidak keadilan walaupun demikian tidak adil memiliki kemampuan untuk
disisipi unsur tertentu menjadi tidak
begitu adil, sehingga sesuai dengan ciri (i), tidak adil adalah frase.
c.
KetakterbalikanArtinya, unsur-unsur yang membentuk suatu
kompositium tidak dapat dipertukarkan tempatnya atau dibalik. Gabungan kata bapak, ibu, pulang, pergi, dan lebih
kurang bukanlah kompositium melainkan frase koordinatif. Gabungan kata
semacam itu memiliki kesanggupan untuk dipertukarkan tempatnya menjadi ibu bapak, pergi pulang, dan kurang lebih.
Hal ini berbeda dengan kompositium hutan belantara yang tidak memungkinkan
untuk diubah strukturnya menjadi *belantara
hutan. Kriteria keterbalikan seperti ini tampaknya juga memiliki kelemahan
karena kriteria ini sering kali sangat tergantung pada ciri kelaziman. Bentuk kurang lebih sudah cukup lazim diubah
strukturnya menjadi lebih kurang.Hal
ini agak berbeda dengan bentuk pulang
pergi yang masih terasa janggal atau kurang lazim jika digunakan dalam
posisi terbalik, yaitu pergi pulang.
Di sisi lain frasepun banyak yang tidak bisa memenuhi syarat keterbalikan.
Dengan kata lain frasepun banyak yang memenuhi ciri keterbalikan itu. Frase
akan pergi, rumah besar, gedung tinggi,
udara sejuk pun tidak bias diubah urutan unsurnya menjadi *pergi akan, *besar rumah, *tinggi gedung,
*sejuk udara.
Untuk
membuktikan apakah suatu kata majemuk berafiks atau memang salah satu unsurnya
yang berupa bentuk kompleks dapat dianalisis dengan cara mengeluarkan seluruh
afiks dari bentuk majemuk.
a. Jika afiksnya dikeluarkan masih terlihat
bentuk majemuk maka sebenarnya bentuk itu merupakan kata majemuk yang
mendapatkan afiks.
Contoh :
Pertanggungjawaban berkas kepala
dimejahijaukan
|
Tanggung jawab berkas kepala meja
hijau
|
ber – an
ber
di – kan
|
Kata majemuk berafiks
|
Tetap sebagai kata majemuk
|
Afiks yang dikeluarkan
|
b.
Jika setelah afiksnya dikeluarkan tidak lagi terlihat bentuk
majemuk maka bentuk tersebut merupakan kata majemuk yang salah satu unsurnya
bentuk kompleks.
lapangan terbang
lupa daratan
meninggal dunia
|
lapangan terbang
lupa darat
tinggal dunia
|
an
an
me
|
Kata majemuk dengan unsur bentuk
kompleks
|
Bukan bentuk majemuk
|
Afiks yang dikeluarkan
|
Adapun macam-macam kata majemuk,
yaitu:
1.
Kata majemuk berdasarkan sifatnya.
Berdasarkan
sifatnya, dengan melihat kesenyawaan unsur-unsur yang bergabung, kata majemuk
dikelompokkan menjadi beberapa golongan :
a.
Kata majemuk bersifat endosentris
Kata majemuk endosentris adalah kata majemuk yang salah satu
unsurnya menjadi inti dari gabungan, kata-kata di dalam kata majemuk tersebut.
Kata majemuk endosentris menghasilkan/mengandung satu ide
sebagai akibat gabungan unsur didalamnya.
Contoh :
sapu tangan intinya sapu
matahari intinya
mata
orang tua intinya
orang
meja hijau intinya
meja.
Karena salah satu unsurnya merupakan inti dari golongan kata
dalam kata majemuk tersebut maka ide yang dihasilkan oleh hasil-hasil gabungan
unsur tersebut juga satu.
Misalnya :
Sapu tangan :
memiliki satu konsep tentang suatu benda tertentu
Matahari :
mewakili satu konsep tentang suatu benda tertentu
b.
Kata majemuk bersifat eksosentris.
Kata majemuk eksosentris adalah kata majemuk yang gabungan
unsur-unsurnya tidak memiliki unsur inti.Salah satu unsure kata majemuk
eksosentris bukan merupakan unsur inti dari gabungan kedua kata yang ada didalamnya.Masing-masing
unsur memiliki kedudukan kuat sebagai unsur inti.Karena masing-masing unsurnya
bersama-sama sebagai inti maka dalam kata majemuk eksosentris muncul dua ide.
Contoh :
laki bini : intinya pada laki atau bini
tua muda : intinya pada tua atau muda
hilir mudik : intinya pada hilir atau mudik
pulang pergi : intinya pada pulang atau pergi
hancur lebur : intinya pada hancur atau lebur
naik turun : intinya pada naik atau turun.
Masing-masing
unsur tidak menjadi inti atas gabungan kedua unsurnya melainkan berdiri sendiri
sebagai inti. Dengan demikian unsur yang satu tidak menerangkan unsur yang
lain. Sebagai akibatnya gagasan yang muncul dari bentuk eksosentris bukan satau
melainkan dua.
Contoh :
Kata
majemuk
|
Gagasan
yang muncul
|
laki bini
tua muda
hilir mudik
|
laki (suami) dan bini (istri)
yang tua dan yang muda
yang menuju ke hilir dan yang ke
udik
|
2. Kata majemuk Berdasarkan Arti.
Berdasarkan
“arti” Prof.Dr. Slamet Muljana (dalam
Yasin: 158) menyebutkan bahwa Kata Majemuk dikelompokkan menjadi :
a.
Kata majemuk wajar. Kata majemuk wajar ialah kata majemuk
yang artinya merupakan kias,
Contoh :
indah permai muram durja
yatim piatu kamar mandi
b. Kata majemuk kiasan. Kata majemuk kiasan
ialah kata majemuk yang merupakan kias,
Contoh :
panjang
tangan tebal muka
besar
kepala besar mulut
E. Tahap Pembentukan Kata
Pembentukan
kata yaitu proses terjadinya kata yang berasal dari morfem dasar melalui
perubahan morfemis. Proses perubahan tataran dari morfem ke kata, yang dalam
tataran sintaksis merupakan perubahan tataran pertama. Tidak semua morfem
dengan sendirinya dapat langsung berubah menjadi kata. Seperti morfem (ber-), (ter-), (ke-), dan
sejenisnya yang tergolong morfem terikat
tidak dapat langsung menjadi kata. Lain halnya dengan bentuk seperti
(rumah) yang berstatus morfem bebas yang
dapat langsung menjadi kata. Misalnya: morfem rumah > gramatikalisasi
> kata rumah. Untuk dapat
digunakan di dalam kalimat atau peraturan tertentu, maka setiap bentuk dasar
harus dibentuk dahulu menjadi sebuah kata baik melalui proses afiksasi,
reduplikasi, maupun komposisi.
Telah di ketahui bahwa bentuk dasar dalam proses morfologi
dapat berupa akar, dapat berupa bentuk polimorfemis atau bentuk
turunan dapat pula melalui bentuk perantara. Oleh karena itu
berdasarkan tahap prosesnya kita dapat membedakan adanya pembentukan setahap dan
melalui bentuk perantara.
a.
Pembentukan setahap terjadi kalau bentuk
dasarnya berupa akar atau morfem dasar (baik bebas maupun terikat). Dalam
proses afiksasi misalnya pengimbuhan prefik me- pada bentuk dasar beli
menjadi kata membeli; pada pengimbuhan prefiks ber- pada bentuk
dasar air menjadi berair; dan pada pengimbuhan se- pada
bentuk dasar kelas menjadi sekelas.
b.
Pembentukan setahap dalam prsoses Reduplikasi,
misalnya dasar rumah + pengulangan (p) menjadi rumah - rumahan;
dasar kecil + pengulangan (p) menjadi kecil – kecil; dan dasar bangun
pengulangan (p) menjadi bangun – bangun.
c.
Pembentukan setahap dalam proses Komposisi,
misalnya dasar sate + dasar ayam, menjadi sate ayam, dasar
terjun + dasar bebas menjadi terjun bebas; dan dasar merah
+ dasar jambu menjadi merah jambu
Pembentukan terjadi apabila dasar yang mengalami
proses Morfologi itu berupa bentuk polimorfemis yang sudah
menjadi kata (baik kata berimbuhan, kata berulang, maupun kata gabung). Misalnya,
kata berpakaian di bentuk dengan mengimbuhkan prefiks ber- pada dasar pakaian
(yang telebih dahulu terbentuk dari proses pengimbuhan sufiks –an
pada dasar pakaian).
Contoh:
Ber- + (pakai + an
)
berpakaian
Tafsiran kata
berpakaian di atas di dukung oleh makna gramatikal kata berpakaian yang
berarti “memakai pakaian” . prefiks ber- di imbuhkan
setelah sufiks –an diimbuhkan pada akar pakai.
Pembentukan bertahap banyak terjadi dalam
kombinasi proses antara afiksasi (A) dengan reduplikasi (R);
antara komposisi dengan afiksasi; antara komposisi dengan komposisi
(K); antara komposisi dengan afiksasi; antara komposisi dengan reduplikasi.
Pembentukan
yang di mulai dengan proses afiksasi di lanjutkan dngan proses reduplikasi,
misalnya terjadi pada pembentukan kata berlari – larian. Mula-mula pada
akar lari di beri konfiks ber- an menjadi berlarian, setelah itu
kata berlarian diberi proses reduplikasi menjadi berlari –
larian.
Pembentukan kata yang di mulai dengan reduplikasi
di lanjutkan dengan afiksasi, misalnya, terjadi dalam pembentukan kata berlari
– lari. Yang pada kata lari di lakukan proses reduplikasi menjadi lari
– lari, setelah itu di beri proses pengimbuhan dengan prefiks
ber- menjadi berlari – lari
Contoh:
Lari + reduplikasi
lari – lari + ber-
berlari –lari
Tafsiran kata berlari
– lari tersebut di dukung oleh makna gramatikal yang menyatakan
makna “melakukan lari – lari”, sedangkan makna berlari – larian
yang menyatakan “banyak yang berlarian”.
Pembentukan kata yang di mulai dengan
proses komposisi, di lanjutkan dengan proses komposisi lagi,
misalnya terjadi dalam pembentukan kata kereta api ekspres. Yang mula –
mula akar kereta di gabungkan dengan akar api menjadi bentuk kereta
api. Setelah itu di gabungkan pula dengan akar ekspres sehigga
menjadi kereta api ekspres. Bentuk kereta api ekspres dapat di bentuk
lagi dengan menggabungkan akar malam sehingga menjadi bentuk kereta
api ekspres malam.
Pembentukan kata yang di mulai dengan proses
komposisi di lanjutkan dengan proses afiksasi, misalnya dalam
proses terjadinya kata berjual beli. Pada akar jual di gabungkan akar
beli, sehingga menjadi jual beli setelah itu di lanjutkan dengan
pengimbuhan prefiks ber- sehingga menjadi berjual beli.
Contoh:
Jual + beli
jual beli + ber
berjual beli
Tafsiran
proses kata berjual beli didukung oleh makna gramatikalnya yang
menyatakan ”melakukan jual beli”.
d.
Pembentukan kata yang prosesnya
melalui bentuk perantara adalah seperti terjadi dalam proses pembentukan kata
pengajar. Secara kasat mata bentuk pengajar tampaknya di bentuk dari
dasar berupa akar ajar yang diberi proses prefiksasim pe-. Namun,
sebenarnya proses itu tejadi melalui bentuk kata mengajar sebab
makna gramatikal pengajar adalah ‘yang mengajar’. Seperti dikatakan
Kridalaksana (1989) bahwa proses pembentukan nomina terjadi setelah pembentukan
verba. Jadi, proses pembentukan nomina pelajar terjadi setelah proses
pembentukan verba mengajar. Ini tampak dari makna gramatikal pelajar
yaitu ‘yang belajar’.
Begitu juga
pada nomina pengarajan yang dibentuk melalui verba mengajar,
sebaab makna gramatikal adalah ‘hal/proses mengajar’. Bentuk ajaran juga
terjadi melalui verba mengajar sebab makna gramatikalnya adalah ‘hasil
mengajar’.
F. Bentuk Inflektif dan Bentuk
Derifatif
Seperti kita
ketahui dalam bahasa – bahasa fleksi, seperti bahasa arab, bahasa latin, dan
bahasa itali, ada pembentukan kata secara inflektif dan secara derivatif. Dalam
pembentukan kata inflektif identitas leksikal kata yang dihasilkan sama dengan
identitas leksikal bentuk dasarnya. Sebaiknya dalam proses pembentukan
derivatif identitas bentuk yang dihasilkan tidak sama dengan identitas leksikal
bentuk dasarnya.
Jadi pembentukan kata inggris dari dasar write
menjadi writes adalah pembentukan kata inflektif ,karena baik write
maupun writes adalah sama – sama verba; tetapi pembentukan kata dari write
menjadi writer adalah pembentukan derivatif, sebab bentuk write
berkatagori verba, sedangkan write berkatagori nomina.
Kasus inflektif dalam bahasa indonesia hanya terjadi
dalam pembentukan verba transitif, yaitu dengan prefiks me- untuk verba
transitif aktif, dengan prefiks di- untuk verba transitif pasif
tindakan, dengan perfiks ter- untuk verba transitif pasif keadaan, dan
dengan prefiks zero untuk verba imperatif. Bentuk dasarnya dapat berupa:
(1) Pangkal verba akar yang
memiliki komponen makana [ + sasaran ], seperti akar baca, beli, dan
tulis.
(2) Pangkal bersufiks –kan,
seperti selipkan, daratan, dan lewatkan.
(3) Pangkal bersufiks –i,
seperti, tangisi, lalui, dan nasihati.
(4) Pangkal berprefiks per-
seperti, perpanjang, perluas, pertingi.
(5) Pangkal berkonfiks per-kan seperti, persembahkan,
pertemukan, dan pertukarkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses
morfologi ialah proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang merupakan
bentuk dasarnya. Bentuk dasarnya itu mungkin berupa kata, seperti pada kata
terjauh yang dibentuk dari kata jauh, kata menggergaji yang dibentuk dari kata
gergaji. Rumah-rumah yang dibentuk dari kata rumah, kata berjalan-jalan yang
dibentuk dari kata berjalan, mungkin berupa pokok kata, misalnya bertemu yang
dibentuk dari pokok kata temu. Dari uraian diatas jelaslah bahwa dalam bahasa
Indonesia terdapat beberapa proses morfologik diantaranya pembubuhan afiks,
proses pengulangan, proses komposisi, proses akronimisasi, dan konversi.
Dengan
ringkas dapatlah dikatakan bahwa morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang
membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan
bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi
perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi
semantik. Dari berbagai batasan tentang morfologi yang dikemukakan oleh
ahli-ahli bahasa pada pembahasan dapat disimpulkan bahwa morfologi adalah
bidang linguistik yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi
perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi
semantik.
B. Saran
Menyadari
bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih
fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber –
sumber yang lebih banyak dan tentunya dapat dipertanggung jawabkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineke Cipta
Ramlan, M..
1987. Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: CV. Karyono
Arifin,
Zaenal dan Junaiyah. 2007. Morfologi: Bentuk, Makna, dan Fungsi. Jakarta:
Gramedia
Abdullah,
Alek dan Achmad. 2013. Linguistik Umum. JMakalah Proses Morfologi - YayuHidayahakarta: Penerbit Erlangga