Thursday, March 17, 2022

RESUME BUKU PENDIDIKAN KARAKTER MENJAWAB TANTANGAN KRISIS MULTIDIMENSIONAL

RESUME BUKU


Identitas Buku

Judul: Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional

Pengaran: Masnur Muslich

Tahun Terbit: 2013

Penerbit: PT. Bumi Aksara

Kota Terbit: Jakarta

Halaman: xiv + 224

ISBN: 978-602-217-042-6


BAB I

ADA APA DENGAN PENDIDIKAN KARAKTER?

Pendidikan karakter adalah suatu hal yang saat ini ditekankan dalam pendidikan di Indonesia. Nah dalam saya muncul berbagai pertanyaan tentang pendidikan karakter. Diantaranya yaitu Mengapa perlu pendidikan karakter? Apakah ”karakter” dapat dididikkan? Karakter apa yang perlu dididikkan? Bagaimana mendidikkan aspek-aspek karakter secara efektif? Bagaimana mengukur keberhasilan sebuah pendidikan karakter? Siapa yang harus melakukan pendidikan karakter? 

Pertanyaan-pertanyaan tersebut kembali diperkuat oleh kebijakan yang menjadikan pendidikan karakter sebagai ”program” pendidikan nasional di Indonesia terutama dalam Kementerian Pendidikan Nasional Kabinet Indonesia Bersatu II. ”Pendidikan karakter” bukanlah hal baru dalam sistem pendidikan nasional Indonesia. Untuk menjawab semua tentang pendidikan karakter mari kita bahas satu persatu.

1. Mengapa perlu pendidikan karakter?

Ada beberapa penamaan nomenklatur untuk merujuk kepada kajian pembentukan karakter peserta didik, tergantung kepada aspek penekanannya. Di antaranya yang umum dikenal ialah: Pendidikan Moral, Pendidikan Nilai, Pendidikan Relijius, Pendidikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Karakter itu sendiri. Masing-masing penamaan kadang-kadang digunakan secara saling bertukaran (inter-exchanging), misal pendidikan karakter juga merupakan pendidikan nilai atau pendidikan relijius itu sendiri (Kirschenbaum, 2000).

Sepanjang sejarahnya, di seluruh dunia ini, pendidikan pada hakekatnya memiliki dua tujuan, yaitu membantu manusia untuk menjadi cerdas dan pintar (smart), dan membantu mereka menjadi manusia yang baik (good). Menjadikan manusia cerdas dan pintar, boleh jadi mudah melakukannya, tetapi menjadikan manusia agar menjadi orang yang baik dan bijak, tampaknya jauh lebih sulit atau bahkan sangat sulit. Dengan demikian, sangat wajar apabila dikatakan bahwa problem moral merupakan persoalan akut atau penyakit kronis yang mengiringi kehidupan manusia kapan dan di mana pun.

Kenyataan tentang akutnya problem moral inilah yang kemudian menempatkan pentingnya penyelengaraan pendidikan karakter. Sebagai kajian akademik, pendidikan karakter tentu saja perlu memuat syarat-syarat keilmiahan akademik seperti dalam konten (isi), pendekatan dan metode kajian. Di sejumlah negara maju, seperti Amerika Serikat terdapat pusat-pusat kajian pendidikan karakter (Character Education Partnership; International Center for Character Education). Pendidikan karakter berkembang dengan pendekatan kajian multidisipliner: psikologi, filsafat moral/etika, hukum, sastra/humaniora.

Sebagai aspek kepribadian, karakter merupakan cerminan dari kepribadian secara utuh dari seseorang: mentalitas, sikap dan perilaku. Pendidikan karakter semacam ini lebih tepat sebagai pendidikan budi pekerti. Pembelajaran tentang tata-krama, sopan santun, dan adat-istiadat, menjadikan pendidikan karakter semacam ini lebih menekankan kepada perilaku-perilaku aktual tentang bagaimana seseorang dapat disebut berkepribadian baik atau tidak baik berdasarkan norma-norma yang bersifat kontekstual dan kultural.

Menurunnya kualitas moral dalam kehidupan manusia Indonesia dewasa ini, terutama di kalangan siswa, menuntut deselenggarakannya pendidikan karakter. Sekolah dituntut untuk memainkan peran dan tanggungjawabnya untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai yang baik dan membantu para siswa membentuk dan membangun karakter mereka dengan nilai-nilai yang baik. Pendidikan karakter diarahkan untuk memberikan tekanan pada nilai-nilai tertentu seperti rasa hormat, tanggungjawab, jujur, peduli, dan adil dan membantu siswa untuk memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan mereka sendiri.

2. Pengertian Pendidikan Karakter

Kata character berasal dari bahasa Yunani charassein, yang berarti to engrave (melukis, menggambar), seperti orang yang melukis kertas, memahat batu atau metal. Berakar dari pengertian yang seperti itu, character kemudian diartikan sebagai tanda atau ciri yang khusus, dan karenanya melahirkan sutu pandangan bahwa karakter adalah pola perilaku yang bersifat individual, keadaan moral seseorang?. Setelah melewati tahap anak-anak, seseorang memiliki karakter, cara yang dapat diramalkan bahwa karakter seseorang berkaitan dengan perilaku yang ada di sekitar dirinya (Kevin Ryan, 1999: 5).

Lebih lanjut Williams (2000) menjelaskan bahwa makna dari pengertian pendidikan karakter tersebut awalnya digunakan oleh National Commission on Character Education (di Amerika) sebagai suatu istilah payung yang meliputi berbagai pendekatan, filosofi, dan program. Pemecahan masalah, pembuatan keputusan, penyelesaian konflik  merupakan aspek yang penting dari pengembangan karakter moral. Oleh karena itu, di dalam pendidikan karakter semestinya memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengalami sifat-sifat tersebut secara langsung.

3. Bagaimana Mendidik Aspek Karakter?

Pendidikan bukan sekedar berfungsi sebagai media untuk mengembangkan kemampuan semata, melainkan juga berfungsi untuk membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermatabat. Dari hal ini maka sebenarnya pendidikan watak (karakter) tidak bisa ditinggalkan dalam berfungsinya pendidikan. Oleh karena itu, sebagai fungsi yang melekat pada keberadaan pendidikan nasional untuk membentuk watak dan peradaban bangsa, pendidikan karakter merupakan manifestasi dari peran tersebut. Untuk itu, pendidikan karakter menjadi tugas dari semua pihak yang terlibat dalam usaha pendidikan (pendidik).


Otten (2000) menyatakan bahwa pendidikan karakter yang diintegrasikan ke dalam seluruh masyarakat sekolah sebagai suatu strategi untuk membantu mengingatkan kembali siswa untuk berhubungan dengan konflik, menjaga siswa untuk tetap selalu siaga dalam lingkungan pendidikan, dan menginvestasikan kembali masyarakat untuk berpartisipasi aktif sebagai warga negara.

4. Peran Konselor dalam Pendidikan Karakter di Sekolah

Jika pendidikan karakter diselenggarakan di sekolah maka konselor sekolah akan menjadi pioner dan sekaligus koordinator program tersebut. Hal itu karena konselor sekolah yang memang secara khusus memiliki tugas untuk membantu siswa mengembangkan kepedulian sosial dan masalah-masalah kesehatan mental, dengan demikian konselor sekolah harus sangat akrab dengan program pendidikan karakter.

Konselor sekolah harus mampu melibatkan semua pemangku kepentingan (siswa, guru bidang studi, orang tua, kepala sekolah) di dalam mensukseskan pelaksanaan programnya. Mulai dari program pelayanan dasar yang berupa rancangan kurikulum bimbingan yang berisi materi tentang pendidikan karakter, seperti kerja sama, keberagaman, kejujuran, menangani kecemasan, membantu orang lain, persahabatan, cara belajar, menejemen konflik, pencegahan penggunaan narkotika, dan sebagainya. Program perencanaan individual berupa kemampuan untuk membuat pilihan, pembuatan keputusan, dan seterusnya. Program pelayanan responsif yang antara lain berupa kegiatan konseling individu, konseling kelompok.



BAB II

PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER

Pendidikan karakter adalah pendidikan yang sangat penting bagi kita terutama bagi anak-anak yang masih dalam dunia pendidikan, karena pendidikan karakter dalam dunia pendidikan ini dijadikan sebagai wadah atau proses untuk membentuk pribadi anak agar menjadi pribadi yang baik. Sebagai tenaga pendidik seorang guru juga perlu memberikan contoh perilaku yang baik kepada peserta didik, karena perilaku guru merupakan teladan bagi anak didik. Dalam dunia pendidikan memang pendidikan karakter sangat di butuhkan oleh peserta didik untuk membentuk pribadi yang baik, bijaksana, jujur, bertanggung jawab, dan bisa menghormati orang lain.

Pendidikan karater adalah pendidikan yang dilakukan untuk membentuk kepribadian seseorang agar menjadi pribadi yang baik. Dalam dunia pendidikan, pendidikan karakter memang sangat penting bagi peserta didik, untuk bekal mereka ketika sudah bekerja ataupun terjun di dunia politik, dalam dunia politik banyak sekali anggota-angkota DPR, KPU, KY, dan sebagainya yang terjerat dalam kasus korupsi, dengan adanya hal demikian maka bagi pendidik perlu membentuk kepribadian peserta didik mulai sejak dini agar menjadi pribadi yang baik. Tetapi pada kenyataanya pendidikan sekarang ini terlalu berorientasi pada pengembangan otak kiri dan kurang memperhatikan perkembangan otak kanan. 

Proses belajar juga berlangsung secara pasif dan kaku sehingga peserta didik menjadi jenuh bahkan ada juga yang tidur di dalam kelas. Pendidikan yang berkaitan dengan pendidikan karakter (seperti budi pekerti, dan agama) ternyata pada prakteknya lebih menekankan pada aspek otak kiri (hafalan, hanya sekedar tahu). Secara tidak langsung pendidikan yang seperti ini telah membunuh karakter anak bangsa sehingga menjadi tidak kreatif. Dengan adanya hal demikian kita sebagai calon pendidik bisa merubah pendidikan sekarang ini munuju pendidikan yang bermutu yang tidak hanya mengedepankan aspek kognitif saja tetapi juga harus memperhatikan sikap afektif dan psikomotoriknya juga. Ketika kita bisa melakukan hal tersebut maka pendidikan yang sekarang ini akan bisa menumbuhkan jiwa-jiwa yang berkarakter tinggi dan berpengetahuan luas, 

Pendidikan dengan model pendidikan seperti ini berorientasi pada pembentukan anak sebagai manusia yang utuh, dan pendidikan yang, padahal pendidikan yang di tuntut saat ini adalah pembelajaran yang berpusat pada aktivitas peserta didik (Student Centris) dalam suasana yang lebih demokratis, adil, manusiawi, menyenangkan, membangkitkan minat belajar, merangsang timbulnya inspirasi, imajinasi, kreasi, inovatif dan semangat hidup. Dengan demikian secara tidak langsung pendidik yang hanya mengedepankan aspek kognitif saja sudah membunuh karakter anak. Dengan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik akan menjadikan kualitas peserta didik menjadiunggul tidak hanya dalam aspek kognitif, namun juga dalam karakternya. Anak yang unggul dalam karakter akan mampu menghadapi persoalan dan tantangan dalam hidupnya.


BAB III

HAKIKAT DAN TUJUAN PENDIDIKAN KARAKTER

A. Hakikat Pendidikan Karakter

Wynne (1991) mengemukakan baha karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “ to mark” (menandai) danmemfokuskan ada bagaimana menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata atau perilaku sehari-hari. Oleh sebab itu, seseorang yang berperilaku tidak jujur, curang, kejam dan rakus dikataka orang ang memliki karakter jelek, sedangkan yang berperilaku baik, jujur, dan suka menolong dikatakan sebagai orang yang memiliki karakter baik/mulia.

Sejalan dengan pendapat tersebut, Dirjen Pendidikan Agama islam Kementrian Agama republik Indonesia (2010) mengemukakan bahwa karakter (character) dapat diartikan sebagai totalitas ciri-ciri pribadi yang melekat dan dapat diidentifikasikan pada perilaku individu yang bersifat unik,dalam arti secara khusus ciri-ciri ini membedakan antara satu individu dengan yang lainnya. Karena ciri-ciri tersebut dpat diidentifikasikan pada perilaku individu dan bersifat unik, maka karakter sangat dekat dengan kepribadian individu. Dengan demikian, istilah karakter berkaitan erat dengan personality (kepribadian) seseorang, sehingga ia bisa disebut orang yang berkarakter (a person of character) jika perilakunya sesuai dengan etika atau kaidah moral. Meskipun demikian, kebiasaan berbuat baik tidak selalu menjamin seseorang yang telah terbiasa secara sadar menghargai pentingnya nilai-nilai karakter.

Megawangi pencetus pendidikan karakter di Indonesia telah menyusun 9 pilar karakter mulia yang selayaknya dijadikan acuan dalam pendidikan berkarakter, baik sekolah maupun diluar sekolah, yaitu sebagai berikut.

1.      Cinta Allah dan kebenaran

2.      Tanggung jawab, disiplin, dan mandiri

3.      Amanah

4.      Hormat dan santun

5.      Kasih sayang, peduli dan kerja sama

6.      Percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah

7.      Adil dan berjiwa kepemimpinan

8.      Baik dan rendah hati

9.      Toleran dan cinta damai


B.     Pendidikan Karakter Bangsa

Di indonesia, pendidikan karekter bangsa sebenarnya telah berlangsung lama, jauh sebelum indonesia merdeka. Pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta didik yang meliputi komponen: kesadaran, pemahaman, kepedulian, dan komitmen yang tinggi untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Allah SWT, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun masyarakat dan bangsa secara keseluruhan, sehingga menjadi manusia sempurna sesuai dengan kodratnya.

Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam seluruh pembelajaran pada setiap bidang study yang terdapat dalam kurikulum. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap bidang studi perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dan dihubungkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pendidikan nilai, dan pembentukan karakter tidak hanya dilakukan pada tataran kognitif, tetapi menyentuh internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Kegiatan pengembangan diri peserta didik yang selama ini diselenggarakan sekolah/madrasah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan diri peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/madrasah. Melalui kegiatan ekstrakurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab , serta potensi, kompetensi dan prestasi peserta didik.

C.    Tujuan Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan. Melalui pendidika dan menggunakan penegtahuannya, mengkaji dan menginternasialisasikan serta mempersonalisasikan nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.

Pendidikan karakter pada tingkat satuan pendidikan mengarah pada pembentukkan budaya sekolah/madrasah,yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan sehari-hari, serta simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah/madrasah, dan masyarakat sekitarnya. Budaya sekolah/madrasah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah/madrasah tersebut di mata masyarakat luas.


BAB IV

ANEKA PENDEKATAN PENDIDIKAN KARAKTER

A. Pendekatan Penanaman Nilai

        Pendekatan penanaman nilai adalah suatu pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa. Menurut pendekatan ini,tujuan pendidikan nilai adalah diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh siswa dan berubahnya nilai-nilai siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang diinginkan.

B. Pendekatan Perkembangan Kognitif

        Dikatakan pendekatan perkembangan kognitif karena karakteristiknya memberikan penekanan pada ospek kognitif dan perkembangannya.Ada tujuan utama yang diinginkan oleh pendekatan ini yatu:

1. Membantu siswa dalam membuat pertimbangan moral yang lebih baik kompleks berdasarkan kepada nilai yang lebih tinggi.

2. Mendorong siswa untuk mendiskusikan alasan-alasannya ketika memilih nilai dan posisinya dalam suatu masalah moral.

C. Pendekatan Analisis Nilai

        Pendekatan analisis nilai adalah memberikan penekanan pada penekanan pada perkembangan kemampuan siswa untuk berfikir logis,dengan cara menganalisis masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial.Ada dua tujuan utama pendidikan moral menurutpendekatan ini yaitu:

1. Membantu siswa untuk berfikir logis dan penemuan ilmiah dalam menganalisis masalah-masalah sosial,yang berhubungan dengan nilai dan moral.

2. Membantu siswa untuk berfikr rasional dan analitik,dalam menhbungakan dan merumuskan konsep-konsep tentang nilai-nilai mereka.

D. Pendidikan Klarifikasi Nilai

Pendekatan klarifikasi ini adalah memberi penekanan pada usaha membantu siswa dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri,untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri. Menurut pendekatan ini tujuan pendidikan karakter ada tiga yaitu:

1. Membantu siswa agar menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendi serta nilai-nilai orang lain.

2. Membantu siswa agar mampu berkominikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain berhubungan dengan nilai-nilainya sendiri.

3. Membantu siswa agar mampu menggunakan secara bersama-sama kemampuan berfikir rasional dan kesadaran emosional,mampu memahami perasaan nilai-nilai dan pola tingkah laku mereka sendiri.

Untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam melakukan proses menilai tersebut,Raths,et.al.(1978) telah merumuskan empat pedoman sebagai kunci penting,yaitu sebagai berikut:

1.      Tumpan perhatian diberikan kepada kehidupan

2.      Penerimaan sesuai dengan apa adanya

3.      Stimulus untuk bertindak lebih lanjut

4.      Pengembangan kemampuan perseorangan.


E. Pendekatan Pembelajaran Berbuat

Pendekatan pembelajaran berbuat adalah menekankan pada usaha memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan perbuatan-perbuatan moral,baik secara perseorangan maupun secara bersama-sama dalam suatu kelompok. Superka,et.al(1976) menyimpulkan dua tujuan utama pendidikan moral berdasarkan pada pendekatan ini,yaitu:

1. Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan perbuatan moral,baik secara perseorangan maupun secara bersama-sama,berdasrkan nilai-nilai mereka sendiri.

2. Mendorong siswa agar untuk melihat diri mereka sendiri sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam pergaulan dengan sesama yang tidak memiliki kebebasan sepenuhnya ,melainkan sebagai warga dari suatu masyarakat,yang harus mengambil bagian dalam suatu proses demokrasi.

Program-program pendidikan moral sepatutnya menghasilkan warga negara yang aktif,yakni:

·         Kompetensi fisik

·         Kompetensi hubungan antarpribadi

·         Kompetensi kewarganegaraan

            


BAB V

CIRI DASAR, SASARAN, DAN BASIS DESAIN PENDIDIKAN KARAKTER

A. Ciri Dasar Pendidikan Karakter.

Menurut Foerster ada empat ciri dasar dalam Pendidikan Karakter yaitu. Pertama, keteraturan interior dimana setiap tindakan  diukur berdasarkan nilai hierarkie. Kedua, koherensi yang member keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang ambing pada situasi baru atau takut akan resiko. Koherensi adalah dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi meruntuhkan kredibilitas seseorang. Ketiga, otonomi. Disitu seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai – nilai bagi pribadi. Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna menginginkan apa yang dipandang baik, dan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.

Kematangan keempat karakter tersebut memungkinkan manusia melewati tahap individualitas menuju personalitas. Menurutnya orang-orang modern sering mencampuradukkan antara dua tersebut, antara independensi eksterior dan interior. Karakter inilah yang menentukan performa seorang pribadi dalam segala tindakannya.


B. Tiga Basis Desain Penerapan Pendidikan Karakter.

Pendidikan Karakter jika ingin efektif dan utuh harus menyertakan Tiga Basis Desain dalam pemrogramannya yaitu: Pertama, Pendidikan Karakter berbasis kelas. Desain ini berbasis pada relasi guru sebagai pendidik dan siswa sebagai pesrta didiknya, dan dilakukan dalam konteks pembelajaran. Kedua, desain Pendidikan Karakter berbasis kultur sekolah. Desain ini mencoba membangun kultur sekolah yang mampu membentuk karakter anak didik dengan batuan pranata sosial sekolah agar nilai tertentu terbentuk dalam diri siswa. Ketiga, desain Pendidikan Karakter dengan basis komunitas. Dalam mendidik, pihak sekolah tidak sendirian melainkan sosial diluar pun turut serta dalam pembentukan karakter seseorang. Misalnya keluarga, masyarakat umum dan negara.


BAB VI

STRATEGI PENDIDIKAN KARAKTER: BEBERAPA KASUS PENERAPAN

Pendidikan karakter dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan dan dapat berupa berbagai kegiatan yang dilakukan secara intra kurikuler maupun ekstra kurikuler.Kegiatan intra kurikuler terintegrasi ke dalam mata pelajaran, sedangkan kegiatan ekstra kurikuler dilakukan di luar jam pelajaran.Strategi dalam pendidikan karakter dapat dilakukan melalui sikap-sikap sebagai berikut.     

·      Keteladanan

·      Penanaman kedisiplinan

·      Pembiasaan

·      Menciptakan suasana yang konduksif

·      Integrasi dan internalisasi

·      Pembinaan. 


Dapat dikatakan bahwa keteladanan merupakan pendekatan pendidikan yang ampuh. Dalam lingkungan keluarga misalnya, orang tua yang diamanahi berupa anak-anak, maka harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anak.Orang tua harus bisa menjadi figur yang ideal bagi anak-anak dan harus menjadi panutan yang bisa mereka andalkan dalam mengarungi kehidupan ini. Jadi jika orang tuamenginginkan anak-anaknya rajin beribadah maka orang tua harus rajin beribadah pula, sehigga aktivitas itu akan terlihat oleh anak-anak. Akan sulit untuk melahirkan generasi yang taat pada agama jika kedua orang tuanya sering berbuat maksiat. Tidaklah mudah untuk menjadikan anak-anak yang gemar mencari ilmu, jika kedua orang tuanya lebih suka melihat televisi daripada membaca, dan akan terasa susah untuk membentuk anak yang mempunyai jiwa yang berkarakter.

Di samping itu, tanpa keteladanan, apa yang diajarkan kepada anak-anak akan hanya menjadi teori belaka, mereka seperti gudang ilmu yang berjalan namun tidak pernah merealisasikan dalam kehidupan. Yang lebih utama lagi, metode keteladanan ini dapat dilakukan setiap saat dan sepanjang waktu. Denganketeladanan apa saja yang disampaikan akan membekas dan strategi ini merupakan metode termurah dan tidak memerlukan tempat tertentu.

Keteladanan memiliki kontribusi yang sangat besar dalam mendidik karakter. Keteladanan guru dalam berbagai aktivitasnya akan menjadi cermin siswanya. Oleh karena itu, sosok guru yang bisa diteladani siswa sangat penting. Guru yang suka dan terbiasa membaca dan meneliti, disiplin, ramah, berakhlak misalnya akan menjadi teladan yang baik bagi siswa, demikian juga sebaliknya. Sebagaimana telah dikemukakan, yang menjadi persoalan adalah bagaimana menjadi sosok guru yang bisa diteladani, karena agar bisa diteladani dibutuhkan berbagai upaya agar seorang guru memenuhi standar kelayakan tertentu sehingga ia memang patut dicontoh siswanya. Memberi contoh atau memberi teladan merupakan suatu tindakan yang mudah dilakukan guru, tetapiuntuk menjadi contoh atau menjadi teladan tidaklah mudah.

Keteladanan lebih mengedepankan aspek perilaku dalam bentuk tindakan nyata daripada sekedar berbicara tanpa aksi.Apalagi didukung oleh suasana yang memungkinkan anak melakukannya ke arah hal itu.Tatkala tiba waktu shalat, maka seluruh anggota keluarga menyiapkan diri untuk shalat.Tak ada satu orang pun yang masih santai dan tidak menghiraukan seruan untuk shalat.Kalau ada anggota keluarga yang tidak bisa memenuhi segera seruan tersebut atau berhalangan, maka hal itu harus dijelaskan kepada anak, sehingga anak memahami sebagai hal yang dimaklumi.

Ada sebagian guru yang menemui kesulitan dalam menerapkan strategi keteladanan, karena perilaku guru belum bisa diteladani.Misalnya, guru meminta siswanya untuk rajin membaca, tetapi guru tidak memiliki kebiasaan membaca. Guru meminta murid agar rajin beribadah, tetapi guru tidak terbiasa rajin beribadah. Inilah persoalan utama yang dihadapi guru dalam menerapkan strategi keteladanan, karena modal meneladani siswa adalah guru harus melakukannya lebih dahulu.

Faktor penting dalam mendidik adalah terletak pada "Keteladanannya". Keteladanan yang bersifat multidimensi, yakni keteladanan dalam berbagai aspek kehidupan. Keteladanan bukan hanya sekadar memberikan contoh dalam melakukan sesuatu, tetapi juga menyangkut berbagai hal yang dapat diteladani, termasuk kebiasaan-kebiasaan yang baik merupakan contoh bentukketeladanan. Setidak-tidaknya ada tiga unsur agar seseorang dapat diteladani atau menjadi teladan, yaitu:   

a. Kesiapan Untuk Dinilai dan Dievaluasi.          

Kesiapan untuk dinilai berarti adanya kesiapan menjadi cermin bagi dirinya maupun orang lain. Kondisi ini akan berdampak pada kehidupan sosial di masyarakat, karena ucapan, sikap, dan perilakunya menjadi sorotan dan teladan.

b. Memiliki Kompetensi Minimal 

Seseorang akan dapat menjadi teladan jika memiliki ucapan, sikap, dan perilaku yang layak untuk diteladani. Oleh karena itu, kompetensi yang dimaksud adalah kondisi minimal ucapan, sikap, dan perilaku yang harus dimiliki seorang guru sehingga dapat dijadikan cermin bagi dirinya maupun orang lain. Demikian juga bagi seorang guru, kompetensi minimal sebagai guru harus dimiliki agar dapat menumbuhkan dan menciptakan keteladanan, terutama bagi peserta didiknya.        

c. Memiliki Integritas Moral

Integritas moral adalah adanya kesamaan antara ucapan dan tindakan atau satunya kata dan perbuatan.lnti dari integritas moral adalah terletak pada kualitas istiqomahnya. Sebagai pengejawantahan istiqomah adalah berupa komitmen dan konsistensi terhadap profesi yang diembannya.


No comments:

Post a Comment