BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam
bidang linguistik kita kenal adanya ancangan linguistik struktural. Linguis
yang menganut aliran ini dalam pengkajiannya tentang bahasa ternyata tidak
memiliki kesamaan dalam tata kerjanya. Para linguis yang menganut atau mengembangkan
strukturalisme Bloomfield menggunakan tata kerja taksonomis: tuturan dianggap
sebagai wujud pengalaman kejiwaan yang dipenggal‑penggal dari satuan-satuan yang
terbesar menjadi yang terkecil; dari kalimat-frasa-kata-morfem-fonem-bunyi
bahasa. Seseorang
yang menguasai banyak kosakata dapat menyampaikan gagasannya dengan baik. Kekayaan
kosakata seseorang secara umum dianggap merupakan gambaran dari intelejensinya
atau tingkat pendidikannya.
Leksikon
merupakan bagian dari kebudayaan. Setiap kebudayaan terdiri atas sistem
kategorisasi. Kata sebagai satuan sentral dalam bahasa ditandai oleh adanya
mobilitas sintagmatisnya; maksudnya dalam hubungannya dengan kata lain secara
linier, kata itu akan memperlihatkan (1) kata itu dapat dipisahkan dari kata
yang lain, (2) dapat dibalikkan urutannya, (3) dapat digantian posisisnya oleh
kata yang lain (4) dapat disolasikan, dengan intonasi tertentu dapat dipakai
sebagai kalimat. Dengan, demikian, dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut
mengenai leksikon.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang penulisan tersebut di
atas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut:
1.
Bagaimana hakikat dari leksikon?
2.
Apa saja satuan dari leksikon?
3.
Apa saja ragam-ragam dari leksikon?
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang
ingin dicapai pada penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui hakikat dari leksikon.
2.
Untuk mengetahui satuan dari leksikon.
3.
Untuk mengetahui ragam-ragam dari leksikon.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat
Leksikon
Leksikon berasal dari
bahasa Yunani yakni, lexikÏŒn atau lexikÏŒs yang berarti kata, ucapan, atau cara bicara. Istilah leksikon lazim
digunakan untuk mewadahi konsep kumpulan leksem dari suatu bahasa, baik
kumpulan secara keseluruhan, maupun secara sebagian (Chaer, 2007: 2-6). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa leksikon adalah kekayaan kata yang dimiliki
suatu bahasa; komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan
pemakaian kata dalam bahasa. Kalau leksikon disamakan dengan
kosakata atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat disamakan dengan kata.
Dengan demikian, makna leksikal dapat diartikan dengan sebagai makna yang
bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Makna leksikal dapat
juga diartikan makna yang sesuai dengan acuannya, makna yang sesuai
dengan hasil observasi panca indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam
kehidupan kita.
Dalam semantik leksikal diselidiki
makna yang ada pada leksem-leksem dari bahasa tersebut. Oleh karena itu, makna
yang ada pada leksem-leksem itu disebut makna leksikal. Leksem adalah
istilah-istilah yang lazim digunakan dalam studi semantik untuk menyebutkan
satuan bahasa bermakna. Istilah leksem ini kurang lebih dapat dipadankan dengan
istilah kata yang lazim digunakan dalam studi morfologi dan sintaksis
dan yang lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal bebas terkecil.
Leksem dapat berupa kata, dapat juga
berupa gabungan kata. Kumpulan dari leksem suatu bahasa disebut leksikon,
sedangkan kumpulan kata-kata dari suatu bahasa disebut leksikon atau kosa kata.
Kajian terhadap leksikon mencakup
apa yang dimaksud dengan kata, strukturisasi kosakata, penggunaan dan
penyimpanan kata, pembelajaran kata, sejarah dan evolusi kata (etimologi),
hubungan antarkata, serta proses pembentukan kata pada suatu bahasa. dalam
penggunaan sehari-hari, leksikon dianggap sebagai sinonim kamus atau kosakata.
Kosakata adalah himpunan
kata
yang diketahui oleh seseorang atau entitas lain, atau merupakan bagian dari
suatu bahasa
tertentu. Kosakata seseorang didefinisikan sebagai himpunan semua kata-kata
yang dimengerti oleh orang tersebut atau semua kata-kata yang kemungkinan akan
digunakan oleh orang tersebut untuk menyusun kalimat
baru. Kekayaan kosakata seseorang secara umum dianggap merupakan gambaran dari intelejensia
atau tingkat pendidikannya. Penambahan kosakata
seseorang secara umum dianggap merupakan bagian penting, baik dari proses pembelajaran
suatu bahasa ataupun pengembangan kemampuan seseorang dalam suatu bahasa yang
sudah dikuasai. Murid
sekolah
sering diajarkan kata-kata baru sebagai bagian dari mata pelajaran
tertentu dan banyak pula orang dewasa
yang menganggap pembentukan kosakata sebagai suatu kegiatan yang menarik dan
edukatif.
Dalam semantik leksikal diselidiki
makna yang ada pada leksem-leksem dari bahasa tersebut. Oleh karena itu, makna
yang ada pada leksem-leksem itu disebut makna leksikal. Leksem adalah
istilah-istilah yang lazim digunakan dalam studi semantik untuk menyebutkan
satuan bahasa bermakna. Istilah leksem ini kurang lebih dapat dipadankan dengan
istilah kata yang lazim digunakan dalam studi morfologi dan sintaksis
dan yang lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal bebas terkecil. Leksem
dapat berupa kata, dapat juga berupa gabungan kata. Kumpulan dari leksem suatu
bahasa disebut leksikon, sedangkan kumpulan kata-kata dari suatu bahasa disebut
leksikon atau kosa kata.
B.
Satuan
Leksikon
Satuan dari leksikon adalah leksem,
yaitu satuan kata yang bemakna (Chaer, 2002: 60). Adapun pembentukan satuan
dalam leksikal yaitu:
a.
Perkembangan Dalam Bidang Ilmu dan Teknologi
1. Kata kapal yang pada awalnya
hanya ‘alat pengangkutan di laut’ telah berubah menjadi ‘alat angkut di laut
dan udara’ dengan sebutan kapal laut dan kapal terbang.
Contoh:
– Kapal
laut itu akan berlayar menuju kepulauan Dabo Singkep.
– Perjalanannya
menuju ke Jakarta menggunakan kapal
terbang.
2. Kata kereta api yang pada makna
awalnya alat transportasi bergerak dengan tenaga uap dari proses
pembakaran.
b.
Perkembangan Sosial dan Budaya
1. Kata virus yang hanya
berhubungan dengan penyakit, sekarang
menjadi kata umum untuk
mengartikan semua yang mengganggu dan menghambat kelancaran pengerjaan sesuatu,
misalnya, virus komputer, virus masyarakat.
Contoh:
-Flash disk itu kemasukan virus
komputer sehingga data-data di dalamnya tidak bisa dibuka.
c.
Perbedaan Bidang Pemakaian
1. Kata menyetir yang berasal dari bidang
transportasi, kini banyak digunakan dalam bidang-bidang lain dengan makna
‘memgontrol’ seperti dalam kalimat berikut.
Contoh:
– Tugasnya
di perusahaan itu hanyalah menyetir pekerjaan- pekerjaan karyawan lainnya.
2. Kata memangkas yang berasal
dari bidang pertanian, kini banyak digunakan dalam bidang-bidang lain dengan
makna ‘memotong, mengurangi’ pada kalimat:
Contoh:
– Pak Danu memangkas rambut
Rino.
–
Penghematan listrik yang dilakukannya akhir-akhir ini bertujuan untuk memangkas
biaya rumah tangga.
3.
Kata menjahit yang berasal dari bidang konveksi, kini banyak
digunakan bidang-bidang lain dengan makna ‘melekatkan kembali sesuatu yang
sudah putus’ seperti dalam kalimat:
– Dokter menjahit perut ibu
yang baru melahirkan secara Caesar.
d.
Adanya Asosiasi
1. Kata hijau identik dengan
muda, belum berpengalaman .
Contoh:
– Jangan menyuruh daun hijau
untuk mengerjakan masalah serumit ini!
2. Perayaan 2 Mei maksudnya
perayaan hari Pendidikan Nasional.
Contoh:
– Anis
merayakan hari Pendidikan Nasional dengan mengikuti upacara di sekolahnya.
3. Kata kursi identik dengan
kedudukan dan jabatan.
Contoh:
– Perebutan kursi Presiden
diwarnai dengan kericuhan.
e. Pertukaran Tanggapan Indera (Sinestesia)
1. Pengalihan dari indera rasa ke
indera dengar.
Contoh:
– Gadis itu sedap dipandang
mata.
2. Pengalihan dari indera rasa ke
indera dengar.
Contoh:
– Dengarkan kritikan pedasnya.
3. Pengalihan dari indera raba ke indera
lihat.
Contoh:
– Dia menatap tajam matanya.
f. Perbedaan Tanggapan
1. Kata bunting mempunyai
nilai rasa lebih rendah daripada kata hamil.
Contoh:
– Kambing milik Pak
Rahmat bunting.
– Istrinya hamil
tiga bulan.
2. Kata perempuan mempunyai
nilai rasa lebih rendah daripada kata wanita.
Contoh:
– Perempuan
jalanan itu terlihat liar.
– Aku ingi menjadi wanita
karir.
g. Adanya Penyingkatan
1. Kata puskesmas sudah lazim digunakan
untuk menyebut Pusat Kesehatan Masyarakat.
Contoh:
– Lia pergi ke puskesmas
mengantarkan Doni.
2. Kata toserba sudah lazim digunakan
untuk menyebut Toko Serba Ada.
Contoh:
– Ibu pergi berbelanja ke
toserba.
h. Pengembangan Istilah
Contoh:
1. Kata Apel, mulanya bermakna
‘upacara’, tapi sekarang ada pengembangan istilah dikalangan remaja,apel yang
berarti ‘kunjungan ketempat pacar’.
2. Kata Bunga, makna sebenarnya ‘sejenis
tanaman’, tetapi menjadi unsur pembentuk istilah untuk makna ‘paling cantik’
pada istilah bunga desa.
3. Kata Meja hijau, makna
sebenarnya yaitu meja yang berwarna hijau, tetapi menjadi unsur pembentuk
istilah untuk makna ‘pengadilan’ seperti pada kalimat berikut ‘Perkara itu
dibawa ke meja hijau’
Adapun jenis perubahan pada leksikon
adalah sebagai berikut:
a. Meluas
1. Kata ibu yang pada mulanya
hanya bermakna ‘orang tua kandung perempuan’ kemudian maknanya berkembang
menjadi ’sebutan untuk para wanita yang sudah berkeluarga atau mempunyai
sifat-sifat keibuan’.
Contoh:
– Ibu mengundang Ibu Rahman
untuk menghadiri acara arisannya.
2. Kata bapak yang pada mulanya
hanya bermakna ‘orang tua laki-laki kandung’ kemudian maknanya berkembang
menjadi sebutan dan untuk menyapa orang laki-laki yang dihormati dan disegani.
Contoh:
– Kami akan berkunjung ke
rumah Bapak Lurah.
3. Kata pondok untuk tempat
tinggal sementara para petani di sawah dan lading telah diperluas maknanya
dengan makna ‘tempat tinggal’, misalnya, pondok pesantren, pemondokan
(rumah-rumah sewaan atau sementara bagi para mahasiswa/ karyawan, dsb), malah
terdapat kompleks perumahan mewah di Jakarta dengan nama Pondok Indah.
4. Kata taman yang pada mulanya
hanya bermakna ‘pekarangan rumah yang dihiasi bunga’ kemudian maknanya
berkembang menjadi ‘sebutan bagi tempat yang didominasi oleh kelompok yang
mendiaminya’, misalnya, taman kanak-kanak, taman Safari, taman bermain.
b. Menyempit
1. Kata ustadz yang pada mulanya
bermakna ‘orang yang terkemuka atau ahli di bidang keagamaan’ kemudian hanya
bermakna ‘orang /guru mengaji’.
Contoh:
– Arif
mengaji di rumah ustadz Jefri.
2. Kata presiden di Indonesia
sudah bermakna ‘kepala negara’, sedangkan makna umum kata presiden adalah
‘ketua’,”yang duduk di depan dalam sebuah organisasi”.
Contoh:
– Presiden Komisaris sebuah perusahaan.
c. Perubahan Total
Perubahan total adalah berubahnya
sama sekali makna sebuah kata dari makna asalnya (Chaer 1990: 147).
Contoh :
1. Kata Seni, bagi
masyarakat melayu kata seni lebih banyak dihubungkan dengan ‘air kencing’,
tetapi dalam bahasa Indonesia seni berarti ‘keahlian membuat karya yang
bermutu’.
2. Kata Rawan, dahulu kata rawan
selalu dihubungkan dengan ‘tulang’, menjadi tulang rawan juga bermakna
‘muda, lembut’, kini kata rawan sudah berubah maknanya, lebih dihubungkan
dengan makna ‘kekurangan’ misal rawan pangan juga dihubungkan dengan
makna ‘gangguan keamanan’ ,missal rawan perampokan.
3. Kata Pujangga, dahulu
bermakna ‘ular’, kemudian bermakna ‘sarjana’. Kini kata tersebut masih
digunakan, tetapi lebih banyak dihubungkan dengan ‘keahlian menciptakan roman,
novel, atau puisi’.
4. Kata Juru kunci,
dahulu bermakna ‘orang yang biasa memegang kunci tuan tanah atau pedagang besar
yang pekerjaannya menutup dan membuka gudang penyimpanan barang’. Kini juru
kunci berarti ‘regu yang tidak memperoleh peringkat dalam perlombaan atau
pertandingan’.
d. Penghalusan
1. Kata Idiot diganti dengan
kata atau ungkapan yang maknanya dianggap lebih halus yaitu keterbelakangan
mental.
Contoh:
– Mereka
yang mengalami keterbelakangan mental sebaiknya disekolahkan di Sekolah
Luar Biasa.
2. Kata tuli diganti dengan kata
atau ungkapan yang maknanya dianggap lebih halus yaitu tunarungu.
Contoh:
– Putrinya menderita tunarungu.
e. Pengasaran
1. Kata rakus dipakai untuk
mengganti kata serakah.
Contoh:
– Dia makan dengan rakusnya.
2. Kata sadis dipakai untuk mengganti
kata kejam.
Contoh:
– Pembunuhan itu
dilakukan secara sadis.
3. Kata mampus dipakai untuk
mengganti kata meninggal.
Contoh:
– Kucing itu mampus tertindas
truk.
C.
Ragam
Leksikon
Menurut Tarigan, Dj. (1994) jenis
kosakata dapat dikategorikan sebagai berikut ini.
a) Kosakata dasar
Kosakata dasar (basic
vocabularry) adalah kata-kata yang tidak mudah berubah atau sedikit sekali
kemungkinannya dipungut dari bahasa lain. Di bawah ini yang termasuk ke dalam
kosakata dasar yaitu:
1) Istilah kekerabatan, misalnya: ayah,
anak, nenek, kakek, paman, bibi, mertua, dan sebagainya.
2) Nama-nama bagian tubuh, misalnya:
kepala, rambut, lidah dan sebagainya.
3) Kata ganti (diri, petunjuk),
misalnya: saya, kamu, dia, kami, kita, mereka, ini, itu, sana, sini dan
sebagainya
4) Kata bilangan, misalnya: satu, dua,
sepuluh, seratus, sejuta, dan sebagainya.
5) Kata kerja, misalnya: makan, minum,
tidur, pergi, dan sebagainya.
6) Kata keadaan, misalnya: suka, duka,
lapar, haus, dan sebagainya.
7) Kosakata benda, misalnya: tanah,
udara, air, binatang, matahari, dan sebagainya.
b) Kosakata aktif dan
kosakata pasif
Kosakata aktif ialah kosakata yang
sering dipakai dalam berbicara atau menulis, sedangkan kosakata pasif ialah
kosakata yang jarang bahkan tidak pernah dipakai, tetapi biasanya digunakan
dalam istilah puitisasi. Sebagai contoh dapat tergambar dalam tabel di bawah
ini.
KOSAKATA AKTIF DAN PASIF
Kosakata Aktif
|
Kosakata Pasif
|
Bunga, kembang
Matahari
Angin
Hati
Jiwa
(zaman) dahulu
dsb.
|
Puspa, kusuma
Surya, mentari
Bayu, puwana
Kalbu
Sukma
Bahari
dsb.
|
c) Bentukan
kosakata baru
Kosakata baru ini muncul disebabkan
adanya sumber dalam dan sumber luar bahasa. Sumber dalam diartikan sebagai
kosakata swadaya bahasa Indonesia sendiri, sedangkan sumber luar merupakan
sumber yang berasal dari kata-kata bahasa lain. Kosakata sumber luar ini
meliputi pungutan dari bahasa daerah ataupun juga bahasa asing.
d) Kosakata umum
dan khusus
Kosakata umum adalah kosakata yang
sudah meluas ruang lingkup pemakaiannya dan dapat menaungi berbagai hal,
sedangkan kosakata khusus adalah kata tertentu, sempit, dan terbatas
dalam pemakaiannya.
e) Makna denotasi
dan konotasi
Kridalaksana (dalam Tarigan,
1994:531) memberi definisi mengenai makna denotasi yaitu kata atau kelompok
kata yang didasarkan pada penunjukkan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa
atau yang didasarkan atas konvensi tertentu, sifatnya objektif. Makna denotasi
ini biasa disebut juga dengan makna sebenarnya; makna yang mengacu pada suatu
referen tanpa ada makna embel-embel lain; bukan juga makna kiasan atau
perumpamaan. Makna denotasi ini tidak menimbulkan interpretasi dari pendengar
atau pembaca.
Makna konotasi adalah makna yang
timbul dari pendengar atau pembaca dalam menstimuli atau meresponnya. Dalam
merespon ini terkandung emosional dan evaluatif yang mengakibatkan munculnya
nilai rasa terhadap penggunaan atau pemakaian bahasa atau kata-kata tersebut.
Dalam pembagiannya, makna konotasi ini terbagi menjadi konotasi positif dan
konotasi negatif. Konotasi positif yaitu konotasi yang mengandung nilai ras
tinggi, baik, halus, sopan dan sebagainya. Misalnya: suami isteri, jenazah,
nenek dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud konotasi negatif adalah konotasi
yang mengandung nilai rasa rendah, jelek, kasar, kotor, porno, dan sebagainya.
Misal: laki bini, buruh, mayat, bunting, udik, dan sebagainya.
f) Kata tugas
Dalam Alwi (1999:287) mengatakan
bahwa kata tugas dapat bermakna apabila dirangkaikan dengan kata lain. Kata tugas
ini hanya memiliki arti gramatikal seperti ke, karena, dan, dari, dan
sebagainya.
g) Kata benda
(nomina)
Kata benda
atau nomina dapat diklasifikasikan ke dalam tiga segi, yaitu dari segi
semantis, sintaksis, dan segi bentuk. Secara semantis kata benda adalah kata
yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian. Secara
sintaksis biasanya diikuti oleh kata sifat dan dapat diikuti kata ‘bukan’.
Sedangkan dari segi bentuk morfologinya, kata benda terdiri atas nomina bentuk
dasar dan nomina turunan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Istilah leksikon lazim digunakan untuk mewadahi konsep kumpulan leksem
dari suatu bahasa, baik kumpulan secara keseluruhan, maupun secara sebagian
(Chaer, 2007: 2-6). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa leksikon adalah
kekayaan kata yang dimiliki suatu bahasa; komponen bahasa yang memuat semua
informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa. Kalau
leksikon disamakan dengan kosakata atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat
disamakan dengan kata.
Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan kata yang bemakna (Chaer,
2002: 60). Adapun pembentukan satuan dalam leksikal yaitu perkembangan
dalam bidang ilmu dan teknologi, perkembangan sosial dan budaya, perbedaan
bidang pemakaian, adanya asosiasi, pertukaran tanggapan indera (sinestesia), perbedaan
tanggapan, adanya penyingkatan, dan pengembangan istilah. Adapun jenis perubahan pada leksikon
yaitu meluas, menyempit, perubahan
total, penghalusan, dan pengasaran.
B.
Saran
Sebuah materi yang esensial diperlukan pemahaman khusus, jadi diharapkan
keseriusannya dalam materi ini dan rajin melatih diri untuk mempelajarinya agar
dapat memahaminya. Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang
makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan tentunya dapat
dipertanggungjawabkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi
Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Chaer, Abdul.
2013. Pengantar Semantik Bahasa
Indonesia. Jakarta: Rineke Cipta.
Gundar. 2014. Leksikal, leksikon, dan leksem. Diakses dari Internet, Mei 2016,
www.gundar.agarirs.com
Rahmadani,
Suci. 2015. Leksikon Bahasa Indonesia.
Diakses dari Internet, Mei 2016,
sucirahmadaniuir.blogspot.co.id