Showing posts with label MAKALAH BAHASA INDONESIA. Show all posts
Showing posts with label MAKALAH BAHASA INDONESIA. Show all posts

Thursday, March 17, 2022

MAKALAH APRESIASI PROSA FIKSI ANALISIS NOVEL CANTIK ITU LUKA MELALUI PENDEKATAN POSTKOLONIAL

MAKALAH APRESIASI PROSA FIKSI


ANALISIS NOVEL CANTIK ITU LUKA 

MELALUI PENDEKATAN POSTKOLONIAL







OLEH:

NURHIDAYAH
1551040039


KELAS C
PEND. BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR











BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Munculnya novel sejarah, khususnya sejarah kolonial, dilatarbelakangi berbagai hal. Pertama, sejarah kolonial adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, novel sejarah kolonial yang merupakan bagian dari refleksi realitas, seharusnya memang ada. Kolonial dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia berarti berkenaan dengan sifat-sifat penjajahan (Yasyin, 1997: 295). Indonesia merupakan bagian dari negara yang tidak lepas dari penjajahan beberapa negara Eropa dan Jepang. Kedua, novel sejarah kolonial, memunyai nilai lebih dibanding buku-buku sejarah yang sudah ada.

Adanya novel sejarah kolonial, diharapkan bisa menjadi referensi tambahan sebagai media penyampai ilmu pengetahuan sejarah kepada khalayak. Salah satu novel yang bisa dikategorikan dalam novel sejarah yang memusatkan perhatian pada isu kolonialisme adalah Cantik itu Luka karya Eka Kurniawan.

Novel Cantik Itu Luka bercerita tentang sakit hati Ma Gedik terhadap Ted Stammler. Permasalahannya tentang perempuan. Di era Belanda berkuasa, banyak laki-laki Belanda yang memunyai gundik. Ted Stammler menginginkan Ma Iyang sebagai gundiknya. Meskipun Ma Iyang mencintai Ma Gedik, tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya pasrah pada penguasa saat itu, yaitu orang-orang Belanda.

Kepasrahan orang-orang pribumi kepada pihak penjajah tersebut disebabkan oleh sistem hubungan hegemoni yang timbul. Sistem hegemoni memunculkan istilah dominasi dan subordinasi. Dari pola hubungan seperti itu kemudian terdapat gambaran-gambaran yang tidak menyenangkan mengenai pihak terjajah sebagai kelompok masyarakat barbar, tidak beradab, bodoh, aneh, mistis, dan tidak rasional, yang kemudian perlu dibimbing atau dipimpin.

Kemudian, dengan adanya kolonialisme itu, dampak yang timbul tidak hanya kerusakan pada material semata, tetapi juga degradasi mentalitas. Oleh karena itu, akibat-akibat yang dimaksudkan tidak berhenti serta merta setelah kolonisasi berakhir, melainkan terus berlangsung lama bahkan mungkin hingga puluhan atau ratusan tahun.

Selanjutnya, yang diperlukan untuk mengungkap akibat kolonialisme seperti yang terdapat dalam novel sejarah yang fokus pada isu kolonial, adalah dengan menganalisisnya menggunakan teori postkolonial. Teori postkolonial dapat didefinisikan sebagai teori kritis yang mencoba mengungkapkan akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kolonialisme (Ratna, 2008: 120).

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penulisan di atas, adapun rumusan masalah penulisan makalah ini yaitu:
1. Bagaimana pandangan terhadap novel Cantik Itu Luka berdasarkan pendekatan postkolonialisme?
2. Bagaimana pengaruh dominasi penjajah dalam novel Cantik Itu Luka?

1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai pada penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pandangan terhadap novel Cantik Itu Luka berdasarkan pendekatan postkolonialisme.
2. Untuk mengetahui pengaruh dominasi penjajah dalam novel Cantik Itu Luka.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Postkolonialisme
Postkolonialisme, dari akar kata “post” + kolonial + “isme,” secara harfiah berarti paham mengenai teori yang lahir sesudah zaman kolonial. Dasar semantik istilah ‘postkolonial’ tampaknya hanya berkaitan dengan kebudayaan-kebudayaan nasional setelah runtuhnya kekuasaan imperial. Dalam karya-karya sebelumnya, istilah postkolonial ini tak jarang juga digunakan untuk membedakan masa sebelum dan sesudah kemerdekaan (‘masa kolonial dan postkolonial’). Misalnya saja, dalam merekonstruksi sejarah-sejarah kesusastraan nasional atau memaparkan kajian-kajian perbandingan antar tahapan-tahapan dalam sejarah-sejarah tersebut. Secara umum, meski istilah ‘kolonial’ telah digunakan untuk menyebut masa prakemerdekaan dan sebagai istilah untuk menggambarkan karya-karya nasional, seperti ‘tulisan Kanada modern’ atau kesusastraan India Barat kontemporer, istilah tersebut juga dipakai untuk menyebut masa setelah kemerdekaan.

2.2. Sinopsis Novel Cantik Itu Luka

 
Judul : Cantik Itu Luka
Penulis : Eka Kurniawan
Penerbit         : Gramedia Pustaka utama
Tahun Terbit : 2012
Kota Terbit : Jakarta
Tebal : 490 halaman
ISBN : 9786020312583


Sore hari di akhir pekan bulan Maret, Dewi Ayu bangkit dari kuburnya setelah dua puluh tahun kematiannya. Sebelum kematiannya, dia melahirkan seorang gadis sangat buruk rupa yang ia beri nama Cantik. Bayi tersebut merupakan anak ke-empat, berbeda dengan ke-tiga kakaknya yaitu Alamanda, Adinda, Maya Dewi yang terlahir sebagai para gadis cantik dengan wajah perpaduan Jawa-Jepang-Belanda dan nasib yang sama hanya terletak pada ketidakpastian bapak dari ke-empat anak tersebut.

Dewi Ayu adalah seorang pelacur terkenal di sebuah kota kecil bernama Halimunda. Dia dilahirkan dari sepasang kakak adik yaitu Hendri Stammler dan Aneu Stammler. Ke-dua orang tua Dewi Ayu merupakan anak dari Ted Stammler dengan ibu yang berbeda. Aneu Stammler adalah anak dari hasil pergundikan Ted Stammler dengan Mak Iyang. Setelah kematian Mak Iyang karena terjun dari bukit, Aneu Stammler tinggal bersama Ted Stammler dan istri serta anaknya, Hendri Stemmler. Dari situ, Hendri dan Aneu Stemmler jatuh cinta hingga lahirlah Dewi Ayu.

Perjalanan Dewi Ayu dimulai dari pernikahannya dengan Ma Gedik yang mengejutkan banyak orang sampai Ma Gedik sendiri. Ma Gedik merupakan seorang bujang tua yang agak setengah sinting karena di tinggalkan kekasih hatinya, Mak Iyang. Dewi Ayu memutuskan untuk menikahi bekas pacar neneknya dengan dalih menebus dosa kakeknya yang telah merebut Ma Iyang. Namun, Dewi Ayu tidak mampu menggantikan Ma Iyang di hati Ma Gedik. Pernikahannya dengan Dewi Ayu malah justru membuat Ma Gedik semakin sinting hingga akhirnya dia bunuh diri dengan menerjunkan dirinya ke sebuah bukit samping bukit Ma Iyang. Sejak saat itu kehidupan Dewi Ayu menjadi semakin aneh karena ulah roh jahat Ma Gedik.

Jatuhnya Belanda atas kekuasaan Hindia-Belanda ke tangan Jepang menjadi awal mula Dewi Ayu mejadi pelacur. Dewi Ayu menjadi tahanan tentara Jepang karena pada saat itu Jepang menahan semua warga Hindia keturunan Belanda. Dewi Ayu bersama dua puluh gadis keturunan Belanda dibawa menuju rumah Mama Kalong yaitu rumah plesirn terbesar di Halimunda untuk melayani tentara-tetara Jepang. Berbeda dengan ke-19 gadis Belanda yang merasa ketakutan, Dewi Ayu adalah perempuan yang paling kuat dan menerima semua kondisi tersebut. Oleh karena itu, Dewi Ayu menjadi anak kesayangan Mama Kalong dan menjadi primadona semua laki-laki yang gila seks. Hampir semua laki-laki di Halimunda perna meniduri pelacur dengan julukan “Bercinta Sampai Mati”, termasuk menantu-menantunya yaitu Shodanco dan Maman Gendeng.

Anak pertama Dewi Ayu, Alamanda menikah dengan seorang pemimpin tentara Halimunda yang tidak ia sukai yaitu Shodanco, mereka dikaruniai anak bernama Nurul Aini. Sedangkan Adinda menikah dengan seorang  pemimpin partai komunis, Kamered Kliwon. Mereka dikaruniai anak laki-laki yang sangat tampan bernama krisan. Dewi Ayu menikahkan anak ke-tiganya, Maya Dewi dengan mantan pacarnya yaitu Maman Gendeng. Kemudian dikaruniai anak gadis yang sangat cantik bernama Rangganis si Cantik. Ketiga cucu Dewi Ayu bersahabat baik, mereka sering bermain dan pergi bersama, sampai akhirnya Krisan mencintai Nurul Aini. Rengganis yang cantik dan molek sehingga mampu menggoda birahi semua laki-laki, tak terkecuai Krisan. Dia menyetubuhi Rengganis di WC sekolahnya sampai akhirnya Rengganis hamil dan mengaku anjing yang telah memerkosanya.

Rengganis melarikan diri setelah melahirkan anaknya. Nurul Aini yang sangat menyayangi Rengganis merasa gagal menjaga Rengganis sehingga setelah kepergian Renggenis, Aini jatuh sakit hingga meninggal dunia. Krisan sangat terpukul dengan kematian Aini. Beberapa minggu setelah kematian Aini, Rengganis mendatangi Krisan untuk mengajaknya melarikan diri. Krisan yang telah menggali kuburan Aini dan mencuri mayatnya, mengajak Rengganis dan mayat Aini ke tengah laut. Sesampai di tengah laut, Krisan membunuh Rengganis karena merasa dialah yang menghalangi cintanya dengan Nurul Aini.  Saat kejadian itu Krisan bertemu dengan seorang nelayan dan berkata “apa yang kau lakukan seorang diri di laut tanpa seekor ikan pun di perahumu”. Krisan menjawab “membuang mayat”, lantas nelayan tersebut membalas “patah hati karena kekasih yang cantik? Ha. Ha. Ha. Kuberi saran, Nak, carilah kekasih yang buruk rupa”. Perkataan nelayan tersebut membuat Krisan berpikir, hingga akhirnya dia mencintai Cantik, anak bungsu Dewi Ayu yang tak lain bibi Krisan sendiri. 

2.3. Postkolonialisme dan Pengaruh Dominasi Penjajah dalam Novel Cantik Itu Luka
Berikut pengaruh yang ditimbulkan akibat adanya penjajahan:  
2.3.1. Pengaruh Dominasi Penjajah dari Segi Mental (Beban Psikologis) 
Dalam analisis mental, penulis akan menggunakan tokoh sebagai perwujudan adanya kekerasan pihak penjajah. Berikut adalah tokoh-tokoh yang ditampilkan Eka dalam novelnya  di era penjajahan. 
Tokoh-tokoh dalam Cantik Itu Luka dan pembahasannya: 
a. Ma Gedik dan Ma Iyang
Ma Gedik salah satu korban kesewenang-wenangan Belanda. Sebelum tahun 1942 saat Belanda masih menjadi penguasa penuh, banyak pribumi yang tidak memunyai keberanian untuk menentang kehendak Belanda. Begitu pula Ma Gedik. Saat itu, persoalan yang sangat menyakitkan bagi Ma Gedik adalah kebiasaan atau bisa dikatakan kesenangan orang Belanda untuk mengambil perempuan pribumi sebagai gundik. Kekasih Ma Gedik yang bernama Ma Iyang menjadi salah satu gundik orang Belanda, yaitu Ted Stammler. 
Ma Gedik tidak bisa berbuat sesuatu untuk melepaskan kekasihnya dari permasalahan itu. Sebab, jawabannya ada pada kutipan berikut:
“Tai,” kata Ma Gedik. “Kenapa kau mau jadi gundik?”
“Sebab jika tidak, Bapak dan Ibu akan jadi sarapan pagi ajak-ajak.” (Kurniawan, 2006: 34).
Permasalahan tersebut tidak selesai begitu saja setelah Ma Iyang pergi meninggalkan Ma Gedik. Cinta Ma Gedik tidak dapat dibunuh hanya dengan mengetahui bahwa Ma Iyang akan menjadi milik orang lain. Begitu pula dengan Ma Iyang, ia tetap mencintai Ma Gedik meskipun ia akan dijadikan gundik oleh orang Belanda. Lalu keduanya menjalin kesepakatan, enam belas tahun kemudian, mereka akan mengadakan pertemuan di puncak bukit cadas.
Selama enam belas tahun penantian, Ma Gedik menjadi gila. Ia dipasung orang tuanya di kandang kambing. Penyakit gila yang diderita Ma Gedik tidak lain karena ia begitu mencintai Ma Iyang dan ingin hidup berbahagia dengannya. Namun, impian itu tidak dapat terwujud sebab Ma Iyang menjadi gundik orang Belanda. 
Penderitaan Ma Gedik tersebut, penyebabnya sudah sangat jelas, yaitu kesewenang-wenangan orang Belanda yang merasa paling berkuasa. Ted Stammler memisahkan dua insan yang saling mencintai. Ted tidak pernah memikirkan akibat yang akan timbul akibat keegoisannya itu.
Kesepakatan Ma Gedik dan Ma Iyang yang merencanakan pertemuan enam belas tahun kemudian merupakan salah satu bukti bahwa mereka tidak ingin menyerah pada nasib. Mereka berusaha mencari cara untuk memperlihatkan pada Ted Stammler bahwa cinta mereka tidak akan mati begitu saja karena kejahatan Ted Stammler yang telah memisahkan mereka.
Ted Stammler dibuat berang oleh polah Ma Iyang yang melarikan diri ke bukit cadas pada hari kesepakatan antara dirinya dan Ma Gedik yang akhirnya tiba. Ted menyuruh anak buahnya mengejar gundik itu.
Orang-orang Belanda memandangnya dengan penuh kemarahan, berjanji akan menyeretnya ke kandang ajak jika perempuan itu bisa ditangkap (Kurniawan, 2006: 39).
Orang-orang Belanda itu akhirnya tidak dapat melemparkan Ma Iyang ke kandang ajak. Ma Iyang lebih memilih bunuh diri dengan terbang dari bukit cadas setelah dirinya merasa puas bertemu dengan kekasihnya. Pilihan Ma Iyang ini menunjukkan bahwa ia tidak bisa dikendalikan orang Belanda. Inilah bukti pemberontakan pribumi pada penjajahan. Ma Iyang tidak lemah, ia bisa menentukan hidupnya sendiri, bukan Ted yang selamanya berhak atas hidupnya.
Ma Gedik yang ditinggalkan Ma Iyang kembali bersikap aneh sebagaimana sebelumnya. Ia sering berbicara sendiri dan orang-orang menganggap gilanya kambuh. Akibat yang ditimbulkan Ted setelah mengambil paksa Ma Iyang menjadi gundiknya tidak hanya berpengaruh sebentar pada Ma Gedik. Ma Gedik menjadi gila hingga masa tuanya.
Ma Gedik kemudian meninggal juga atas pilihannya sendiri. Ia terjun dari atas bukit cadas yang terletak di samping bukit Ma Iyang setelah sehari pernikahannya dengan Dewi Ayu. Ma Gedik dipaksa nikah dengan Dewi Ayu, gadis cantik keturunan indo yang merupakan cucu Ma Iyang dan Ted Stammler. Dewi Ayu mencintainya tetapi Ma Gedik masih tetap setia dengan cintanya pada Ma Iyang. Untuk kesetiannya itu, Ma Gedik bunuh diri. Ia membenci keluarga Stammler, termasuk juga Dewi Ayu. 
Dalam novel ini diceritakan, kebencian Ma Gedik begitu dalamnya hingga Ma Gedik melakukan balas dendam meskipun ia sudah meninggal. Ia menghancurkan kehidupan keluarga Stammler dari alam orang-orang meninggal.
“Telah kupisahkan mereka dari orang-orang yang mereka cintai,” katanya pada Dewi Ayu, “sebagaimana ia memisahkanku dari orang yang aku cintai.” (Kurniawan, 2006: 65).

Balas dendam Ma Gedik ini sebagai simbol bahwa pribumi tidak akan tinggal diam dalam ketertindasan. Ia tetap akan melakukan Sesuatu untuk melawan ketertindasan tersebut. Meskipun sepertinya Eka berlebihan dengan memunculkan orang mati dengan tindakan balas dendamnya, tetapi inilah kekuatan orang-orang teraniaya. Mereka akan berjuang sekuat tenaga sampai titik darah penghabisan.

b. Dewi Ayu 
Dewi Ayu ialah tokoh perempuan yang cerdas, dan selalu menjalankan hidup sesuai dengan kehendak hatinya. Dewi Ayu masih terlibat hubungan keluarga dengan tokoh Ma Gedik dan Ma Iyang. Ma Gedik adalah suami Dewi Ayu dan Ma Iyang adalah nenek Dewi Ayu dari pihak ibunya, yaitu Aneu Stammler.
Sebagai seorang Indo, hidup Dewi Ayu di masa Belanda sangat terjamin. Ia tinggal di rumah mewah Ted Stammler, kakeknya, dan menjalankan hidupnya layaknya orang-orang kaya. Ted memunyai enam jawara yang siap melayani Dewi Ayu dengan sangat baik. Jawara-jawara itu adalah orang-orang pribumi yang menjadi bawahan orang-orang Belanda. Mereka bekerja bukan untuk penjajah, tapi bekerja untuk sebuah pekerjaan. Sesuatu yang kontras, mereka menjadi budak di negeri sendiri untuk orang-orang asing yang seharusnya tidak berhak atas negeri tersebut.
Dewi Ayu bukan tipe orang yang menganggap buruk orang-orang pribumi sebagaimana orang Belanda yang menganggap pribumi manusia bodoh, tidak berpendidikan, dan berperadaban rendah. Dewi Ayu mencintai pribumi sebagaimana ia mencintai Hindia-Belanda. Cinta Dewi Ayu pada pribumi dan cintanya pada Indonesia atau disebut Hindia-Belanda, bisa dilihat dalam beberapa kutipan di bawah:
Cinta Dewi Ayu pada Indonesia:
Segalanya tampak kacau dan kekalahan Hindia Belanda sepertinya telah dipastikan. Keluarga Stammler yang hanya tersisa tiga orang segera berkemas setelah memperoleh kepastian kapan mereka bisa berangkat, namun dikejutkan oleh keputusan Dewi Ayu yang tiba-tiba, “Aku tak akan pergi.” (Kurniawan, 2006: 53).
Kutipan di atas sebagai deskripsi rasa cinta Dewi Ayu pada Indonesia. Berikut kutipan yang menunjukkan betapa cintanya Dewi Ayu pada orang-orang pribumi. 
Ada beberapa jawara, begitulah ia menyebutnya untuk para penjaga kandang kambing, penjaga rumah, dan penjaga kebun. Ia memeluk mereka semua, dan untuk pertama kali, mungkin setelah bertahun-tahun, Dewi Ayu menangis. Meninggalkan mereka seperti kehilangan sepotong badan. (Kurniawan, 2006: 65). 

Status sebagai seorang keturunan Belanda tidak menjamin bahwa hidup Dewi Ayu akan selamanya nyaman. Hidupnya berbalik seratus delapan puluh derajat saat Jepang datang untuk menjajah Indonesia. Orang-orang keturunan ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara Blodenkamp. Gadis-gadis muda yang cantik, termasuk Dewi Ayu, dipaksa melayani nafsu tentara-tentara Jepang. 
Penjajahan menyebabkan kerugian material maupun psikologis bagi pihak yang terjajah. Kerugian material yang kentara pada penjajahan Jepang untuk orang-orang keturunan adalah sebagai berikut:
Sebelum masuk, mereka berbaris menghadapi meja dengan dua orang Jepang menggenggam daftar. Di samping mereka tergeletak sebuah keranjang untuk semua jenis uang, perhiasan, dan apa pun yang berharga. Belum ada penggeledahan, tapi beberapa perempuan telah melemparkan barang-barang berharganya ke sana.
“Lakukan sebelum kami menggeledah,” kata salah satu prajurit dalam bahasa Melayu yang baik (Kurniawan, 2006: 69).

Penyebab kerugian psikologis pada Dewi Ayu adalah pemerkosaan tentara Jepang padanya. Pertama kali, Dewi Ayu menyerahkan keperawanan pada tentara Jepang saat ia harus menebus obat dan dokter untuk ibunya Ola yang sedang sakit. Ola adalah teman Dewi Ayu di penjara Bloedenkamp.
“Aku gantikan gadis yang tadi, Komandan. Kau tiduri aku tapi beri ibunya obat dan dokter. Dan dokter!” (Kurniawan, 2006: 76).

Kemudian pemerkosaan itu berlanjut saat beberapa pejabat tinggi militer Jepang di kota Halimunda menginginkan pelacur yang terpisah dari pelacur prajurit rendahan, terlebih lagi pelacur yang sering dipakai buruh-buruh pelabuhan serta nelayan. Pelacur-pelacur baru yang sungguh-sungguh segar, dengan perawatan yang baik, dan Mama Kalong harus menemukan gadis-gadis itu secepat mungkin, sebab sebagaimana kata-katanya sendiri, mereka sedang sekarat karena berahi.
“Gampang, Tuan,” katanya, “memperoleh gadis-gadis seperti itu.”
“Katakan, di mana?”
“Tahanan perang,” jawab Mama Kalong pendek (Kurniawan, 2006: 94).

Setelah saat itu, perempuan-perempuan keturunan yang ditahan di penjara Bloedenkamp menjadi sasarannya. Perempuan-perempuan yang dipilih adalah gadis-gadis muda yang cantik. Dewi Ayu menjadi salah satu di antaranya.  
“Kita akan menjadi pelacur!” teriak Ola sambil duduk dan menangis.
“Lebih buruk dari itu,” kata Dewi Ayu lagi. ”Tampaknya kita tak akan dibayar.” (Kurniawan, 2006: 95). 

Dewi Ayu perempuan yang kuat. Ia bisa bertahan di mana pun ia berada. Ia tidak pernah menangis untuk perlakuan orang-orang Jepang yang keji. Ia tegar menjalani kehidupannya meskipun itu sangat pahit. Saat di penjara Bloedenkamp, ia dan perempuan lain yang ditahan di penjara tersebut tidak mendapatkan jatah makan. Maka Dewi Ayu mencari sesuatu yang bisa dimakan. 
Tak seorang pun tertarik memakan lintah, dan seorang ibu tampaknya mual-mual dengan hidangan mengerikan semacam itu. “Bukan lintah yang kita makan, tapi darah sapi,” kata Dewi Ayu lagi menjelaskan. Ia membelah lintah-lintah tersebut dengan pisau kecil, mengeluarkan gumpalan darah sapi di dalamnya, menusuknya dengan ujung pisau dan melahapnya (Kurniawan, 2006: 71).

Pengalaman Dewi Ayu yang menjadi pelacur saat penjajahan Jepang, tidak membuatnya putus asa atau menganggap diri kotor. Bagi Dewi Ayu, ia menjadi pelacur karena keadaan sebagaimana seseorang menjadi kyai pun karena keadaan. Ia kemudian memutuskan pelacur menjadi profesinya seumur hidup setelah terlepasnya ia dari tentara-tentara Jepang. Ia menjadi pelacur eksklusif.
“Ia pelacur terbaik di sini, namanya Dewi Ayu,” kata Mama Kalong.
“Seperti Maskot,” kata Maman Gendeng.
“Seperti Maskot.” (Kurniawan, 2006: 134).

c. Shodancho
Karir militer Shodancho  kali pertama di Seinendan, barisan pemuda semi militer yang dibentuk Jepang. Ia mengikuti pendidikan militer setelah peta didirikan, kemudian lulus sebagai shodancho sebelum kembali ke Halimunda memimpin shodan masing-masing. Dan saat inilah, Shodancho merencanakan pemberontakan pada Jepang.
“Itu artinya kau mencari liang kubur,” kata Sadrah.
“Orang-orang Jepang datang dari jauh hanya untuk menguburku,” katanya dengan tawa kecil, “cerita bagus untuk anak cucu.” (Kurniawan, 2006: 152).

Sejak saat itu, ketika usianya baru dua puluh tahun, ia membuat taktik untuk mengalahkan tentara Jepang di Halimunda. Ia menjadi orang paling dicari oleh tentara Jepang.
“Dan hari ini,” katanya pada pukul setengah tiga hari pemberontakan, “adalah hari tersibuk bagi para penggali kubur.”

Shodancho berjuang dengan gigih untuk kemerdekaan Indonesia. Ia dilahirkan sebagai orang yang tidak tinggal diam dengan ketertindasan yang dialami. Ia hidup di hutan sebagai gerilyawan dan membantai orang-orang Jepang yang telah menjajah dengan keji masyarakat Indonesia. Shodancho menjadi salah satu orang yang dicintai masyarakat. Kedatangannya selalu dinantikan. Ia sebagai salah satu simbol bahwa pribumi begitu kuat. Pribumi tidak diam dalam ketertindasan. Tentara-tentara Jepang berang kepadanya dan kawan-kawan seperjuangannya.
Pada hari pertama gerilya, rombongan Sang Shodancho menyerang truk berisi beberapa prajurit Jepang yang tengah menuju delta, tempat penjara Bloedenkamp berada. Sebuah mortir diledakkan persis di bawah tanki bensinnya, dan truk meledak membunuh semua penumpang. Itu aksi mereka yang sangat dahsyat, sebelum menerima berita dari seorang kurir bahwa pasukan barat melakukan perang terbuka dengan tentara Jepang di hutan perbatasan distrik dalam satu pertempuran yang sengit (Kurniawan, 2006: 155).

 Tekad Shodancho: 
“Setelah segalanya,” kata Sang Shodancho, “Kita harus meninggalkan Halimunda sampai Jepang kalah.” (Kurniawan, 2006: 154).
Pemberontakan Shodancho akhirnya menjadi stimulan masyarakat pribumi untuk berjuang melawan penjajah. Pribumi bangkit dari keterpurukan. Pribumi menjadi percaya diri bahwa mereka dapat melakukan banyak hal untuk membuat Jepang kalang kabut.
Seorang kurir datang suatu malam ke gubug tempat Sang Shodancho tinggal selama gerilya, dua bulan setelah hari pemberontakan, dan memberitahu bahwa pemberontakan mereka telah terdengar hampir seluruh orang Jawa. Pemberontakan mereka telah memancing beberapa pemberontakan kecil di beberapa daidan, meskipun semuanya gagal, tapi itu telah membuat Jepang sungguh-sungguh khawatir sehingga terdengar desas-desus bahwa Peta akan dibubarkan dan semua senjata akan dilucuti.
“Itulah risiko memelihara anak harimau lapar,” kata Sang Shodancho (Kurniawan, 2006: 158).
Shodancho menjadi bukti bahwa pribumi memunyai kemampuan sejajar dengan bangsa penjajah.

d. Maman Gendeng
Maman Gendeng bukan tentara layaknya Shodancho, namun ia tetap orang pribumi yang juga memikirkan orang-orang lemah. Maman Gendeng seorang pendekar silat. Saat masih penjajahan Belanda, ia sering mencuri barang-barang berharga orang kaya dan memberikannya pada orang-orang miskin. Setelah republik berdiri, ia bergabung dengan tentara rakyat.
Selepas Jepang pergi dan republik berdiri, dan ketika perang revolusi dimulai, ia bergabung dengan salah satu gerilyawan tentara rakyat, dan tinggal di kota-kota kecil pesisir utara. Mereka tinggal di rumah-rumah nelayan pada siang hari, dan pergi ke front pada malam hari. Tak ada yang menarik dari masa-masa itu, sebab pertempuran tak selalu hebat dan tentara-tentara KNIL milik orang-orang Belanda itu lebih sering memenangkan pertempuran dan mendesak para gerilyawan ke daerah pedalaman… (Kurniawan, 2006: 121).

Kelemahan Maman Gendeng adalah ketrampilannya yang hanya bisa silat, Setelah tidak ada musuh yang bisa dilayani, akhirnya ia menjadi preman pasar. Kemunculan tokoh Maman gendeng dalam novel bisa diartikan sebagai bagian dari masyarakat biasa pada zaman itu yang juga ikut berperan melawan penjajah. Hal ini lebih menguatkan stigma bahwa pihak penjajah telah salah menilai bahwa pejuang selalu terdiri dari orang-orang lemah. Orang-orang yang penulis sebutkan di atas adalah simbol dari kekuatan orang-orang yang dianggap bawahan oleh penjajah.
Simpulan yang bisa ditarik dalam pembahasan di atas adalah ada orang-orang kuat dalam pejuang pribumi. Mereka yang tergolong kuat biasanya memberi stimulan bagi yang lain tentang kekuatan pribumi yang selama ini disepelekan pihak penjajah. Contoh nyata terjadi pada perjuangan Shodancho. Pemberontakan Shodancho pada Jepang telah mengobarkan semangat masyarakat untuk melakukan hal yang sama.
Inti dari mempelajari Postkolonialisme, kata Nyoman Kutha Ratna, adalah menumbuhkan kepercayaan diri bagi pihak yang merasa lemah. Dan hal itu sudah terbuktikan. Satu hal yang harus digarisbawahi, semangat semacam ini harus terus dibangun untuk kehidupan masa depan yang lebih baik bagi bangsa Indonesia. Selama ini, secara psikologi, masyarakat Indonesia masih merasa belum percaya diri dengan kemampuannya dan cenderung masih percaya bahwa bangsa Barat selalu lebih baik dari bangsa Indonesia. Hal yang wajar ketika menyadari bahwa penjajahan yang ada pada masa kolonial tidak hanya penjajahan secara material, namun juga penjajahan secara mental. Namun, Ketika mempelajari postkolonialisme dan menemukan titik lemahnya, kemudian mendapatkan solusinya, diharapkan mental yang terjajah sedari masa kolonial bisa terkikis secara sempurna. Dan akhirnya masyarakat Indonesia percaya bahwa pribumi Indonesia bisa lebih baik dari bangsa-bangsa lain.

2.3.2. Pengaruh Dominasi Penjajah dari Segi Pola Pikir
Era penjajahan memunculkan pemikir-pemikir handal dari pihak pribumi. Dalam Cantik Itu Luka, diketahui adanya Kamerad Kliwon yang sangat cerdas yang hidup dengan selalu memikirkan cara untuk membuat masyarakat lebih sejahtera. Kamerad Kliwon, bukan seorang pejuang layaknya Shodancho. Namun, ia menjadi orang yang berpengaruh dalam kebangkitan masyarakat pribumi pasca proklamasi. Ia pemikir ulung di era pasca penjajahan. 
“Ia kadang bertanya-tanya juga apakah sudah merupakan nasib para revolusioner untuk menjalani kehidupan yang sunyi dengan kepala yang melulu dijejali gagasan-gagasan tentang revolusi. Beginilah mungkin ia akan menjalani hidup: ia bercinta sambil memikirkan revolusi, mabuk revolusi, makan revolusi, dan bahkan buang tai revolusi.” (Kurniawan, 2006: 323).

Kamerad Kliwon sering berpikir tentang nasib nelayan yang kurang makmur. Ia juga membuka taman bacaan untuk orang-orang, meskipun pada akhirnya taman bacaan itu ditutup karena ada isu bahwa komunis meracuni masyarakat dengan bacaan-bacaan tidak mendidik. Ia kemudian hidup sebagai orang biasa dan bekerja membuat kolor untuk kehidupan keluarganya. Kolor tersebut banyak disukai dan menjadi produk khas Halimunda yang merupakan daerah wisata pantai di Indonesia. Lalu, masyarakat beramai-ramai mengembangkan kolor di Halimunda. Dan suatu kali, ketika wisata pantai Halimunda akan diprivatisasi atas kebijakan pemerintah setempat, Kamerad Kliwon berjuang agar pemerintah membatalkan kebijakan tersebut. Hal ini dilakukan untuk penduduk Halimunda yang bergantung hidup pada pantai Halimunda.
Kamerad Kliwon melalui partai komunis menjadi salah satu pemikir yang berjuang untuk kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat Indonesia. Selain kamerad Kliwon, masih banyak lagi pemuda yang pelajar Indonesia yang melakukan hal yang sama, yaitu mendirikan partai dan mencoba untuk berbuat yang terbaik bagi bangsa. Pemikir-pemikir ini lahir juga akibat pengaruh adanya penjajah yang mengenalkan pendidikan formal bagi rakyat Indonesia. Dengan adanya pendidikan, pikiran lebih terbuka dan Indonesia tidak buta lagi dengan nasionalisme. Perasaan senasib dan seperjuangan menjadi motor penggerak yang lebih cepat dalam hal perjuangan melawan kolonialisme. Penjajah mendorong masyarakat menjadi lebih mengerti arti kemerdekaan, dan mengerti tentang hak asasi manusia yang memunyai hak hidup yang sama untuk tiap orang.

2.3.3. Pengaruh Dominasi Penjajah dari Segi Budaya
Dari segi budaya, kolonial membawa dua pengaruh yaitu negatif dan positif. Pengaruh negatif contohnya adalah adanya rumah-rumah pelacuran yang berdiri dan menjamur saat penjajahan Belanda yang kemudian berlanjut saat Jepang datang ke Indonesia. Selain pelacuran, minuman keras juga menjadi hal yang wajar di zaman kolonial. Prajurit-prajurit Belanda sangat berminat dengan minuman keras. Kutipannya sebagai berikut: 
Tempat pelacuran Mama kalong telah ada sejak masa pembukaan barak-barak tentara kolonial secara besar-besaran. Sebelum itu, ia hanya seorang gadis yang yang ikut membantu di kedai minum milik bibinya yang jahat. Mereka menjual tuak tebu dan beras, dan prajurit-prajurit itu pelanggan mereka yang baik (Kurniawan, 2006: 91).

Kebiasaan yang lain seperti pesta noni-noni Belanda, atau kebiasaan nonton bioskop tidak bisa dikategorikan positif atau negatif. Hal itu tergantung cara pandang orang masing-masing. Jika hal tersebut dianggap sebagai hiburan yang perlu, bisa dikategorikan dalam dampak positif. Namun, jika kebiasaan tersebut dianggap sebagai foya-foya semata, tentu bisa dikategorikan dalam dampak negatif. 

Henri pemuda yang menyenangkan, pandai berburu babi bersama anjing-anjing Borzoi yang didatangkan langsung dari Rusia, pemain bola yang baik, pandai berenang sebagaimana berdansa. Sementara Aneu telah tumbuh jadi gadis cantik, menghabiskan waktu dengan main piano dan bernyanyi dengan suara sopranonya. Ted dan Marietje melepaskan mereka untuk pergi ke pasar malam dan ke rumah dansa, sebab telah waktunya mereka untuk berhura-hura, dan mungkin menemukan kekasih yang cocok (Kurniawan, 2006: 46-47).

Satu yang perlu digarisbawahi dengan adanya kebiasaan di atas adalah masyarakat Indonesia menjadi lebih menyukai pesta-pesta dan nonton film di bioskop. Dan pengaruhnya pada kecintaan budaya lokal yang mulai luntur karena budaya lokal dianggap sesuatu yang kuno oleh masyarakat. 

Pengaruh positif adanya penjajahan Belanda yang sangat kentara yaitu masuknya modernitas. Contohnya seperti adanya gedung-gedung perkantoran, alat transportasi seperti kereta api, kapal maupun alat transportasi modern yang lain.

Perusahaan pertama yang beroperasi di kota itu tentu saja Nederlandsch Indisch Stoomvaartmaatschappij, yang mengoperasikan beberapa kapal layar. Beberapa perusahaan pergudangan juga berdiri. Terutama setelah pembukaan jalan kereta api yang melintang ke barat dan ke timur.namun sejak berdirinya garnisum pertama di Halimunda, dan kenyataan perdagangan yang tidak pernah sungguh mencapai masa keemasan, pemerintah colonial mengembangkan kota itu lebih sebagai kantong militer(Kurniawan, 2006: 52).

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dalam penelitian novel Cantik Itu Luka, penulis menganalisis pengaruh penjajahan dari segi mental, pola pikir, dan budaya. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa penjajahan Belanda maupun Jepang sama-sama menimbulkan kesengsaraan bagi orang-orang yang terjajah, yaitu masyarakat Indonesia. Kerugian yang didapatkan tidak hanya menyangkut materi semata. Namun juga dari segi yang lain.
Dari segi mental, penjajahan selalu mengonsep diri mereka berperadaban tinggi yang harus memimpin orang-orang yang dianggap berperadaban rendah. Dari sini kesewenang-wenangan muncul. Secara umum pihak penjajah selalu memperlakukan jajahannya dengan tidak manusiawi. Contohnya mengenai kasus pergundikan. Ted sebagai seorang Belanda memunyai kekuasaan untuk mengambil perempuan mana saja menjadi gundiknya. Jika tidak bersedia, maka Ted akan membunuh keluarga si perempuan. Itu yang terjadi pada Ma Iyang yang dipergundik Ted. Ma Gedik sebagai kekasih Ma Iyang merasa tidak terima. Ma Gedik tidak mampu melawan Ted dan akhirnya Ma Gedik menjadi gila karena cinta.
Tekanan-tekanan yang didapat dari pihak penjajah bukan berarti selalu melemahkan pihak pribumi. Manusia-manusia kuat juga lahir dalam kondisi demikian. Dalam hal ini, penulis akan memberi contoh tokoh Shodancho. Shodancho adalah orang Indonesia yang belajar perang dari PETA, oraganisasi militer yang dibentuk Jepang untuk orang-orang pribumi. Ilmu yang ia dapar dari PETA kemudian digunakannya untuk berjuang membela Indonesia. Shodancho melakukan pemberontakan. Ia dan teman-temannya melakukan gerilnya untuk membunuh orang-orang Jepang yang telah menjajah Indonesia.
Pemikiran mengenai pribumi yang lemah juga bisa dikikis dengan adanya pemikir seperti Kamerad Kliwon. Ia bukan pahlawan perang layaknya Shodancho, namun ia adalah generasi muda yang potensial yang dapat diandalakan dalam pembangunan Indonesia pasca perang. Kamerad Kliwon memunyai taman bacaan umum untuk masyarakat di lingkungannya. Meskipun pada akhirnya banyak yang menghindari taman bacaan itu, tapi setidaknya ia memunyai niat untuk merubah kehidupan masyarakat di sekitarnya menjadi lebih baik.
Dari segi budaya, adanya penjajahan membawa modernitas di bumi Indonesia. Masyarakat Indonesia menjadi kenal dengan kereta api, mobil, kantor-kantor pemerintahan, bioskop, tempat-tempat pesta, dan lain-lain. Masuknya budaya penjajah bernilai positif dan negatif. Penilaian tersebut tergantung pada pemikiran masing-masing individu dalam masyarakat Indonesia. 

3.2. Saran
Sebuah materi yang esensial diperlukan pemahaman khusus, jadi diharapkan keseriusannya dalam materi ini dan rajin melatih diri untuk mempelajarinya agar dapat memahaminya. Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan tentunya dapat dipertanggungjawabkan.
DAFTAR PUSTAKA

Kridalaksana, Harimurti. 1983. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia
Kurniawan, Eka. 2006. Cantik itu Luka. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Postkolonialisme Indonesia Relevansi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar



MAKALAH METODE PEMBELAJARAN BAHASA

BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Metode adalah cara yang fungsinya sebagai alat untuk mencapai tujuan. Makin baik metode itu, makin efektif pula pencapaian tujuan. Dengan demikian tujuan merupakan faktor utama dalam menetapkan baik tidaknya penggunaan suatu metode.

Dalam hal metode mengajar, selain faktor tujuan, murid, situasi, fasilitas dan faktor guru turut menentukan efektif tidaknya penggunaan suatu metode. Karenanya metode mengajar itu banyak sekali dan sulit menggolong-golongkannya. Lebih sulit lagi menetapkan metode mana yang memiliki efektifitas paling tinggi. Sebab metode yang “kurang baik” di tangan seorang guru dapat menjadi metode yang “baik sekali” di tangan guru yang lain dan metode yang baik akan gagal di tangan guru yang tidak menguasai teknik pelaksanaannya. Namun demikian, ada sifat-sifat umum yang terdapat pada metode yang satu tidak terdapat pada metode yang lain. Dengan mencari ciri-ciri umum itu, menjadi mungkinlah untuk mengenali berbagai macam metode yang lazim dan praktis untuk dilaksanakan dalam proses belajar mengajar.

Belajar mengajar merupakan kegiatan yang kompleks. Mengingat kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang kompleks, maka tidak mungkin menunjukan dan menyimpulkan bahwa suatu metode belajar mengajar tertentu lebih unggul dari pada metode belajar mengajar yang lainnya dalam usaha mencapai semua pelajaran, dalam situasi dan kondisi, dan untuk selamanya. Untuk itu berikut ini akan dibahas beberapa metode yang dimungkinkan dapat digunakan dalam pembelajaran pendidikan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penulisan di atas, adapun rumusan masalah penulisan makalah ini yaitu:

1. Apa hakikat metode pembelajaran bahasa?

2. Apa saja macam-macam metode pembelajaran bahasa?


C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai pada penulisan makalah ini yaitu:

1. Memahami hakikat metode pembelajaran bahasa.

2. Memahami macam-macam metode pembelajaran bahasa.




BAB II

PEMBAHASAN


A. Hakikat Metode Pembelajaran Bahasa

Hakikat metode adalah pengajaran bahasa bersifat prosedural yakni persoalan pemilihan bahan yang akan diajarkan, penentuan urutan pemebrian bahan, persoalan penetuan cara-cara penyajian serta cara-cara evaluasinya.


B. Macam-Macam Metode Pembelajaran Bahasa

Mackey (1965) mencatat lima belas macam metode pengajaran bahasa yaitu:

1. Metode Langsung

Metode ini disebut langsung karena salama pelajaran, guru langsung menggunakan bahasa asing yang diajarkan, sedangkan bahasa murid tidak boleh digunkan. Untuk menjelaskan arti suatu kata atau kalimat digunakan gambar atau peragaan.

Ciri-ciri metode langsung, adalah:

a. Materi pelajaran terdiri atas kata-kata dan struktur kalimat yang banyak digunakan sehari-hari.

b. Gramatika diajarkan dengan melalui situasi dan dilakukan secara lisan bukan dengan cara menghafal aturan-aturan gramatkal.

c. Arti yang konkret diajarkan dengan menggunakan benda-benda, sedangkan arti abstrak melalui asosiasi.

d. Banyak latihan mendengarkan dan menirukan dengan tujuan dapat dicapai penguasaan bahasa secara otomatis.

e. Aktivitas balajar banyak dilakukan di dalam kelas.

f. Bacaan mula-mula diberikan secara lisan.

g. Sejak permulaan murid dilatih untuk berpikir dalam bahasa asing.

2. Metode Alamiah (Natural Merhod)

Metode ini banyak menunjukkan persamaan dengan metode langsung. Menurut metode ini, bahsa murid sama sekali tidak boleh dipergunakan.

Ciri-ciri metode ini adalah:

a. Kata-kata baru diajarkan melalui kata-kata yang telah diketahui sebelumnya. Arti atau makna diajarkan melalui konteks kalimat.

b. Gramatikal digunakan untuk membetulkan kesalahan-kesalahn.

c. Untuk membantu mengingat kata-kata yang dilupakan digunakan kamus.

d. Pelajaran diawali dengan memperkenalkan benda-benda dan gamabr.

e. Urutan pelajarandimulai dengan menyimak, bercakap-cakap, membaca, dan menulis.

3. Metode Psykologi

Ciri-ciri:

a. Untuk menciptaka gambaran mental dan menghubungkannya dengan kata, maka digunakan benda, gambar, dan chart.

b. Pelajaran mula-mula secara lisan, kemudian sebagian berdasarkan materi dan buku.

c. Bahasa murid boleh digunkan biarpun tidak selalu.

d. Pelajaran mengarang baru diperkenalka stelah diberikan beberapa pelajaran lebih dahulu.

e. Gramatikal diajarkan pada permulaan, baru kemudian membaca.

4. Metode Fonetik

Menurut metode ini, pelajaran dimulai dengan latihan mendengar, kemudian diikuti latihan mengucapkan bunyi lebih dahulu. Seelah itu kata, kalimat pendek, dan akhirnya kalimat yang lebih panjang. Kalimat tersebut kemudian dihafalkan menjadi percakapan tau cerita.

5. Metode Tata Bahasa

Ciri khas motode Tata bahasa adalah:

a. Penghapalan aturan-aturan gramtikal dan kata-kata tertentu.

b. Kata-kata itu dirangkai menjadi kaidah-kaidah yang berlaku.

c. Pengetahuan tentang kaidah tata bahasa lebih penting daripada kemahiran menggunakanya.

d. Kegiatan bahasa lisan sama sekali tidak digunakan.

6. Metode Terjemahan

Ciri-ciri:

a. Menitikberatkan pada kegiatan terjemahan bacaan, mula-mula dan bahasa asing ke dalam bahasa murid.

b. Metode ini sangat cocok dengan kelas yang besar dan tidak memerlukan seorang guru yang menguasai bahasa asig secara aktif.

c. Metode ini mudah dan murah.

7. Metode Terjemahan Tata Bahasa

Ciri-ciri:

a. Gramatikal yang diajarkan adalah gramatikal formal.

b. Kosakata tergatung pada kosakata yang dipilih.

c. Kegiatan belajar dimulai dari pengahafalan kaidah-kaidah tata bahasa, penerjemahan kat-kata tanpa konteks, kemudian terjemahan bacaan-bacaan pendek dan penafsiran.

d. Latihan ucapan hanya diberikan sekali-sekah saja.

8. Metode Membaca

Metode pelajaran terdiri atas bacaan yang dibagi-bagi menjadi sesi-sesi pendek, tiap sesi ini didahlui dengan daftar kata-kata yang maknanya diajarkan melalui konteks, terjemahan atau gambar. Setelah murid menguasai kosakata, diajarkan bacaan tambahan dalam bentuk cerita yang dipersingkat oleh sisiwa.

9. Metode Eklektik

Metode ini disebut meted gado-gado antara metode langsung dan grammar metode tata bahasa terjemahan. Kemahiran diajarkan melalui urutan barcakap-cakap, menulis, memahami, dan membaca. Kegiatan di kelas berupa latihan lisan membaca keras dan tanya jawab. Juga latihan menerjemahkan, gramatikal secara deduktif, dan juga digunakan alat-alat peraga.

10. Metode Unit

Langkah-langkah metode ini, adalah

a. Satu topik yang menarik dipilih oleh kelas, sekelompok murid kemudian menyiapkan dialog dalam bahasa murid yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa asing yang diajarkan oleh guru dengan menekankan pada salah satu aspek gramatikal.

b. Dalam lembar kertas lainnya, murid mempelajari arti kata-kata yang dipakai dalam situasi yang dipilih ersebut, misalnya: kata travel, tiket, dan lain-lain.

c. Arti kata itu dipelajari melalui asosiasi kemudian dibuat daftar  konstruksi gramatikal.

d. Kalimat yang mengadung aspek gramatikal baru diulang-ulang dan dihafalkan dan guru melihat kemampuan murid mengetahui kaidahnya secara induktif.

e. Setiap kegiatan tahapdemi tahap ki diragakan.

f. Akhirnya latihan, dan bacaan.

11. Metode “Langsung Control”

Ciri-ciri: 

a. Adanya pembahasan dan gradasi baik kosakata maupun struktur kalimat yang diajarkan.

b. Pengajaran yang baik adalah mulai yang mudah kemudian berangsur-angsur ke yang sulit.

c. Lintas materi pelajaran bisa didasarkan atas tentang frekuensi kata atau kegunaan dan kata maupun kalimat yang diajarkan.

d. Suatu aspek bahasa yang diajarkan dengan gerak-gerik tangan dan bahan atau dengan gambar, tatapi semuanya juga terkontrol

e. Latihan lisan dan tulisan juga diberikan.

12. Metode Mimicry Meniru Menghafal

Metode ini dikenal juga sebagai informant dan drill gramatikal dan struktur kalimat atau struktur drill latihan ucapan, latihan menggunkan kosakata dengan mengikuti atau menirukan.

13. Metode Teori Praktik

Metode ini diutarakan dulu praktik barulah teori. Kalimat-kalimat coritoh dihafalkan dengan cara mengulang-ulang secara teratur. Klaimt-kalimat itu kemudian dianalisis secara fonetis dan struktural.


14. Metode Gognate

Murid mempelajari kata-kata dasar yang terdiri atas kata-kata dalam bahasanya, baik dalam bentuk maupun artinya. Kemudian kata-kata itu digunakan dalam bentuk tulisan maupun lisan.

15. Metode Dual Language

Metode ini agak mirip dengan metode gognate, hanya saja perbandingan tidak terbatas pada kata-kata saja, tetapi juga sistem bunyi dan sistem gramatikal kedua bahasa tersebut.


Pengajaran bahasa selain menggunakan metode khusus pengajaran bahasa tersebut, juga menggunakan metode pengajaran secara umum, yaitu:

1. Ceramah 

a. Pengertian

Ceramah adalah suatu bentuk pengajaran yang mengalihkan informasi kepada sekelompok besar dengan cara verbal atau lisan (Tjipto Utomo dan Ruijter, 1985: 184 dalam Moedjiono 1992). Gilstrap dan Martin (dalam Moedjiono, 1992) mendefinisikan metode ceramah sebagai suatu metode mengajar yang menyajikan fakta-fakta dan prinsip-prinsip secara lisan.

b. Tujuan Ceramah

Adapun tujuan ceramah adalah:

1. Mengarahkan siswa memepelajari lebih banyak materi secara mandiri.

2. Menyajikan garis-garis besar isi pelajaran.

3. Memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar secara mandiri

4. Memperkenlkan hal-hal baru,  mengaitkan teori dan praktik, menjelaskan hubungan informasi tertentu.

5. Mengatasi keterbatasan waktu, dan peralatan

6. Mengatasi keterbatasan kemampuan membaca pada diri siswa

c. Keunggulan Ceramah

Moedjiono (ed), 1985 mengemukakan keunggulan matode.

1. Murah.

2. Mudah disesuaikan.

3. Mengembangkan kemampuan mendengar pada diri siswa.

4. Penguatan bagi guru dan siswa.

5. Pengaitan isi pelajaran dan kehidupan.

d. Kekurangan Ceramah

Moedjiono (ed) 1985 mengemukakan kekurangan metode ceramah ini ialah:

1. Cenderung terjadi proses satu arah

2. Cenderung kea rah pembelajaran berdasarkan guru

3. Menurunya perhatian siswa

4. Ingata jangka pendek

5. Merugikan kelompok siswa tertentu 

6. Tidak efektif untuk mengajarkan keterampilan psikomotor dan menanamkan sikap.

e. Prosedur Pemakaian Ceramah

1. Tahap persiapan ceramah, terdiri atas:

a. Mengorganisasikan atau membuat kerangka isi pelajaran yang akan dicaramahkan.

b. Mempersiapkan penguasan isi pelajaran yang akan diceramahkan

c. Memilih dan mempersiapkan media dan/ atau alat bantu yang akan digunakan dalam ceramah.

2. Tahap awal ceramah adalah:

a. Meningkatkan hubungan guru dan siswa

b. Meningkatkan perhayian siswa

c. Mengemukakan pokok-pokok ceramah

3. Tahap pengembangan ceramah, mengikuti prosedur sebagai berikut:

a. Keterangan secara sigkat dan jelas

b. Pergunakan papan tulis atau power point

c. Perinci dan perluas pelajaran

d. Carilah balikan sebanyak-banyaknya selama berceramah

e. Mengatur alokasi waktu ceramah

4. Tahap akhir ceramah dengan tahap-tahap sebagai berikut:

a. Pembuatan rangkuman dari garis-garis besar isi pelajaran yang diceramhkan

b. Penjelasan hubungan isi pelajaran yang dicanangkan dengan isi pelajaran berikutnya

c. Pejelasan tentang kegiatan pada pertemuan yang berikutnya.

2. Tanya Jawab

a. Pengertian 

Brown (1994: 103) mengemukakan tanya jawab adalah persyaratan yang menguji atau menumbuhkan pengetahuan dalam diri siswa. Dengan demikian, tanya jawab adalah sebagai format interaksi antara guru-siswa melalui kegiatan bertanya yang dilakukan oleh guru untuk mendapatkan respons lisan dari siswa, sehingga dapat menumbuhkan pengetahuan baru pada diri siswa.

b. Tujuan pemakaian tanya jawab

1. Mengecek pemahaman siswa sebagai dasar perbaikan proses belajar-mengajar

2. Membimbing siswa untuk memperoleh keterampilan kognitif dan sosial

3. Mendorong siswa untuk melakukan penemuan dalam rangka memperjelas masalah.

4. Membimbing dan mengarahkan jalannya diskusi kelas (Hyman, 1974 dalam Moedjiono, 1992).

c. Prosedur pemakaian tanya jawab

1. Tahap persiapan tanya jawab, hendaknya guru merumuskan

2. Pertanyaan sesuai dengan tujuan, karakteristik siswa, dan alokasi waktu

3. Tahap awal tanya jawab, guru hanrus menjelaskan langkah-langkah kegiatan dan penjelasan secara garis besar isi pelajaran

4. Tahap pengembangan tanya jawab, dengan menempuh berbagai variasi dalam mengajukan pertanyaan

5. Tahap akhir tanya jawab, siswa membuat ringkasan isi pelajaran yang telah disajikan selama tanya jawab.


3. Diskusi 

a. Pengertian diskusi

Gilstrap dan Martin (1975: 15) mengutarakan bahwa teknik diskusi merupakan suatu kegiatan di mana sejumlah orang membicarakan secara bersama-sama melalui tukar pendapat tentang suatu atay masalah untuk mencari jawaban dan suatu masalah berdasarkan semua fakta yang memungkinkan untuk itu (Moedjono, 1992;)

Selain itu, teknik diskusi adalah cara penguasaan isi pelajaran melalui wacana tukar pendapat berdasarkannpengetahuan dan pegalaman yang diperoleh guna memecahkan suatu masalah (Depdikbud,1986:19).

b. Tujuan pemakaian diskusi

1. Mengembangkan keterampilan bertanya, berkomunikasi, menafsirkan, dan menyimpulkan

2. Diskusi mendorong siswa menggunakan pengetahuaan dan pengalamanya untuk memecahkan masalah, tanpa selalu bergantung paa pendapat orang lain

3. Melatih siswa mampu menyatakan pendapatnya secara lisan

4. Mengembangkan sikap positif terhadap sekolah, guru, dan bidan studi

5. Mengembangkan kemampuan memecahkan maslah dan konsep diri yang lebih positif

6. Diskusi memeberi kemungikinan pada siswa untuk belajar berpartisipasi dalam pembicaraan untuk memecahkan suatu masalah bersama

7. Meningkatkan keberhasilan siswa dalam mengemukakan pendapat.

8. Mengembangkan sikap terhadap isu-isu controversial (Glistrap dan Martin, 1975 dalam Moedjiono 1992:51)

c. Keunggulan diskusi, antara lain

1. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi langsung, baik intelektual, emosional, dan mental siswa.

2. Metode ini dapat digunkan secara mudah sebelum, selama ataupun sesudah metode yang lain

3. Meningkatkan kemampuan berpikir kritis, partisipasi demokratis, sikap, motivasi, dan kemampuan berbicara tanpa persiapan

4. Memberikan kesematan kepada siswa untuk menguji, mengubah, dan mengembangka pandangan, nilai dan keputusan berdasarkan penilaian kelompok.

5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami memberikan dan menerima sehingga memupuk warga yang demokratis

6. Menguntungkan para siswa yang lemah pemecahaan masalah (Glistrap dan Martin,1975 yang dikutip oleh Moedjiono, 1992:52)

d. Kekurangan diskusi

1. Sulit diramalkan hasilnya,walaupun telah diatur secara hati-hati

2. Kurang efisien dalam penggunaan waktu dan membutuhkan perangkat meja, kursi, yang mudah diatur.

3. Teknik ini tidak menjamin penyelesaian, sekalipun kelompok setuju atau membuat kesepakatan karena belum tertentu dilaksanakan

4. Teknik ini sering didominasi oleh seorang atau beberapa orang anggota diskusi sehingga yang tak berminat hanya sebagai penonton.

5. Membutuhkan kemampuan berdiskusi dan para peserta agar partisipasi secara aktif dalam diskusi.

e. Jenis-jenis diskusi

1. Diskusi dalam kelas adalah salah satu yang melibatkan seluruh siswa yang ada dalam kelas sebagai peserta diskusi.

2. Diskusi kelompok adalah pembicaraan tentang sesuatu topik yang menjadi perhatian bersama di antara 3-6 orang peserta diskusi, di mana para peserta berinteraksi tatap muka secara dinamis dan mendapat bimbingan dari dari seorang peserta (ketua/moderator). Diskusi kelompok ini terdiri atas dua, yakni: (a) diskusi dadakan adalah suatu jenis kelompok kecil yang beranggotakan suatau topik yang sebelumnya telah dibicarakan secara klasik, (b) kelompok sindikat adalah salah satu jenis diskusi kelompok kecil 3-6 orang yang mana setiap kelompok mengerjakan tugas yang berbeda antara satu kelompok dengan kelompok yang bereda.

f. Prosedur pemakaian diskusi

1. Tahapan sebelum pertemuan, yakni pemilihan topik diskusi, membuat  rancangan garis besar diskusi, menentukan Janis diskusi, dan mengorganisasikan para siswa dan formasi kelas dengan Janis diskusi.

2. Tahapan selama pertemuan yakni guru memberikan penjelasan tujuan diskusi, topik diskusi, kegiatan diskusi, para siswa melaksanakan kegiatan diskusi, dan penvatatan hasil diskusi.

3. Tahapan setelah pertemuan, yakni membuat catatan tentang gagasan , kesulitan selama diskusi dan mengevaluasi diskusi.

4. Kerja Kelompok 

a. pengertian  kerja kelompok 

Istilah kerja kelompok dapat diartikan sebagai bekerjanya sejumlah siswa, baik sebagai anggota kelas secara keseluruhan atau sudah terbagi menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil untuk mencapai suatu tujuan tertentu secara bersam-sama. Kerja kelompok dilandasi oleh adanya tugas bersama, pembagian tugas dalam kelompok, dan adanya keja sama antara anggota dalam penyelesaian tugas kelompok.

b. Tujuan pemakaian kerja kelompok.

1. Menumpuk kemauan dan kemampuan kerja sama di antara para siswa

2. Menumpuk kemauan dan kemampuan kerja sama di antara para siswa.

3. Meningkatkan perhatian terhadap proses dan hasil proses belajar-mengajar secara secara langsung

c. Jenis-jenis pengelompokan

1. Pengelompokan didasarka atas ketersediaan fasilitas

2. Pengelompokan atas dasar perbedaan individual dalam minat belajar

3. Pengelompokan didasrkan atas perbedaam individual dan kemampuan belajar

4. pengelompokkan untuk memeroleh dan memperbesar partisipasi siswa sebagai anggota kelompok

5. pengelompokkan atas dasarvpembagian pekerjaan 

d. Prosedur pemakaian kerja kelompok

Raka Joni dan Unen, 1984:11-14dala meodjiono, 1992: 65 mengemukakan prosedur kerja kelompok, yakni (1) pemilihan topik atau tugas kerja kelomok, (2) pembentukan kelompok sesuai tujuan,(3) pembentukan topik atau tugas yang harus dikerjakan oleh kelompok (4) proses kerja kelompok, (5) pelaporan hasil kerja kelompok, dan (6) penilaian pemakaian teknik kerja kerja kelompok.

5. Teknik pemberian tugas

a. Pengertian 

Teknik pemberian tugas pada umunya ditandai adanya suatu pembahasan pertanyaan dan jawaban, guru mengajukan pertanyaan dan para siswa menyediakan sejumlah jawaban berdasarkan pada sebuah buku teks atau penyajian pendek guru sebelum pemberian tugas.

b. Jenis-jenis tugas

Gaage dan Berliner, 1994; 617-618 dalam Modjiono, 1992:62 membagi Janis tugas berdasarkan jumlah siswa, yaitu

1. Pilihan pemberian tugas untuk kelompok besar jumlah siswa lebih 40 oramg, yakni a. demonstrasi oleh siswa atau beberapa siswa;laporan lisan untuk kelas oleh sesorang siswa atau sekelompok siswa; b. melihat slide video atau televise; c, mendengarkan radio atau rekaman televise.

2. Pilihan jenis pemberian tugas untuk kelompok kecil (jumlah siswa 2 sampai 20 orang) a. debat antara dua orang siswa atau kelompok siswa (biasanya tidak lebih dan 20 atau 30 menit); b. bermin peran atau dramatis; c. kegiatan proyek ; d. diskusi tentang jawaban yang benar dan salah dalam tes yang telah diberikan; dan respons kelas.

3. Pilihan jenis pemberian tigas untuk pembelajaran individual, yakni: a. ujuan tengah isi pelajaran atau informasi dalam papan bulletin, b. mengonsultasikan buku-buku rujukan dan pustaka yang lain, c. studi terbimbing.

c. Prosedur pemakaian pemberian tugas

1. Guru menggambarkan secara singkat tentang topik yang didiskusikan

2. Guru meminta respon dari siswa tentang suatu permasalahan

3. Seorang siswa merespon atau menjawab permasalahan

4. Guru menanggapi jawaban siswa Gage dan Berline, 1984:623 dalam Moedjiono, 1992:71)


6. Demonstrasi 

a. Pengertian 

Guru dalam kegiatan belajar-mengajar sering menunjukkan dan menerangkan keterampilan fisik atau kegiatan yang lain. Untuk malakukan hal tersebut, guru dapat memakai demonstrasi.

Gardille (1986:38) mengemukakan demonstrasi adalah suatu penyajian yang dipersiapkan dengan teliti untuk mempertontonkan sebuah tindakan atau prosedur yang digunakan.

Winarno (1980:87) mengemukakan bahwa demonstrasi adalah adanya seorang guru, orang luar yang diminta, atau siswa memerhatikan suatu proses  kepada seluruh kelas. Jadi demonstrasi adalah format interaksi belajar-mengajar yang sengaja mepertunjukkan atau memperagakan tindakan, proses atau prosedur yang dilakukan oleh guru atau orang lain kepada seluruh siswa atau sebagian siswa.

b. Tujuan Penerapan Demonstrasi

Winarno (1980:88) mengemukakan tujuan penerapan demonstrasi adalah: (1) mengajarkan suatu proses, misalnya proses pengaturan, proses pembuatan, proses kerja, proses mengerjakan dan menggunakanya: (2) menginformasikantentang bahan yang diperlukan untuk membuat produk tertentu: (3) mengetengahkan cara kerja (Moedjiono, 1992:74).

Tujuan penerapan demonstrasi adalah (1) mengajar siswa tentang suatu tindakan, proses, atau prosedur, keterampilan fisik/motorik, (2) mengembangkan kemampuan pengamatan, pendengaran dan penglihatan siswa secara bersama-sama, (3) mengongkretkan informasi yang disajikan kepada para siswa. 

c. Keunggulan Demonstrasi 

1. Memperkecil kemungkinan salah bila dibandingkan kalau siswa hanya membaca atau mendengar penjelasan saja.

2. Memungkinkan para siswa terlibat secara langsung.

3. Memudahkan pemusatan perhatian siswa kepada hal-hal yang dianggap penting.

4. Memungkinkan para siswa mengajukan pertanyaan tentang hal-hal belummereka ketahui selama demonstrasi berlangsung. Jawaban dan pertanyaan dapat disampaikan oleh guru pada saat itu pula.

d. Kekurangan Demonstrasi

1. Memerlukan persiapan yang teliti dan penerapannya meemerlukan waktu yang lama.

2. Memuat peralatan yang ukuranya memungkinkan pengamatan secara tepat oleh siswa pada saat digunakan

3. Mempersyaratkan adanya kegiatan lanjutan berupa peniruan oleh para siswa terhadap hal-hal yang didemonstrasikan.

4. Persiapan yang kurang teliti akan menyebabkan siswa melihat suatu tindakan, proses atau prosedur yang didemonstrasikan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya.

e. Prosedur Pemakaian Demonstrasi

Prosedur pemakaian demonstrasi yakni: (1) suatu penjelasan; (2) jalinan pertanyaan, (3) lembar-lembar instruksi, (4) alat bantu visual, (5) instruksi keamanan, (6) periode diskusi atau tanya jawab (Ganel, 1986:36 dalam Moedjiono 1992:75).

7. Eksperimen 

a. Pengertian

Eksprimen adalah kegiatan guru dan siswa untuk mencoba mengerjakan   sesuatu   serta   mengamati  proses  dan  hasil  percobaan  itu

(Winarno, 1980:87 dalam Moedjiono,192:77).

b. Tujuan Pemakaian

1. Mengajar bagaimana menarik kesimpulan dan berbagai fakta, informasi, atau terhadap proses eksperimen 

2. Mengajar bagaimana menarik kesimpulan dan fakta yang terdapat pada hasil eksperimen, melalui eksperimen yang sama.

3. Melatih siswa merancang, mempersiapkan, melaksanakan dan melaporkan percobaan.

4. Melatih siswa menggunakan logika induktif untuk menarik kesimpulan dan fakta, informasi, atau data yang terkumpul melalui percobaan.

c. Keunggulan Eksperimen

1. Siswa secara aktif terlibat mengumpulkan fakta, informasi atau data yang dilakukan.

2. Siswa memperoleh kesempatan untuk membuktikan kebenaran teoritis secara empiris melalui eksperimen, sehingga siswa terlatih membuktikan ilmu secara ilmiah.

3. Siswa berkesempatan untuk melaksankan prosedur metode ilmiah, dalam rangka menguji kebenaran hipotesis-hipotesis.

d. Kekurangan Eksperimen

1. Siswa secara aktif terlibat mengumpulkan fakta, informasi atau data yang diperlukannya melalui percobaan yang dilakukan.

2. Siswa memperoleh kesempatan untuk membuktikan kebenaran teoritis secara empiris melalui eksperimen, sehingga siswa terlatih membuktikan ilmu secara alamiah

3. Siswa berkesempatan untuk melaksanakan prosedur metode ilmiah dalam rangka menguji kebenaran hipotesis-hipotesis.

4. Memerlukan peralatan, bahan, dan/atau sarana eksperimen bagi setiap siswa atau sekelompok siswa

5. Jika eksperimen memerlukan waktu yang lama, akan mengkibatkan berkurangnya kecepatan pembelajaran.

6. Kekurangan pengalaman para siswa maupun guru dalam pengalaman eksperimen, akan menimbulkankesulitan melaksanakan eksperimen.

7. Kegagalan atau kesalahan eksperimen akan mengakibatkan perolehan hasil, belajar berupa imformasi, fakta, atau data yang salah atau yang menyimpang

8. Simulasi 

Dawson (1962) mengemukakan bahwa: “simulasi merupakan suatu istilah umum yang berhubungan dengan menyususn dan mengoperasikan suatu model yang mereplikasi proses-proses perilaku” (dalam Hyman, 1970: 233). Dua batasan tentang simulasi yang dikemukakan senelumnya menuntunke arah ditandainya simulasi sebagai model replikasi dari proses perilaku nyata.

Cardille mengemukaka penemuan beberapa guru yaitu simulasi an permainan merupakan metode mengajar yang tinggi efektivitasnya dalam menyederhanakan situasi kehidupan dan menyajikan pegalaman-pengalaman yang menuntun kea rah diskusi (dalam Clrk, 1986:45)

Dalam permainan catur misalnya, dapat ditandai adanya:

1. Permainan yang berperilaku sebagai jenderal atau berpura-pura jadi jenderal.

2. Papan catur merupakan tiruan dari orang-orang yang terlibat perang, dan

3. Buah catur merupakan tiruan dari orang-orang yang terlibat  perang, dan

4. Papan catur dan buah catur merupakan tiruan dari situasi perang

Batasan metode simulasi tersebut membawa kegiatan belajar-mengajar ke arah:

a. Terlibatnya siswa secara langsung maupun tidak langsung dalam situasi tertentu.

b. Tertembaknya peniruan terhadap suatu proses baik melalui peralatan maupun tanpa peralatannya, yang dimaksudkan untuk membuat situasi tiruan, dan

c. Perilaku pura-pura yang ada pada diri siswa (baik teribat langsung ataupun yang tidak langsung).

Ada beberapa kegiatan yang termasuk bentuk wujud dan simulasi.

1. Permainan simulasi (simulation games), yakni suatu permainandi mana para pemainya bebrapa sebagai pembuat keputusan, bertindak seperti jika mereka benar-benar terlibat dalam situasi yang sebenarnya, dan/atau berkompensi untuk mencapai tujuan tertentu sesuai dengan peran yang ditentukan untuk mereka.

2. Bermain peran (role playing), yakni memainkan peranan dari peran-peran yang sudah pati berdasarkan kejadian terdahulu, yang dimaksudkan untuk menciptakan kembali situasi sejarah/peristiwa masa lalu, menciptakan kemungkinan-kemugkinan kejadian masa yang akan datang, menciptakan peristiwa mutakhir yang dapat dipercaya , atau mengkhayalkan situasi pada suatu tempat dan/atau waktu tertentu.contoh dalam bermai peran ini adalah bermain peran penjual-pembeli, bermain peran dan peristiwa proklamasi, atau kegiatan yang sejenak.

3. Sosiodrama (sociondrama), yakni suatu pembuatan pemecahan masalah kelompok yang dipusatkan pada suatu masalah yang berhubungan dengan relasi kemanusiaan. Contoh sosiodrama adalah simulasi kerja sama anatara siswa di sekolah, simulasi pergaulan siswa degan teman sebaya,nsimulasi pergaulan siswa dengan saudara dan orang tuanya di rumah, dan simulasi yang sejenis.


 

BAB III

PENUTUP


A. Kesimpulan

Hakikat metode adalah pengajaran bahasa bersifat prosedural yakni persoalan pemilihan bahan yang akan diajarkan, penentuan urutan pemberian bahan, persoalan penetuan cara-cara penyajian serta cara-cara evaluasinya.

Mackey (1965) mencatat lima belas macam metode pengajaran bahasa yaitu: Metode Langsung, Metode Alamiah (Natural Merhod), Metode Psykologi, Metode Fonetik, Metode Tata Bahasa, Metode Terjemahan, Metode Terjemahan Tata Bahasa, Metode Membaca, Metode Eklektik, Metode Unit, Metode “Langsung Control”, Metode Mimicry Meniru Menghafal, Metode Teori Praktik, Metode Gognate, Metode Dual Language.

Pengajaran bahasa selain menggunakan metode khusus pengajaran bahasa tersebut, juga menggunakan metode pengajaran secara umum, yaitu: ceramah, tanya jawab, diskusi, kerja kelompok, teknik pemberian tugas, demonstrasi, eksperimen, dan simulasi.


B. Saran

Sebuah materi yang esensial diperlukan pemahaman khusus, jadi diharapkan keseriusannya dalam materi ini dan rajin melatih diri untuk mempelajarinya agar dapat memahaminya. Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan tentunya dapat dipertanggungjawabkan.


DAFTAR PUSTAKA


Djumingin, Sulastriningsih. 2016. Strategi dan Aplikasi Meodel Pembelajaran Inovatif Bahasa dan Sastra. Makassar: Badan Penerbit UNM. 




MAKALAH PRAGMATIK: ASPEK SITUASI TUTUR

MAKALAH PRAGMATIK

ASPEK SITUASI TUTUR


 


OLEH:
KELOMPOK 2




KELAS C
PEND. BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR











BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berbicara mengenai wacana khususnya wacana lisan akan sangat erat kaitannya dengan pragmatik. Seperti kita ketahui dalam komunikasi, satu maksud atau satu fungsi dapat diungkapkan dengan berbagai bentuk/struktur. Untuk maksud “menyuruh” orang lain, penutur dapat mengungkapkannya dengan kalimat imperatif, kalimat deklaratif, atau bahkan dengan kalimat interogatif.
Dengan demikian, pragmatik lebih cenderung ke fungsionalisme daripada ke formalisme. Pragmatik berbeda dengan semantik, pragmatik mengkaji maksud ujaran dengan satuan analisisnya berupa tindak tutur (speech act), sedangkan semantik menelaah makna satuan lingual (kata atau kalimat) dengan satuan analisisnya berupa arti atau makna.
Kajian pragmatik lebih menitikberatkan pada ilokusi dan perlokusi daripada lokusi sebab di dalam ilokusi terdapat daya ujaran (maksud dan fungsi tuturan), perlokusi berarti terjadi tindakan sebagai akibat dari daya ujaran tersebut. Sementara itu, di dalam lokusi belum terlihat adanya fungsi ujaran, yang ada barulah makna kata/kalimat yang diujarkan.
Berbagai tindak tutur yang terjadi di masyarakat, baik tindak tutur representatif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif, tindak tutur langsung dan tidak langsung, maupun tindak tutur harafiah dan tidak harafiah, atau kombinasi dari dua/lebih tindak tutur tersebut, merupakan bahan sekaligus fenomena yang sangat menarik untuk dikaji secara pragmatis. Karena itu pada makalah ini kami akan membahasnya, namun kami batasi hanya mengenai situasi tutur.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan situasi tutur?
2. Apa saja yang termasuk bagian-bagian (komponen) situasi tutur?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah dari penulisan makalah ini, tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian situasi tutur.
2. Untuk mengetahui bagian-bagian (komponen) situasi tutur.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Situasi Tutur
Sebagai salah satu cabang ilmu bahasa yang berkaitan langsung dengan peristiwa komunikasi, maka pragmatik tidak dapat dipisahkan dari konsep situasi tutur. Dengan menggunakan analisis pragmatis, maksud atau tujuan dari sebuah peristiwa tutur dapat diidentifikasikan dengan mengamati situasi tutur yang menyertainya. Rustono (1999:26) menyatakan bahwa situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan. Hal tersebut berkaitan dengan adanya pendapat yang menyatakan bahwa tuturan merupakan akibat, sedangkan situasi merupakan penyebab terjadinya tuturan. Sebuah peristiwa tutur dapat terjadi karena adanya situasi yang mendorong terjadinya peristiwa tutur tersebut. Situasi tutur sangat penting dalam kajian pragmatik, karena dengan adanya situasi tutur, maksud dari sebuah tuturan dapat diidentifikasikan dan dipahami oleh mitra tuturnya. Sebuah tuturan dapat digunakan dengan tujuan untuk menyampaikan beberapa maksud atau sebaliknya. Hal tersebut dipengaruhi oleh situasi yang melingkupi tuturan tersebut.
Situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan. Di dalam komunikasi tidak ada tuturan tanpa situasi tutur. Maksud tuturan sebenarnya hanya dapat diidentifikasi melalui situasi tutur yang mendukungnya. Keanekaragaman maksud yang mungkin disampaikan oleh penutur dalam sebuah peristiwa tutur, Leech (1993) mengungkapkan sejumlah aspek yang harus dipertimbangkan.
Misal A adalah pembantu rumah tangga pada keluarga B yang mempunyai kedudukan baik di pemerintahan daerah; keduanya orang Jawa dan berbahasa asli bahasa Jawa. Karena itu mereka selalu memakai bahasa Jawa. Sesuai dengan “kaidah sosial” masyarakat tutur Jawa, karena A ialah pembantu, dan B majikan, maka A harus selalu menggunakan ragam bahasa Jawa yang halus, ragam tinggi, yang disebut krama, atau lebih tinggi lagi krama inngil, jika dia berbicara dengan B, sebaliknya B menggunakan ragam rendah, ngoko, jika berbicara dengan A. Jika menerima tamu teman sekantor, misalnya bawahannya, di rumah, maka dan tamunya menggunakan bahasa Indonesia. bahasa Indonesia juga di pakai ketika B “berdiskusi” tentang matematika dengan anak-anaknya, sedangkan di meja makan mereka biasanya menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko. B juga menggunakan bahasa Indonesia dengan anak-anaknya, tentang apa saja, jika B sedang menemui tamunya tadi. Jadi, bahasa atau ragam bahasa apa yang dipakai oleh B bergantung kepada siapa penuturnya (pembantu, anak, tamu), atau topik pembicaraannya (tentang apa saja, tentang matematika), atau siapa yang ikut mendengarkan percakapan (B dan anak di depan tamu). Contoh tuturan tersebut terjadi dalam suatu situasi tutur (penerimaan tamu).

B. Aspek-Aspek Situasi Tutur
Leech (1983) mengemukakan sejumlah aspek yang senantiasa harus dipertimbangkan dalam rangka studi pragmatik. Aspek-aspek tersebut adalah:
1. Penutur dan Lawan Tutur
Konsep penutur dan lawan tutur ini juga mencakup penulis dan pembaca bila tuturan bersangkutan dikomunikasikan dengan media tulisan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia, latar belakang, sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban, dsb.
Penutur adalah orang yang bertutur, sementara mitra tutur adalah orang yang menjadi sasaran atau kawan penutur. Peran penutur dan mitra tutur dilakukan secara silih berganti, penutur pada tahap tutur berikutnya dapat menjadi mitra tutur, begitu pula sebaliknya sehingga terwujud interaksi dalam komunikasi. Konsep tersebut juga mencakup penulis dan pembaca apabila tuturan tersebut dikomunikasikan dalam bentuk tulisan. Aspek-aspek yang terkait dengan penutur dan mitra tutur tersebut antara lain aspek usia, latar belakang sosial, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat keakraban. Aspek-aspek tersebut mempengaruhi daya tangkap mitra tutur, produksi tuturan serta pengungkapan maksud. Penutur dan mitra tutur dapat saling memahami maksud tuturan apabila keduanya mengetahui aspek-aspek tersebut. Berikut adalah contoh dalam percakapan.
KONTEKS: ANDI BERTANYA KEPADA RAHMAT MENGENAI HASIL 
PERTANDINGAN SEPAK BOLA INDONESIA MELAWAN
KOREA SELATAN
Andi : “Hai, Mat, kemarin lihat bolanya gak, gimana Indonesia
menang nggak?”
Rahmat : “Wah, kacau Ndi. Indonesia kalah 0-1.”
Andi dalam tuturan tersebut berlaku sebagai penutur sedangkan Rahmat sebagai orang yang diajak bicara oleh Andi sebagai mitra tutur yang mendengarkan tuturan Andi, disamping itu Rahmat dalam peristiwa tutur tersebut juga berperan sebagai penutur, yaitu dengan mengungkapkan jawaban atas pertanyaan Andi yang menanyakan hasil pertandingan sepak bola AFC, Indonesia melawan Korea Selatan yang dimenangkan oleh Korea Selatan 1-0.

2. Konteks Tuturan
Istilah konteks didefinisikan oleh Mey (dalam Nadar, 2009:3) sebagai situasi lingkungan dalam arti luas yang memungkinkan peserta pertuturan untuk dapat berinteraksi dan yang membuat ujaran mereka dapat dipahami. Konteks tuturan linguistik adalah konteks dalam semua aspek fisik atau setting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Konteks tuturan mencakupi aspek fisik ataulatar sosial yang relevan dengan tuturan yang bersangkutan. Konteks yang berupa bagian ekspresi yang dapat mendukung kejelasan maksud disebut dengan ko-teks. Sementara itu, konteks yang berupa situasi yang berhubunagn dengan suatu kejadian disebut konteks. Pada hakikatnya konteks dalam pragmatik merupakan semua latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang dipahami bersama antara penutur dengan mitra tuturnya.
KONTEKS: RINTAN BERTEMU DENGAN RIZAL SAAT MENUNGGU ANGKUTAN
Rizal : “Hai, Rintan !, mau kemana nih, kok sendirian aja?”
Rintan : ”Eh, Rizal, mau kuliah. Biasanya juga sendirian.”(agak malu)
Konteks yang ditampilkan dalam peristiwa tutur yang terjadi antara Rintan dan Rizal tersebut adalah Rizal bertanya kepada Rintan sedangkan koteks ditunjukkan pada raut wajah Rintan yang agak malu menjawab pertanyaan Rizal.

3. Tujuan Tuturan
Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatar belakangi oleh maksud dan tujuan tertentu. Dalam hubungan ini bentuk-bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama.  Atau sebaliknya, berbagai macam maksud dapat diutarakan dengan tuturan yang sama.
Tujuan tuturan adalah apa yang ingin dicapai penutur dengan melakukan tindakan bertutur. Semua tuturan memiliki tujuan, hal tersebut memiliki arti bahwa tidak ada tuturan yang tidak mengungkapkan suatu tujuan. Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur selalu dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tuturan. Dalam hubungan tersebut, bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan satu maksud dan sebaliknya satu tuturan dapat menyatakan berbagai macam maksud.
KONTEKS: ADI DATANG BERKUNJUNG KE RUMAH BU NORI UNTUK MEMINJAM BUKU CATATAN

Adi      : “Kemarin aku gak sempat nyatet kuliahnya Pak Tomo nih.”
Bu Nori : “Nah, kamu pasti mau pinjam buku catatanku lagi kan?”
Berdasarkan peristiwa tutur tersebut dapat diungkapkan bahwa penutur dalam hal ini Adi memiliki tujuan dalam menuturkan tuturan “Kemarin aku gak sempat nyatet kuliahnya Pak Arifin nih.” Tujuan dari tuturan tersebut adalah bahwa Adi bermaksud meminjam buku catatan Bu Nori, karena kemarin dia tidak sempat mencatat materi kuliah yang disampaikan Pak Arifin.

4. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas
Tuturan sebagai tindakan atau aktivitas memiliki maksud bahwa tindak tutur merupakan sebuah tindakan. Menuturkan sebuah tuturan dapat dilihat sebagai melakukan tindakan. Tuturan dapat dikatakan sebagai sebuah tindakan atau aktivitas karena dalam peristiwa tutur, tuturan dapat menimbulkan efek sebagaimana tindakan yang dilakukan oleh tangan atau bagian tubuh lain yang dapat menyakiti orang lain atau mengekspresikan tindakan.
KONTEKS: SEORANG IBU BERKATA KEPADA ANAKNYA

Ibu : “Wah, terasnya kotor sekali ya?.”
Anak : (segera mengambil sapu dan menyapu teras tersebut)
Berdasarkan peristiwa tutur tersebut tuturan yang dilakukan oleh Ibu merupakan tindakan menyuruh atau mendorong Anak untuk membersihkan  teras yang terlihat kotor. Tuturan tersebut menimbulkan efek pada mitra tutur yang mendengarkan tuturan tersebut seperti halnya didorong atau dipukul dengan menggunakan tangan. Dalam perilaku yang dilakukan oleh anak yang segera mengambil sapu dan menyapu teras merupakan efek dari ucapan Ibu tersebut.

5. Tuturan sebagai bentuk tindak verbal
Tuturan merupakan hasil dari suatu tindakan. Tindakan manusia ada dua, yaitu tindakan verbal dan tindakan nonverbal. Karena tercipta melalui tindakan verbal, tuturan tersebut merupakan produk tindak verbal yang merupakan tindakan mengekspresikan kata-kata atau bahasa. Tuturan sebagai produk tindakan verbal akan terlihat dalam setiap percakapan lisan maupun tertulis antara penutur dan mitra tutur, seperti yang tampak pada tuturan berikut.
KONTEKS: SEORANG IBU BERPESAN PADA ANAKNYA

Ibu : ”Ris, nanti kalau ada tamu bilang Ibu sedang arisan ya!”
Risa : “Iya, Bu.”
Tuturan tersebut merupakan hasil dari tindakan verbal bertutur kepada mitra tuturnya, dalam hal ini Risa yang diberi pesan Ibunya, bahwa kalau ada tamu Risa harus mengatakan bahwa Ibunya sedang arisan. Kelima aspek situasi tutur tersebut tentu tidak terlepas dari unsur waktu dan tempat di mana tuturan tersebut diproduksi, karena tuturan yang sama apabila diucapkan pada waktu dan tempat berbeda, tentu memiliki maksud yang berbeda pula. Sehingga unsur waktu dan tempat tidak dapat dipisahkan dari situasi tutur.
BAB III
PETUTUP

A. Kesimpulan
Situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan. Di dalam komunikasi tidak ada tuturan tanpa situasi tutur. Maksud tuturan sebenarnya hanya dapat diidentifikasi melalui situasi tutur yang mendukungnya. Keanekaragaman maksud yang mungkin disampaikan oleh penutur dalam sebuah peristiwa tutur, Leech (1993) mengungkapkan sejumlah aspek yang harus dipertimbangkan.
Leech (1983) mengemukakan sejumlah aspek yang senantiasa harus dipertimbangkan dalam rangka studi pragmatik. Aspek-aspek tersebut terbagi atas lima bagian, yaitu: (1) penutur dan lawan tutur; (2) konteks tuturan; (3) tindak tutur sebagai bentuk tindakan; (4) tujuan tuturan; dan (5) tuturan sebagai produk tindak verbal.

B. Saran
Sebuah materi yang esensial diperlukan pemahaman khusus, jadi diharapkan keseriusannya dalam materi ini dan rajin melatih diri untuk mempelajarinya agar dapat memahaminya. Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan tentunya dapat dipertanggungjawabkan.


DAFTAR PUSTAKA

Dewantara. 2012. Konteks dan Situasi Tutur. Diakses dari internet pada 24 Februari 2018, http://pembelajaran-mas-dewantara.blogspot.co.id/2012/05/konteks-dan-situasi-tutur.html 
Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: UI Press
Wardani, Griya. 2011. Aspek-Aspek Tutur. Diakses dari internet pada 24 Februari 2018, https://griyawardani.wordpress.com/2011/05/19/aspek-aspek-tutur