BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia
adalah negara yang beraneka ragam suku, budaya, dan bahasa. Membahas tentang
bahasa, Bahasa Indonesia adalah alat komunikasi umum yang paling penting dalam
mempersatukan seluruh rakyat bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan
bahasa Melayu yang dijadikan sebagai bahasa resmi dan bahasa persatuan Republik
Indonesia. Melalui perjalanan sejarah yang panjang, bahasa Indonesia telah mencapai
perkembangan yang luar biasa, baik dari segi jumlah pemakainya, maknanya maupun
dari segi kosa kata dan segi tata bahasanya.
Diera
modern ini, bahasa Indonesia telah berkembang secara luas bukan hanya di
Indonesia tetapi juga di luar Indonesia, dan menjadi salah satu kebanggaan
Indonesia atas prestasi tersebut. Sehingga Bahasa Indonesia masuk dalam
kelompok mata kuliah di setiap Perguruan Tinggi.
Mahasiswa
peserta Mata Kuliah Bahasa Indonesia perlu disadarkan akan kenyataan
keberhasilan ini dan ditimbulkan kebanggaannya terhadap bahasa Nasional kita
yaitu Bahasa Indonesia. Karena kemahiran berbahasa Indonesia bagi para
mahasiswa merupakan cerminan dalam tata pikir, tata laku, tata ucap dan tata
tulis berbahasa Indonesia dalam konteks akademis maupun konteks ilmiah.
Sehingga Mahasiswa kelak akan menjadi insan terpelajar bangsa Indonesia yang
akan terjun ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai pemimpin dalam
daerahnya masing-masing. Sehingga mahasiswa diharapkan kelak dapat mengajarkan
warga Indonesia yang masih belum mengetahui banyak tentang bahasa Indonesia
tentang arti penting bahasa yang sebenarnya sehingga nantinya akan menjadi
warga Negara yang dapat memenuhi kewajibannya di mana pun mereka berada dan
dengan siapa pun mereka bergaul di wilayah Negara kesatuan republik Indonesia
tercinta ini. Kemudian mahasiswa hendaknya dapat menyadari akan pentingnya
sejarah, fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan bahasa
nasional.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan
kita bahas dalam makalah ini yaitu:
1. Bagaimana sejarah perkembangan bahasa
Indonesia?
2. Bagaimana kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini
ialah:
1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan bahasa
Indonesia.
2. Untuk mengetahui kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Bahasa Indonesia
Para ahli sependapat bahwa cikal
bakal bahasa Indonesia adalah bahasa melayu kuno yang dalam perkembangannya
kemudian melahirkan sejumlah dialek regional dan dialek sosial yang tersebar
luas di wilayah Asia Tenggara. Selain itu, bahasa melayu yang menurut para
pakar (Blust 1983,1984, Nothofer 1996, Collins 2005) berasal dari wilayah
Kalimantan Barat telah pula melahirkan dua dialek/ragam politis, yaitu bahasa
Indonesia dan bahasa Malaysia, disamping dua ragam politis lain yaitu bahasa
Melayu di Singapura dan bahasa Melayu di Brunei Darussalam.
Bukti bahwa bahasa Indonesia berasal
dari bahasa Melayu kuno adalah adanya sejumlah prasasti yang di temukan di
pulau Sumatera, Pulau Bangka, Semenanjung Malaya (wilayah Malaysia sekarang) dan di Pulau Jawa.
Prasasti-prasasti itu ditulis dengan menggunakan huruf pallawa, yakni aksara
yang dibawah oleh orang-orang Hindu
ke Indonesia. Ada juga, menurut Teeluw(1961) prasasti yang ditulis dengan huruf
Arab, dan ini tentunya prasasti yang
dibuat sesudah masuknya agama Islam ke Indonesia. Menurut Kridalaksana (1991)
sudah ada 18 buah prasasti yang sudah teridentifikasi dan besar kemungkinan
akan bertambah lagi.
Sebagai
contoh sebagai contoh bentuk bahasa melayu kuno berikut dikutipkan bagian dari
sebuah prasasti yang telah ditranslitrasi kedalam huruf latin.
Nipahat di welanya yang wala griwijaya
kaliwatmanapik yang bhumi jaya tida bhakti ka griwajaya.
Secara
harfiah artinya: Dipahat di waktunya yang tentara sriwijaya telah menyerang
tanah jawa tidak takluk ke sriwijaya
Makna
sebenarnya: Dipahat pada waktu tentara sriwijaya telah menyerang tanah jawa
yang tidak takluk pada sriwijaya
Dari
kutipan tersebutdapat dikenali sejumlah kata yang hingga yang kini masih biasa
digunakan. Kata kata itu adalah pahat, di, yang, wala(bala) bhumi(bumi),
tida(tidak), bhakti (bakti), dan ka (ke).
Kata wala menjadi bala dimana fonem
[w] berubah menjadi [b] adalah perubahan yang umum dan biasa. Ada contoh lain,
yaitu watu menjadi batu dan wankai menjadi bangkai. Fonem [bh] menjadii [b]
pada kata bhumi dan bhakti adalah juga perubahan yang biasa terjadi begitupun
fonem[a] berubah menjadi [e] pada kata ka juga merupakan peubahan yang biasa
ada contoh lain, yaitu kata tantara menjadi tentara dan kata karena menjadi
kerana (dalam bahasa Melayu kini).
1.Bahasa Indonesia sebelum
kemerdekaan
Pada dasarnya Bahasa Indonesia
berasal dari bahasa Melayu. Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai
bahasa penghubung antar suku di Nusantara dan sebagai bahasa yang di gunakan
dalam perdagangan antara pedagang dari dalam Nusantara dan dari luar Nusantara.Membahas tentang sejarah
perkembangan bahasa indonesia sebelum merdeka tidak terjadi dalam suatu waktu
yang singkat, tetapi mengalami proses pertumbuhan berabad-abad lamanya.
Alasan
dipilihnya bahasa Melayu sebagai bahasa nasional adalah sebagai berikut:
a. Bahasa
Melayu telah berabad-abad lamanya dipakai sebagai lingua franca (bahasa
perantara atau bahasa pergaulan dibidang perdagangan) di seluruh wilayah
Nusantara.
b. Bahasa
Melayu mempunyai struktur sederhana sehingga mudah dipelajari, mudah
dikembangkan pemakaiannya, dan mudah menerima pengaruh luar untuk memerkaya dan
menyempurnakan fungsinya.
c. Bahasa Melayu bersifat demokratis,
tidak memperlihatkan adanya perbedaan tingkatan bahasa berdasarkan perbedaan
status sosial pemakainya, sehingga tidak menimbulkan perasaan sentimen dan
perpecahan.
d. Adanya semangat kebangsaan yang
besar dari pemakai bahasa daerah lain untuk menerima bahasa Melayu sebagai
bahasa persatuan.
e. Adanya semangat rela berkorban dari
masyarakat Jawa demi tujuan yang mulia.
Bahasa Melayu
adalah bahasa kebangsaanBrunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Bahasa
Indonesia yang berkedudukan sebagai bahasa kebangsaan dan bahasa resmi Negara
Republik Indonesia merupakan sebuah dialek bahasa Melayu, yang pokoknya dari bahasa
Melayu Riau (bahasa Melayu dari provinsi Riau, Sumatera, Indonesia). Agaknya
terlalu sederhana untuk mengatakan bahwa Bahasa Indonesia berasal dari bahasa
Melayu Riau. Orang-orang lupa bahwa bahasa Melayu Riau hanyalah merupakan satu
dialek dari sekian banyak dialek Melayu yang lain.Diatas semua ini sudah terkenal di
seluruh Nusantara suatu bahasa perhubungan, suatulingua Franca yang disebut
dengan Melayu Pasar. Melayu Pasar inilah yang merupakan faktor yang paling
penting untuk di terimanya.
Nama Melayu
mula-mula digunakan sebagai nama kerajaan tua di daerah Jambi di tepi
sungai Batanghari, yang pada pertengahan abad ke-7 ditaklukkan oleh kerajaan
Sriwijaya. Selama empat abad, kerajaan ini berkuasa di daerah Sumatera Selatan
bagian Timur dan di bawah pemerintahan raja-raja Syailendra bukan saja menjadi
pusat politik di Asia Tenggara, melainkan juga menjadi pusat ilmu pengetahuan.
Untuk mengikuti
pertumbuhan bahasa
Indonesia dari awal mula terdapatnya faktor-faktor historis hingga sekarang,
baiklah kita mengikuti beberapa perkembangan berikut.
a. Masa
Prakolonial
Walaupun bukti-bukti tertulis masih
kurang, dapat di pastikan bahasa yang di pakai oleh kerajaan Sriwijaya pada
abad VII adalah bahasa Melayu. Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu
tampak lebih jelas dari berbagai peninggalan–peninggalan bersejarah misalnya: Tulisan yang terdapat pada batu Nisan
di Minye Tujoh, Aceh pada tahun 1380 M, Prasasti Kedukan Bukit, di
Palembang, pada tahun 683, Prasasti Talang Tuo, di Palembang, pada tahun 684, Prasasti
Kota Kapur, di Bangka Barat, pada tahun 686, Prasasti Karang Brahi Bangko,
Merangi, Jambi, pada tahun 688.
Walaupun bukti
tertulis hampir tidak ada, dengan adanya bermacam-macam dialek Melayu yang tersebar
di seluruh Nusantara seperti dialek Melayu Ambon, Larantuka, Kupang Betawi, dan
Manado, dapatlah dipastikan bahwa bahasa Melayu sudah mengalami penyebaran
seluas itu.
Dalam
kesusastraan Tiongkok terdapat berita-berita tentang musafir-musafir Cina yang
bertahun-tahun tinggal di kota-kota Indonesia. Mereka mempergunakan bahasa
penduduk asli yang disebut Kwu’un Lun. I Tsing yang belajar di Sriwijaya pada
akhir abad VII juga menggunakan bahasa itu.
b. Masa Kolonial
Ketika orang-orang Barat sampai di Indonesia
pada abad ke XVI, mereka menghadapi suatu kenyataan, yaitu bahasa Melayu
merupakan suatu bahasa resmi dalam pergaulan dan bahasa perantara dalam
perdagangan (lingua franca). Hal
ini dapat di buktikan dari beberapa kenyataan berikut. Seorang Portugis bernama
Pigafetta, setelah menjunjung Tidore, menyusun semacam daftar kata pada tahun
1522; berarti sebelum itu bahasa Melayu sudah tersebar sampai Kepulauan Maluku.
Baik bangsa
Portugis maupun bangsa Belanda yang datang ke Indonesia mendirikan sekolah-sekolah.
Mereka terbentur pada soal bahasa pengantar. Usaha-usaha untuk memakai bahasa
Portugis atau bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar selalu mengalami
kegagalan. Demikianlah pengakuan seorang Belanda yang bernama Danckaerts dalam
tahun 1631. Ia menyatakan bahwa kebanyakan sekolah di Maluku itu kebanyakan
memakai bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar. Kegagalan di dalam memakai
bahasa-bahasa Barat itu memuncak dengan keluarnya suatu keputusan pemerintah
kolonial, KB 1871 No. 104, yang menyatakan bahwa pengajaran di sekolah-sekolah
Bumi Putra, kalau tidak digunakan bahasa Melayu, di berikan dalam bahasa
daerah.
c. Masa
Pergerakan Kemerdekaan
Dengan lahirnya
Budi Utomo pada tahun 1908 sebagai penggerakan kemerdekaan, terasa sangat
diperlukan suatu bahasa untuk mengikat bermacam-macam suku bangsa di Indonesia.
Pergerakan yang besar dan hebat hanya dapat berhasil kalau semua rakyat
diikutsertakan. Untuk itu mereka mencari suatu bahasa yang dapat dipahami dan
dipakai semua orang.
Pada mulanya
memang sulit untuk menentukan bahasa mana yang akan menjadi bahasa persatuan.
Tiap perhimpunan pemuda, apakah Jong Java, Jong Sumatra atau Jong Ambon, lebih
suka menggunakan bahasa daerahnya sendiri. Budi Utomo, misalnya lebih
menekankan kebudayaan dan bahasa Jawa. Hal-hal ini dirasakan sangat menghambat
persatuan dan kesatuan yang hendak dicapai.
Mengingat
kesulitan-kesulitan untuk mempersatukan berbagai suku bangsa di Indonesia, pada
tahun 1926 Jong Java merasa perlu mengakui suatu bahasa daerah sebagai media
penghubung pemuda-pemudi Indonesia. Bahasa melayu dipilih sebagai bahasa
pengantar. Pemuda-pemudi di Sumatra sudah lebih dulu menyatakan dengan
tegas hasrat mereka agar bahasa Melayu Riau, yang juga disebut Melayu Tinggi,
diakui sebagai bahasa persatuan. Walaupun dengan adanya hasrat yang tegas ini,
sebagai majalah Jong Java dan Jong Sumatranen Bond masih ditulis dalam bahasa
Belanda.
Perlu pula dicatat
jasa beberapa Surat kabar yang turut menyebarluaskan bahasa Melayu, seperti
Bianglala, Bintang Timoer, Kaum Moeda, dan Neratja. Disamping pengaruhnya yang
sangat besar dalam perkembangan bahasa Melayu, media tersebut sekaligus menjadi
penghubung dan tempat latihan bagi putra-putri Indonesia untuk mengutarakan
berbagai macam masalah.
Dengan adanya
bermacam-macam faktor seperti disebutkan diatas, akhirnya tibalah saat diadakan
Kongres Pemuda Indonesia di Jakarta, yaitu pada tanggal 28 Oktober 1928.
Sebagai hasil yang paling gemilang dari kongres itu, diadakan ikrar bersama
yang terkenal dengan nama Sumpah Pemuda, yang berbunyi:
Kami poetera
dan poeteri Indonesia
mengakoe
bertoempah darah satoe,
Tanah Air
Indonesia.
Kami poetera
dan poeteri Indonesia
mengakoe
berbangsa satoe,
Bangsa
Indonesia.
Kami poetera
dan poeteri Indonesia
Mendjoendjoeng bahasa
persatoean,
Bahasa
Indonesia.
2.Bahasa Indonesia Setelah
Kemerdekaan
Sehari setelah proklamasi kemerdekaan, tanggal 18 Agustus 1945, dalam UUD
1945 ditetapkanlah bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara pada pasal 36. Pada tanggal 19 Maret 1947”bahasa
Negara adalah bahasa Indonesia”. Penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi)
diresmikan menggantikan Ejaan van Ophuysen
yang berlaku sejak tahun 1901.
Ejaan Van
Ophuysen ditetapkan pada tahun 1901 dan diterbitkan dalam sebuah buku Kitab
Logat Melajoe. Sejak ditetapkannya itu, ejaan Van Ophuysen pun dinyatakan berlaku.
Sesuai dengan namanya ejaan itu disusun oleh Ch.A.Van Ophuysen, yang dibantu
oleh Engku Nawawi gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Sebelum
ejaan Van Ophuysen disusun para penulis pada umumnya mempunyai aturan
sendiri-sendiri dalam menuliskan konsonan, vokal, kata, kalimat, dan tanda
baca. Oleh karena itu, sistem ejaan yang digunakan pada waktu itu sangat
beragam. Terbitnya ejaan
Van Ophuysen mengurangi kekacauan ejaan yang terjadi pada masa itu.
Beberapa hal
yang cukup menonjol dalam Ejaan Van Ophuysen antara lain sebagai berikut :
1.
Huruf y ditulis dengan j, misalnya:
Sayang → Sajang
Yakin →Jakin
Saya →Saja
2.
Huruf u ditulis dengan oe, misalnya::
Umum →Oemoem
Sempurna →Sempoerna
3.
Huruf k pada akhir kata atau suku kata ditulis dengan tanda koma
diatas, misalnya:
Rakyat → Ra’yat
Bapak → Bapa’
Rusak → Rusa’
4.
Huruf j ditulis dengan dj, misalnya :
Jakarta→ Djakarta
Raja → Radja
Jalan → Djalan
5.
Huruf c ditulis dengan tj, misalnya :
Pacar → Patjar
Cara → Tjara
Ejaan
Republik ialah ejaan baru yang disusun oleh Mr. Soewandi. Penyusunan ejaan baru
dimaksudkan untuk menyempurnakan ejaan yang berlaku sebelumnya yaitu ejaan Van
Ophuysen juga untuk menyederhanakan sistem ejaan bahasa Indonesia. Pada tanggal
19 Maret 1947, setelah selesai disusun ejaan baru itu diresmikan dan ditetapkan
berdasarkan surat keputusan menteri pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 264/Bhg.A, tanggal 19 Maret 1947. Ejaan baru itu
diresmikan dengan Nama Ejaan Republik.
Ejaan
Repubik lazim disebut Ejaan Soewandi karena Nama itu disesuaikan dengan Nama
orang yang memprakarsainya. Seperti kita ketahui, Soewandi merupakan Nama
Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan ketika ejaan itu disusun oleh
karena itu, kiranya wajar jika ejaan yang disusunnya juga dikenal sebagai Ejaan
Soewandi.
Ejaan yang terakhir yang berlaku sampai sekarang adalah
Ejaan yang disempurnakan. Ejaan ini diresmikan pada tahun 1972.
Sebelum EYD,
Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang Pusat Bahasa), pada tahun 1967
mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan Baru pada dasarnya merupakan
lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh panitia Ejaan Malindo. Para
pelaksananya pun di samping terdiri dari panitia Ejaan LBK, juga dari panitia
ejaan dari Malaysia. Panitia itu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan yang
kemudian diberi nama Ejaan Baru. Panitia itu bekerja atas dasar surat keputusan
menteri pendidikan dan kebudayaan no.062/67, tanggal 19 September 1967.
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama
ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut
mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para
ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada
tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972,
berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam
istilah bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru
bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Pada waktu pidato
kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdakan Republik Indonesia
yang ke XXVII, tanggal 17 Agustus 1972 diresmikanlah pemakaikan ejaan baru
untuk bahasa Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan
Presiden No. 57 tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa
Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan hasil yang dicapai
oleh kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada tahun 1966.
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta
penyempurnaan dari pada Ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak
bulan Maret 1947.
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia
Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan
buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan
penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27
Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
Garis
Waktu Peresmian Ejaan
1. Tahun 1901
ejaan yang digunakan ejaan van ophuijsen
2. Ejaan republik
diresmikan 1947
3. Berdasarkan
Putusan Presiden No.57, Tahun 1972, diresmikan pemakaian Ejaan Bahasa
Indonesia. Departemen pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang
berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
4. Tahun
1975 dikeluarkan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) dan
Pedoman Umum Pembentukan Istilah oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan
surat putusannya No. 0196/1975.
5. Lima
tahun sekali, Ejaan Bahasa Indonesia senantiasa disempurnakan hingga sekarang
melalui Kongres Nasional Bahasa Indonesia dengan motor penggerak Pusat Bahasa.
6. Pada
tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan Surat
Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9 September
1987.
7. Di era kesejagatan kini, Bahasa Indonesia
dipelajari di berbagai Perguruan Tinggi nasional dan internasional.
B.
Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
Bahasa
Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting yang tercantum di dalam:
1. Ikrar
ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, “Kami putra dan putri
Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.
2. Undang-
Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan lambang Negara, serta Lagu
Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Maka kedudukan
Bahasa Indonesia sebagai:
1. Bahasa Nasional
Kedudukannya
berada diatas bahasa-bahasa daerah. Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa
Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975
menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia
berfungsi sebagai:
a. Lambang kebanggaan Nasional.
Sebagai lambang kebanggaan Nasional
bahasa Indonesia memancarkan nilai-nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia.
Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa Indonesia, kita harus bangga,
menjunjung dan mempertahankannya. Sebagai realisasi kebanggaan terhadap bahasa
Indonesia, harus memakainya tanpa ada rasa rendah diri, malu, dan acuh tak
acuh. Kita harus bangga memakainya dengan memelihara dan mengembangkannya.
b. Lambang Identitas Nasional.
Sebagai lambang identitas nasional,
bahasa Indonesia merupakan lambang bangsa Indonesia. Berarti bahasa Indonesia
akan dapat mengetahui identitas seseorang, yaitu sifat, tingkah laku, dan watak
sebagai bangsa Indonesia. Kita harus menjaganya jangan sampai ciri kepribadian
kita tidak tercermin di dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia tidak
menunjukkan gambaran bangsa Indonesia yang sebenarnya.
c. Alat pemersatu berbagai masyarakat yang
berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya.
Dengan fungsi ini memungkinkan
masyarakat Indonesia yang beragam latar belakang sosial budaya dan berbeda-beda
bahasanya dapat menyatu dan bersatu dalam kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib
yang sama. Dengan bahasa Indonesia, bangsa Indonesia merasa aman dan serasi
hidupnya, karena mereka tidak merasa bersaing dan tidak merasa lagi ‘dijajah’
oleh masyarakat suku lain. Karena dengan adanya kenyataan bahwa dengan
menggunakan bahasa Indonesia, identitas suku dan nilai-nilai sosial budaya
daerah masih tercermin dalam bahasa daerah masing-masing. Kedudukan dan fungsi
bahasa daerah masih tegar dan tidak bergoyah sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah
diharapkan dapat memperkaya khazanah bahasa Indonesia.
d. Alat penghubung antarbudaya
antardaerah.
Manfaat bahasa Indonesia dapat
dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa Indonesia seseorang dapat
saling berhubungan untuk segala aspek kehidupan. Bagi pemerintah, segala
kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi,
sosial, budaya, pertahanan, dan kemanan mudah diinformasikan kepada warga.
Apabila arus informasi antarmanusia meningkat berarti akan mempercepat
peningkatan pengetahuan seseorang. Apabila pengetahuan seseorang meningkat
berarti tujuan pembangunan akan cepat tercapai.
2. Bahasa Negara (Bahasa resmi Negara
Kesatuan Republik Indonesia)
Dalam Hasil
Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada
tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya
sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
a. Bahasa resmi kenegaraan.
Bukti bahwa bahasa Indonesia sebagai
bahasa resmi kenegaraan adalah digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah
proklamasi kemerdekaan RI 1945. Mulai saat itu bahasa Indonesia digunakan dalam
segala upacara, peristiwa serta kegiatan kenegaraan.
b. Bahasa pengantar resmi
dilembaga-lembaga pendidikan.
Bahasa Indonesia dipakai sebagai
bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari Taman Kanak-Kanak
sampai dengan Perguruan Tinggi.
Untuk memperlancar kegiatan belajar mengajar, materi pelajaran yang berbentuk media cetak hendaknya
juga berbahasa Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan
buku-buku yang berbahasa asing. Apabila hal ini dilakukan, sangat membantu
peningkatan perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek).
c. Bahasa resmi di dalam perhubungan
pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
serta pemerintah.
Bahasa Indonesia dipakai dalam
hubungan antarbadan pemerintah dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat.
Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem administrasi dan
mutu media komunikasi massa. Tujuan penyeragaman dan peningkatan mutu tersebut
agar isi atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh
masyarakat.
d. Bahasa resmi di dalam pengembangan
kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.
Kebudayaan nasional yang beragam
yang berasal dari masyarakat Indonesia yang beragam pula. Dalam penyebarluasan
ilmu dan teknologi modern agar jangkauan pemakaiannya lebih luas, penyebaran
ilmu dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer,
majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lain, hendaknya menggunakan bahasa
Indonesia. Pelaksanaan ini mempunyai hubungan timbal-balik dengan fungsinya sebagai
bahasa ilmu yang dirintis lewat lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di
perguruan tinggi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahasa
Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang
Dasar RI 1945, Pasal 36”bahasa Negara adalah bahasa Indonesia”. Sejarah bahasa
Indonesia telah tumbuh dan berkembang sekitar abad ke VII dari bahasa Melayu
yang sejak zaman dahulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan. Bukan
hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga di seluruh Asia Tenggara.
Awal penciptaan
Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada
tanggal 28 Oktober 1928, diumumkanlah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai
bahasa untuk Negara Indonesia pascakemerdekaan. Secara yuridis, baru tanggal 18
Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya dan ditetapkan
dalam UUD 1945 pasal 36.
Ada beberapa ejaan yang pernah diguankan di Indonesia,
antara lain ejaan Van Ophuysen,
ejaan republik, dan ejaan yang masih digunakan sampai sekarang yaitu ejaan yang
disempurnakan atau biasa disingkat EYD.
Kedudukan
sebagai Bahasa Nasional:
1.
Lambang
kebanggaan Nasional
2.
Lambang
Identitas Nasional
3.
Alat
pemersatu
4.
Alat
penghubung antarbudaya
Kedudukan
sebagai Bahasa Negara :
1.
Bahasa
resmi kenegaraan
2.
Bahasa
pengantar resmi lembaga pendidikan
3.
Bahasa resmi di dalam perhubungan dan pembangunan
4.
Bahasa resmi kebudayaan dan IPTEK
B. Saran
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, kedepannya penulis akan
lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber
yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 2013. Pembinaan Bahasa Indonesia.
Jakarta: Rineke Cipta.
Pamungkas,
Sri. 2012. Bahasa Indonesia dalam
Berbagai Perspektif. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Tim
Penyusun. 2013. Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian Bahasa Indonesia. Makassar: Badan Pengembangan Bahasa dan
Sastra Indonesia dan Daerah
http://materi-mata-kuliah.blogspot.co.id/2014/09/sejarah-kedudukan-dan-fungsi-bahasa-indonesia.html