Friday, May 13, 2016

MAKALAH TEORI DAN SEJARAH SASTRA INDONESIA “ Isi dan Struktur Ciptasastra”




BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Ilmu kesusastraan mempunyai beberapa bidang. Bidang-bidang itu adalah teori kesustraan, kritik kesusastraan dan Sejarah Kesusastraan. Lazimnya sebuah ciptasastra dibagi atas isi dan bentuk. Bentuk disebut juga struktur. Perbandingan isi dengan bentuk bukanlah bagaikan isi dengan bungkus. Di dalam sebuah ciptasastra, isi tidaklah lebih penting dari bentuk. Karena itu ahli-ahli lebih cenderung menggunakan istilah “struktur” sebagai ganti istilah “bentuk”. Sebab dengan menggunakan istilah “bentuk” mungkin akan terjadi penafsiran “isi” lebih penting daripada “bentuk”.
Sebuah ciptasastra yang bernilai ialah apabila adanya keharmonisan antara isi yang baik dengan struktur yang baik pula. Apa yang disajikan dan bagaimana menyajikannya adalah dua hal yang menentukan berhasil tidaknya sebuah ciptasastra. Kemudian faktor-faktor fantasi, imajinasi dan emosi menentukan pula ciptasastra tersebut.
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penulisan tersebut di atas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana tinjauan terhadap sebuah hasil sastra?
2. Bagaimana isi dan struktur cipta sastra?
C.  Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai
pada penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.  Mengetahui sudut tinjauan dalam mempelajari dan meneliti sebuah hasil sastra.
2.  Mengetahui isi dan struktur ciptasastra.
                                          
BAB II
PEMBAHASAN

A.     Dua Segi Tinjauan Terhadap Sebuah Hasil Sastra
Ilmu kesusastraan mempunyai beberapa bidang. Bidang-bidang itu adalah teori kesustraan, kritik kesusastraan dan Sejarah Kesusastraan.
            Ada dua sudut tinjauan dalam mempelajari dan meneliti sebuah hasil sastra.
1.      Tinjauan menurut segi intrinsik
Segi intrinsik ialah segi yang membangun ciptasastra itu dari dalam. Misalnya, hal-hal yang berhubungan dengan struktur. Seperti alur (plot), latar, pusat pengisahan dan penokohan, kemudian juga hal-hal yang berhubungan dengan pengungkapan tema dan amanat. Juga termasuk ke dalamnya hal-hal yang berhubungan dengan imajinasi dan emosi.
-          Tema dan Amanat
Tema ialah persoalan yang menduduki tempat utama dalam karya sastra. Tema merupakan sesuatu yang menjadi pokok masalah/pokok pikiran dari pengarangnya yang ditampilkan dalam karya sastranya. Tema terdiri terdiri dari tema mayor (tema yang sangat menonjol dan menjadi persoalan) dan tema minor (tema yang tidak menonjol. Tema  mayor merupakan tema utama yang sangat ditekankan dalam membuat karya sastra, sedangkan tema minor adalah tema latar yang dapat melengkapi tema mayor.
Amanat dalam suatu karya sastra merupakan pesan positif yang terkandung di dalam sebuah karya sastra yang diciptakan.
-          Alur (plot)
Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Alur dalam suatu karya sastra dapat disebut dengan plot yang merupakan serangkaian kejadian yang mempunyai hubungan sebab-akibat sehingga menjadi suatu peristiwa yang utuh. Alur terdiri dari alur awal, alur tikaian, alur gawatan, alur puncak, alur leraian dan alur akhir yang merupakan puncak cerita. Tahapan alur atau plot terbagi menjadi:
1.      Tahap perkenalan/eksposisi, adalah tahap permulaan suatu cerita yang dimulai dengan suatu kejadian, tetapi belum ada ketegangan (perkenalan para tokoh, reaksi antarpelaku, penggambaran fisik, dan penggambaran tempat)
2.      Tahap pertentangan/konflik, adalah tahap dimana mulai terjadi pertentangan antartokoh.(titik pijak menuju pertentangan selanjutnya)
3.      Tahap penanjakan konflik, adalah tahap dimana ketegangan mulai terasa semakin berkembang dan rumit (nasib pelaku semakin sulit diduga, serba samar-samar)
4.      Tahap klimaks, adalah tahap dimana ketegangan mulai memuncak
5.      Tahap penyelesaian, adalah tahap akhir cerita, pada bagian ini berisi penjelasan tentang nasib para tokoh. Ada pula yang penyelesainnya diserahkan kepada pembaca, jadi akhir ceritanya menggantung, tanpa ada penyelesaian.
-          Pusat pengisahan karya sastra
Pusat pengisahan karya sastra adalah kisah yang diceritakan oleh pengarang. Pusat pengisahan bergantung bagaimana penyajian cerita, namun biasanya pusat pengisahan karya sastra memiliki dua pusat pengisahan, yaitu pengisahan yang membuat pengarangnya seagai pelaku utama, atau pusat pengisahan yang membuat pengarang sebgai orang ketiga atau pengamat cerita.
-          Perwatakan/penokohan
Adalah bagaimana pengarang melukiskan watak tokoh. Ada tiga cara untuk melukiskan watak tokoh.
1.      Analitik, adalah pengarang langsung menceritakan watak tokoh.
Contoh:
Siapa yang tak kenal Pak Edi yang lucu, periang, dan cerdas. Meskipun agak pendek justru melengkapi sosoknya sebagai guru yang diidolakan siswa.
2.      Dramatik, adalah pengarang melukiskan watak tokoh secara tidak langsung. Bisa melalui tempat tinggal,  lingkungan, percakapan/dialog antartokoh, jalan pikiran tokoh.
3.      Campuran adalah gabungan antara analitik dan dramatik. Pelaku dalam cerita dapat manusia, binatang, atau benda-benda mati yang dihidupkan.

2.      Tinjauan menurut segi ekstrinsik

Segi ekstrinsik ialah segi yang mempengaruhi ciptasastra itu dari luar atau latar belakang dari penciptaan ciptasastra itu. Misalnya faktor-faktor politik, ekonomi, sosiologi, sejarah, ilmu jiwa atau pendidikan. Tinjauan ekstrinsik sifatnya hanyalah membantu penelitian dan melengkapi tinjauan yang bersifat instrinsik.
      Jika terlalu menekankan tinjauan pada segi instrinsik maka tinjauan bukan lagi tinjauan sastra, tetapi telah berubah menjadi tinjauan politik, ekonomi, sosial, dan seterusnya. Dengan demikian ciptasatra hanya merupakan bahan dan objek saja, tidak lagi sebagai pokok bidang ilmu di atas.

B.     Pengertian Isi dan Struktur
Lazimnya sebuah ciptasastra dibagi atas isi dan bentuk. Bentuk disebut juga struktur. Perbandingan isi dengan bentuk bukanlah bagaikan isi dengan bungkus. Di dalam sebuah ciptasastra, isi tidaklah lebih penting dari bentuk. Karena itu ahli-ahli lebih cenderung menggunakan istilah “struktur” sebagai ganti istilah “bentuk”. Sebab dengan menggunakan istilah “bentuk” mungkin akan terjadi penafsiran “isi” lebih penting daripada “bentuk”.
Dengan “isi” dimaksudkan segala penyampaian ide elemen lingustik yang bertindak sebagai organ yang mengutarakan isi tersebut. Kejadian atau peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita misalnya, dapat dimasukkan ke dalam isi. Sedang penyusunan peristiwa-peristiwa tersebut dapat dimasukkan ke dalam bentuk.
Oleh Idrus, yang berdasarkan pendapat Benedetto Croce, dikatakan ada tiga jenis isi, yaitu isi formal, isi faktual, dan isi imitasi. Isi imitasi ialah isi yang diambil alih begitu saja dari ciptasastra-ciptasatra yang lain. Isi faktual adalah isi yang ada dalam kehidupan sehari-hari, sebelum dicernakan ke dalam swbuah ciptasastra. Sedang isi formal adalah isi yang ada di dalam ciptasastra itu sendiri.

Orang sering menyamaratakan antara isi faktual dengan isi formal. Isi formal kadang-kadang dianggap betul-betul dicari secara persis di dalam masyarakat. Sehingga orang menghubung-hubungkan antara peristiwa dan tokoh-tokoh dalam sebuah ciptasastra dengan peristiwa-peristiwa dan tokoh-tokoh yang sebenarnya ada di dalam masyarakat. Pemikiran tersebut keliru, karena isi formal (isi yang sudah direncakan di dalam ciptasastra) adalah hasil fantasi dan imajinasi.
Ke dalam “isi” termasuk: tema dan amanat. Sedang ke dalam “struktur” (dari cerita-rekaan) termasuk: alur, latar, pusat pengisahan, penokohan dan gaya bahasa. Antara isi dan struktur punya kedudukan dan kepentingan yang sama dalam penelitian dan penilaian. Nilai sebuah ciptasastra tidaklah ditentukan hanyalah oleh isi. Akan tetapi merupakan hasil dari tinjauan tentang isi dan struktur. Sebuah ciptasastra bernilai baik, bilamana isi (tema dan amanat) baik dan ditransformir (diungkapkan) ke dalam suatu struktur yang baik dan artistik (indah).
Sebuah ciptasastra yang bernilai ialah apabila adanya keharmonisan antara isi yang baik dengan struktur yang baik pula. Apa yang disajikan dan bagaimana menyajikannya adalah dua hal yang menentukan berhasil tidaknya sebuah ciptasastra. Kemudian faktor-faktor fantasi, imajinasi dan emosi menentukan pula ciptasastra tersebut.
Struktur (bentuk) tidaklah sama artinya dengan bagan, rangka dan konstruksi (bangunan). Pengertian struktur lebih luas dari itu. Kalau dengan isi dimaksudkan segala apa yang diungkapkan dalam sebuah ciptasastra, maka dengan struktur dimaksudkan tentang bagaimana cara mengungkapkannya.
 

BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan

Ilmu kesusastraan mempunyai beberapa bidang. Bidang-bidang itu adalah teori kesustraan, kritik kesusastraan dan Sejarah Kesusastraan.
            Ada dua sudut tinjauan dalam mempelajari dan meneliti sebuah hasil sastra.
1.      Tinjauan menurut segi intrinsik
2.      Tinjauan menurut segi ekstrinsik.
 Orang sering menyamaratakan antara isi faktual dengan isi formal. Isi formal kadang-kadang dianggap betul-betul dicari secara persis di dalam masyarakat. Sehingga orang menghubung-hubungkan antara peristiwa dan tokoh-tokoh dalam sebuah ciptasastra dengan peristiwa-peristiwa dan tokoh-tokoh yang sebenarnya ada di dalam masyarakat. Pemikiran tersebut keliru, karena isi formal (isi yang sudah direncakan di dalam ciptasastra) adalah hasil fantasi dan imajinasi.


B.  Saran
Saran dan kritik dari pembaca sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan penyusunan makalah kami selanjutnya.

 
 
DAFTAR PUSTAKA

Ensten, Mursal. 2013. Kesusatraan Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung. Angkasa Bandung.

No comments:

Post a Comment