Keterampilan Berbicara
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan
manusia tidak dapat lepas dari kegiatan berbahasa. Bahasa merupakan sarana
untuk berkomunikasi antarmanusia. Bahasa sebagai alat komunikasi ini,
dalam rangka memenuhi sifat manusia sebagai makhluk sosial yang perlu
berinteraksi dengan sesama manusia. Bahasa dianggap sebagai alat yang paling
sempurna dan mampu membawakan pikiran dan perasaan baik mengenai hal-hal yang
bersifat konkrit maupun yang bersifat abstrak (Effendi, 1985:5). Sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi manusia dituntut untuk
mempunyai kemampuan berbahasa yang baik. Seseorang yang mempunyai kemampuan
berbahasa yang memadai akan lebih mudah menyerap dan menyampaikan informasi
baik secara lisan maupun tulisan.
Keterampilan
berbicara bukanlah suatu jenis keterampilan yang dapat diwariskan secara turun
temurun walaupun pada dasarnya secara alamiah setiap manusia dapat berbicara.
Namun, keterampilan berbicara secara formal memerlukan latihan dan
pengarahan yang intensif. Stewart dan Kennert Zimmer (Haryadi dan Zamzani,
1997:56) memandang kebutuhan akan komunikasi yang efektif dianggap sebagai suatu
yang esensial untuk mencapai keberhasilan setiap individu maupun
kelompok.
Seseorang yang
mempunyai keterampilan berbicara yang baik, pembicaraannya akan lebih mudah
dipahami oleh penyimaknya. Berbicara menunjang keterampilan membaca dan
menulis. Menulis dan berbicara mempunyai kesamaan yaitu sebagai kegiatan
produksi bahasa dan bersifat menyampaikan informasi. Kemampuan seseorang dalam
berbicara juga akan bermanfaat dalam kegiatan menyimak dan memahami bacaan.
Akan tetapi, masalah yang terjadi di lapangan adalah tidak semua orang
mempunyai kemampuan berbicara yang baik. Oleh sebab itu, pembinaan keterampilan
berbicara harus dilakukan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penulisan tersebut di
atas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut:
1.
Bagaimana hubungan antarkomponen
keterampilan berbahasa?
2. Bagaimana batasan dan tujuan berbicara sebagai
suatu cara berkomunikasi?
3. Apa sajakah ragam seni berbicara?
4. Bagaimana metode penyampaian dan penilaian
berbicara?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang
ingin dicapai
pada
penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui hubungan antarkomponen
keterampilan berbahasa.
2.
Mengetahui batasan dan tujuan berbicara sebagai suatu cara
berkomunikasi.
3.
Mengetahui ragam seni berbicara.
4.
Mengtahui metode penyampaian dan penilaian berbicara.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Keterampilan Berbahasa: Komponen-komponennya
Keterampilan
berbahasa mempunyai empat komponen, yaitu:
1)
Keterampilan menyimak
2)
Keteampilan berbicara
3)
Keterampilan membaca
4)
Keterampilan menulis (Nida, 1957: 19; Harris, 1977: 9 dalam Tarigan, 2013: 1).
Setiap
keterampilan itu, berhubungan erat sekali dengan tiga keterampilan lainnya
dengan cara yang beraneka-ragam. Dalam memeroleh keterampilan berbahasa, kita
melalui suatu hubungan urutan yang teratur: mula-mula pada masa kecil kita
belajar menyimak, kemudian berbicara, setelah itu kita belajar membaca dan
menulis. Menyimak dan berbicara kita pelajari sebelum memasuki sekolah. Keempat
keterampilan tersebut pada dasarnya merupakan suatu kesatuan.
Agar kita mendapat gambaran yang lebih
jelas mengenai keempat keterampilan berbahasa serta hubungannya satu sama lain,
perhatikan gambar berikut.
Menyimak
|
Menyimak
|
Langsung
Produktif
Ekspresif
|
Langsung
Apresiatif
Reseptif
fungsional
|
Menyimak
|
Menyimak
|
Tak langsung
Apresiatif
Reseptif
fungsional
|
Tak langsung
Produktif
Ekspresif
|
tatap
muka
Keterampilan
berbahasa
|
komunikasi
tidak
tatap
muka
Keterampilan berbahasa hanya dapat
diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktek dan banyak latihan. Oleh karena
itu, setelah berpraktek dan berlatih perlu diadakan tes untuk mengetahui sampai
dimana hasil yang telah dicapai. Komponen-komponen yang perlu mendapat
perhatian khusus dalam tes tersebut adalah seperti yang tertera pada gambar
berikut.
Komponen
|
Keterampilan
|
|||
Menyimak
|
Berbicara
|
Membaca
|
Menulis
|
|
Fonologi
|
ü
|
ü
|
-
|
-
|
Ortografi
|
-
|
-
|
ü
|
ü
|
Struktur
|
ü
|
ü
|
ü
|
ü
|
Kosa
kata
|
ü
|
ü
|
ü
|
ü
|
Kecepatan
kelancaran umumm
|
ü
|
ü
|
ü
|
ü
|
B. Berbicara Sebagai
Suatu Keterampilan Berbahasa
Linguis berkata bahwa “speaking is
language". Berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang
pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh ketrampilan menyimak,
dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari.
Berbicara sudah barang tentu erat berhubungan dengan perkembangan kosa kata
yang diperoleh oleh sang anak melalui kegiatan menyimak dan
membaca. Kebelum-matangan dalam perkembangan bahasa juga merupakan suatu
keterlambatan dalam kegiatan-kegiatan berbahasa. Juga perlu kita sadari bahwa keterampilan-keterampilan
yang diperlukan bagi kegiatan berbicara yang efektif banyak persamaannya dengan
yang dibutuhkan bagi komunikasi efektif dalam keterampilan-keterampilan
berbahasa yang lainnya itu. (Greene & Petty, 1971:39-40).
Untuk memperoleh gambaran yang lebih
jelas maka berikut ini akan kita tinjau secara lebih terperinici hubungan
antara :
a. Berbicara dengan menyimak
b. Berbicara dengan membaca
c. Ekspresi lisan dengan
ekspresi tertulis
1. Hubungan antara
Berbicara dan Menyimak
Hal-hal yang dapat memperlihatkan
eratnya hubungan antara berbicara dan menyimak, adalah sebagai berikut:
a. Ujaran (speech) biasanya
dipelajari melalui menyimak dan meniru (imitasi).
b. Kata-kata
yang akan dipakai serta dipelajari oleh sang anak biasanya ditentukan oleh
perangsang (stimulus) yang mereka temui (misalnya kehidupan
desa/kota) dan kata-kata yang paling banyak memberi bantuan atau pelayanan
dalam menyampaikan ide-ide atau gagasan mereka.
c. Ujaran sang anak mencerminkan pemakaian
bahasa di rumah dan dalam masyarakat tempatnya hidup.
d. Anak yang lebih muda lebih dapat memahami
kalimat-kalimat yang lebih jauh panjang dan rumit tinimbang kalimat-kalimat
yang dapat diucapkannya.
e. Meningkatkan
keterampilan menyimak berarti membantu meningkatkan kualitas berbicara
seseorang.
f. Bunyi
atau suara merupakan faktor penting dalam meningkatkan cara pemakaian kata-kata
sang anak.
g. Berbicara
dengan bantuan alat-alat peraga (visual aids)akan menghasilkan
penangkap informasi yang lebih baik pada pihak penyimak.
2. Hubungan antara
Berbicara dan Membaca
Hubungan-hubungan
antara bidang kegiatan lisan dan membaca tealah dapat diketahui dari beberapa
telaah penelitian, antara lain:
a. Performansi
atau penampilan membaca berbeda sekali dengan kecakapan berbahasa lisan.
b. Pola-pola
ajaran yang tuna-aksara mungkin mengganggu pelajaran membaca bagi anak-anak.
c. Kalau
pada tahun-tahun awal sekolah, ujaran membentuk suatu dasar bagi pelajaran
membaca, maka membaca bagi anak-anak kelas yang lebih tinggi turut membantu
meningkatkan bahasa lisan mereka.
d. Kosa
kata khusus mengenai bahan bacaan haruslah diajarkan secara langsung.
3. Hubungan
antara Ekspresi Lisan dan Ekspresi Tulis
Adalah
wajar bila komunikasi lisan dan komunikasi tulis erat sekali berhubungan karena
keduanya mempunyai banyak persamaanantara lain:
a. Sang
anak belajar berbicara jauh sebelum dia dapat menulis, dan kosa kata, pola-pola
kalimat, serta organisasi ide-ide yanh memberi ciri kepada ujarannyamerupakan
dasar bagi ekspresi tilis berikutnya.
b. Sang
anak yang telah dapat menulis dengan lancar biasanya dapat pula menuliskan
pengalaman-pengalaman pertamanya secara tepat tanpa diskusi lisan pendahuluan
tetapi dia masih perlu membicarakan ide-ide yang rumit yang diperolehnya dari
tangan kedua.
c. Perbedaan-perbedaan
terdapat pula antara komunikasi lisan dan komunikasi tulis. Ekspresi tulis
cenderung ke arah kurang berstruktur, lebih ssering berubah-ubah, tidak tetap,
dan biasanya lebih kacau serta membingungkan ketimbang komunikasi tulis.
C. Berbicara Sebagai Suatu Cara
Berkomunikasi
Manusia adalah makhluk social, dan
tindakannya yang pertama dan yang paling penting adalah tindakan social, suatu
tiondakan dan tempat saling mempertukarkan pengalaman, saling mengemukakan dan
menerima pikiran, saling mengutarakan perasaan atau saling mengekspresikan
serta menyatujui sesuatu pendirian atau keyakinan.oleh karena itu maka didalam
tindakan social haruslah terdapat elemen-elemen yang umum, yang sama-sama
disetujui dan dipahami oleh sejumlah orang yang merupakan suatu masyarakat.
Untuk menghubungkan sesame anggota masyarakat maka dipeerlukan komunikasi.
Komunikasi mempersatukan para individu
ke dalam nkelompok-kelompok dengan jalan mrenghablurkan konsep-konsep umum,
memelihara serta mengawetkan ikatan-ikatan kepentingan umum, menciptakan suatu
kesatuan lambang-lambang yang membedakannya dari kelompok-kelompok lain, dan
menetapkan suatu tindakan tersebut tidak aka nada serta dapat bertahann lama
tanpa adanya masyarakat-masyarakat bahasa. Dengan pewrkataan lain: masyarakat
berada dalam komunikasi linguistik.
Ujaran sebagai suatu cara
berkomunikasisangat mempengaruhi kehidupan-kehidupan individual kita. Dalam
system inilah kita saling bertukar pendapat, gagasan, perasaan, keinginan,
dengan bantuan lambang-lambang yang tersebut kata-kata. Sistem inilah yang
memberi keefektifan bagi individu dalam mendirikan hubungan mentral dan
emisional dengan anggota-anggota lainnya.
Agaknya tidak perlu disangsikan lagi
bahwa ujaran hanyalah merupakan ekspresi dari gagasan-gagasan pribadi
seseorang, dan menekankan hybungan-hubungan yang bersifat. Dua arah, memberi
dan menerima. (Powers, 1954 : 5-6)
Profesor Anderson mengemukakan adanya 8 prinsip
(linguistik) dasar, yaitu:
1) Bahasa adalah suatu sistem;
2) Bahasa adalah vokal (bunyi ujaran);
3) Bahasa tersusun dari lambang-lambang
mana suka (arbitrary symbols);
4) Setiap bahasa bersifat unik; bersifat
khas;
5) Bahasa dibangun dari
kebiasaan-kebiasan;
6) Bahasa adalah alat komunikasi;
7) Bahasa berhubungan dengan kebudayaan
tempatnya berada;
8) Bahasa itu berubah-ubah.
Seorang ahli lain, M. Douglas Brown, setelah menelaah
batasan bahasa dari 6 buah sumber, membuat rangkuman, sebagai berikut:
a. Bahasa adalah sistem yang
sistematis, barangkali juga untuk sistem generatif.
b. Bahasa adalah
seperangkat lambang-lambang mana suka (simbol-simbol).
c. Lambang-lambang
tersebut terutama sekali bersifat vokal, tetapi mungkin juga bersifat visual.
d. Lambang-lambang
itu mengandung makna-makna konvesional.
e. Bahasa
dipergunakan sebagai alat untuk komunikasi.
f. Bahasa
beroperasi dalam suatu masyarakat bahasa (a speech community)
g. Bahasa pada hakekatnya bersifat kemampuan,
walaupun mungkin tidak terbatas pada manusia.
h. Bahasa diperoleh oleh semua
bangsa/orang dengan cara yang hampir/banyak bersamaan; bahasa dan belajar
bahasa mempunyai ciri-ciri kesemestaan (Universal characteristics),
(Brown, 1980 : 5)
Dari kedua sumber tersebut, walaupun dengan kata-kata
yang berbeda di sana-sini, dapat kita lihat banyaknya persamaan pandangan dan
gagasan mengenai bahasa (language) itu.
Komunikasi dapat dipandang sebagai suatu kombinasi perbuatan-perbuatan
atau tindakan-tindakan serangkaian unsur-unsur mengandung maksud dan tujuan.
Komunikasi bukan melulu merupakan suatu kejadian, peristiwaa, atau sesuatu yang
terjadi. Akan tetapi komunikasi adalah sesuatu yang fungsional, mengandung maksud,
dan dirancang untuk menghasilkan beberapaa efek atau akibat pada lingkungan
para penyimak dan para pembicara. Komunikasi adalah serangkaian perbuatan
komunikasi atau speech acts yang dipergunakan secara
sistematis untuk menyelesaikan atau mencapai maksud-maksud tertentu. Dalam hal
ini harus kita tekankan pentingnya konsekuensi-konsekensikomunikasi linguistik.
Untuk menunjukaan hakekat purposif dari komunikasi itu,
Halliday (1973) mempergunakan istilah fungsi. Beliau memang telah mempergunakan
banyak waktu untuk mengadakan penelitian serta penjelajahan mengenai hal itu,
dan akhirnya dapat merangkumkan adanya tujuan jenis fungsi bahasa, yaitu:
1. Fungsi
instrumental bertindak untuk menggerakkan serta memanipulasikan
lingkungan, menyebabkan peristiwa-peristiwa tertentu terjadi. Kalimat-kalimat
atau ucapan-ucapan seperti: ‘jangan pegang pisau itu!”
2. Fungsi regulasi atau
fungsi pengaturan dari bahasa merupakan pengawasan terhadap
peristiwa-peristiwa. Sementara pengawasan seperti itu kadang-kadang sukar
dibedakan dari fungsi instrumental, tetapi ucapan” Demi keadilan untuk
memperbaiki tindakanmu yang tidak bermoral, maka kamu akan disekap dipenjara
selama tiga tahun”, lebih menonjolkan suatu fungi pengaturan. Ketetapan atau
peraturan pertemuan-pertemuan antara orang-orang persetujuan, celaan,
pengawasan kelakuan, penetapan undang-undang dan peraturan-peraturan –
merupakan ciri-ciri pengaturan bahasa.
3. Fungsi
representasional adalah pengunaan bahasa untuk membuat
pernyataan-pernyataan, menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan
atau melaporkan dalam pengertian ”menggambarkan” realitas yang terlihat oleh
seseorang. Ucapan-ucapan seperti: “matahari panas”, “Presiden berpidato tadi
malam”, ataupun “Dunia rata” menampilkan fungsi-fungsi representasional,
walaupun tak dapat disangkal bahwa penggambaran terakhir itu masih dapat
diperdebatkan dengan seru.
4. Fungsi
interaksional bahasa bertindak untuk menjamin pemeliharaan sosial.
Malinowski mempergunakan istilah “phatic commonion” yang mengacu kepada
kontak komunikatif antara sesama manusia yang semata-mata mengizinkan mereka
mendirikan kontak sosial serta menjaga agar saluran-saluran komunikasi itu
tetap terbuka, merupakan bagian dari fungsi interaksional bahasa. Keberhasilan
komunikasi interaksional menuntut pengetahuan mengenai slang, jargon, lelucon,
cerita rakyat, adat istiadat, sopan santun, dan lain-lain.
5. Fungsi fersonal membolehkan
seorang pembicara menyatakan perasaan, emosi, kepribadian, reaksi-reaksi yang terkandung
dalam hati sanubarinya. Kepribadian seseorang biasanya ditandai oleh penggunaan
fungsi fersonal komunikasi. Dalam ciri fersonal bahasa jelas bahwa kognisi atau
pengertian, pengaruh, dan budaya saling memengaruhi dengan cara-cara yang belum
banyak diselidiki.
6. Fungsi heuristik melibatkan
bahasa yang dipergunakan untuk memeroleh pengetahuan dan memelajari lingkungan.
Fungsi-fungsi heuristik seringkali disampaikan dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan yang menuntut jawaban-jawaban.Anak-anak khususnya
memperlihatkan dengan jelas penggunaan fungsi heuristik ini dalam
pertanyaan-pertanyaan “mengapa” mengenai dunia sekeliling mereka.Penyelidikan
(atau “rasa ingin tahu”) merupakan suatu metode heuristik untuk memperoleh
pemberian-pemberian realitas dari orang lain.
7. Fungsi
imajinatif bertindak untuk menciptakan sistem-sistem atau
gagasan-gagasan imajiner.Mengisahkan cerita-cerita dongeng, membuat
lelucon-lelucon, atau menulis novel merupakan kegiatan yang mempergunakan
fungsi imajinatif bahasa.Melalui dimensi-dimensi imajinatif bahasa kita bebas
menjelajah ke seberang dunia yang nyata membumbung tinggi ke atas ketinggian
keindahan bahasa itu sendri, dan melalui bahasa itu menciptakan mimpi-mimpi
yang mustahil,kalau kita menginginkannya. (Halliday, 1973;brown, 1994-5)
D.
Batasan dan Tujuan Berbicara
Ujaran (speech) merupakan suatu bagian
yang integral dari keseluruhan personalitas atau kepribadian, mencerminkan
lingkungan sang pembicara, kontak – kontak sosial, dan pendidikannya. Aspek –
aspek lain, seperti cara berpakaian atau mendandani pengantin, adalah bersifat
ekternal, tetapi ujaran sudah bersifat interen, pembawaan.
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan
pikiran, gagasan, dan perasaan.Sebagai perluasan dari batasan ini dapat
dikatakan bahwa berbicara merupakan suatu sitem tanda-tanda yang dapat didengar
(audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan
jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan
atau ide-ide yang dikombinasikan. Lebih jauh lagi, berbicara merupakan
suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik,
psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik sedemikian ekstensif, secara
luas dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol
sosial.
Dengan demikian, maka, berbicara itu lebih daripada hanya
sekedar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata. Berbicara adalah suatu alat
untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak.
Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi.
Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, seyogianyalah sang pembicara
memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan.
Apakah sebagai alat sosial (social tool) ataupun sebagai
alat perusahaan maupun profesional (business or profesional tool), maka pada
dasarnya berbicara mempunyai tiga maksud umum, yaitu:
1) Memberitahukan
dan melaporkan (to inform);
2) Menjamu
dan menghibur (to entertain);
3) Membujuk,
mengajak, mendesak, dan meyakinkan (to persuade).
Selanjutnya perlu pula kita pahami beberapa prinsip umum
yang mendasari kegiatan berbicara,antara lain:
a. Membuat paling sedikit dua
orang.Tentu saja pembicaraan dapat dilakukan oleh satu orang dan hal ini sering
terjadi,misalnya oleh orang yang sering mempelajari bunyi-bunyi bahasa beserta
maknanya,atau oleh seseorang yang meninjau kembali pertanyaan bank-ny atau oleh
orang yang memukul ibu jarinya dengan palu.
b. Mempergunakan suatu sandi lingustik yang dipahami
bersama.Bahkan andaikatapun dipergunakan dua bahasa ,namun saling pengertian
,pemahaman bersama itu tidak kurang pentingnya.
c. Menerima atau mengakui
suatu daerah referensi umum.Daerah referensi yang umum mungkin tidak selalu
mudah dikenal/ditentukan ,namun pembicaraan menerima kecendrungan untuk
menemukan satu diantaranya.
d. Merupakan suatu pertukanran antara
partisipan.kedua pihak partisipan yang memberi dan menerima dalam pembicaraan
saling bertukar sabagai pembicara dan menyimak.
e. Menghubngkan setiap pembicara
dangan yang lainnya dan kepala yang lainnya dengan segera.Perilaku lisan sama
pembicara selalu berhubungan denan responsi yang nyata atau yang diharapkan
,dari sang penyimak ,dan sebaliknya.Jadi hubungan itu bersifat timbal-balik
atau dua arah.
f. Berhubungan atau
berkaitan dengan masa kini.Hanya dengan bantuan berkas grafik-material,bahasa
dapat luput dari kekinian dan kesegaran;bahwa pita atau berkas itu telah
mungkin berbuat demikian, tentu saja merupakan salah satu kenyataan
keunggulan budaya manusia.
g. Hanya melibatkan aparat atau
perlengkapan yang berhubungan suara/bunyi bahasa dan pendengaran (vocal and auditory
apparatus). Walaupun kegiatan-kegiatan dalam pita audio-lingual dapat
melepaskan gerak-visual dan gerak-material, namun sebaliknya tidak akan
terjadi; kecuali bagi pantomim atau gambar, takkan ada pada gerakan dan gerafik
itu yang tidak berdasar dari dan bergantung pada audio-lingual dapat berbicara
terus-menerus dengan orang-orang yang tidak kita lihat, dirumah, ditempat
bekerja, dan dengan telefon; percakapan-percakapan seperti ini merupakan
pembicaraan yang khas dalam bentuknya yang paling asli.
h. Secara tidak pandang bulu
menghadapi serta memperlakukan apa yang nyata dan apa yang diterima sebagai
dalil. Keseluruhan lingkungan yang dapat dilambangkan oleh pembicaraan mencakup
bukan hanya dunia nyata yang mengelilingi para pembicara tetapi juga secara
tidak terbatas dunia gagasan yang lebih luas yang harus mereka masuki karena
mereka dan manusia berbicara sebagai titik pertemuan kedua wilayah ini tetep
memerlukan penelaahan secara uraian yang lebih lanjut dan mendalam. (brooks,
196430 – 31 ).
Beberapa cara telah diusahakan oleh para ahli untuk
menganalisis proses–proses berbicara. Analisis yang dilakukan oleh Wollbert
(1927) bersifat khas serta mengandung modifikasi yang sering diremehkan orang,
tetapi sebenarnya perlu mendapat perhatian.
‘’Seorang pembicara pada dasarnya terdiri atas empat hal
yang kesemuaanya diperlukan dalam menyatakan pikiran/ pendapatnya kepada orang
lain. Pertama, sang pembicara merupakan suatu kemauan, suatu maksud,
suatu makna yang diinginkannya dimiliki oleh orang lain, yaitu: suatu
pikiran ( a thought ). Kedua,sang pembicara adalah
pemakai bahasa, membentuk pikiran dan perasaan menjadi kata – kata. Ketiga, sang
pembicara adalah sesuatu yang ingin disimak, ingin didengarkan, menyampaikan
maksud dan kata – katanya kepada orang lain melalui suara. Terakhir, sang
pembicara adalah sesuatu yang harus dilihat, memperlihatkan rupa, sesuatu
tindakan yang harus diperhatikan dan dibaca memaliu mata”.( Knower,
1958:1331).
Kematangan atau kedewasaan pribadinya. Ada empat
keterampilan utama yang merupakan ciri pribadi yang dewasa ( a mature
personslity ), yaitu:
a. Keterampilan sosial (social skill)
Adalah
kemampuan untuk berpartisipasi secara efektif dalam hubungan-hubungan
masyarakat. Keterampilan sosial menuntut agar kita mengetahui:
1) Apa yang harus
dikatakan;
2) Bagaimana cara
mengatakannya;
3) Apabila
mengatakannya;
4) Kapan tidak
mengatakannya.
b. Keterampilan semantik (semantic
skill)
Adalah
kemampuan untuk mempergunakan kata – kata dengan tepat dan pengertian untuk
memperoleh keterampilan semantik, kita harus memiliki pengetahuan yang luas
mengenai makna – makna yang terkandung dalam kata –kata serta ketetapan dan
kepraktisan dalam penggunaan kata – kata.
c. Keterampilan fonetik (phonetic
skill)
Adalah
kemampuan membentuk unsur–unsur fonemik bahasa kita secara tepat. Keterampilan
ini perlu karna turut mengemban serta membentuk persetujuan atau penolakan
sosial. Keterampilan ini merupakan suatu unsur dalam hubungan–hubungan
perorangan yang akan menentukan apakah seseorang itu diterima sebagai anggota
kelompok atau sebagai orang luar.
d. Keterampilan vokal (vocal
skill)
Adalah
kemampuan untuk menciptakan efek emosional yang diinginkan dengan suara kita.
Suara yang jelas, bulat, dan bergema menandakan orang yang berbadan tegap dan
terjamin, sedangkan suara yang melengking, berisik, atau serak – parau
memperlihatkan pribadi yang kurang menarik dan kurang menyakinkan.
E. Berbicara Sebagai Seni dan Ilmu
Wilayah “berbicara” biasannya
dibagi menjadi dua bidang umum, yaitu:
1) Berbicara terapan
atau berbicara fungsional (the speech arts );
2) Pengetahuan dasar
berbicara ( the speech sciences ) ( Mulgrave, 1954 : 6 ).
Dengan perkataan lain, berbicara dapat ditinjau
sebagai seni dan juga sebagaiilmu.
Kalau kita memandang berbicara sebagai seni maka
penekanan diletakkan pada penerapannya sebagai alat komunikasi dalam
masyarakat, dan butir-butir yang mendapat perhatian, antara lain:
1) Berbicara dimuka umum;
2) Semantik: pemahaman makna kata;
3) Diskusi kelompok;
4) Argumentasi;
5) Debat;
6) Prosedur parlementer;
7) Penafsiran lisan;
8) Seni derama;
9) Berbicara melalui udara.
Dan kalau kita memandang berbicara sebagai ilmu maka
hal-hal perlu ditelaah, antara lain sebagai berikut
1) Mekanisme bicara dan mendengar.
2) Latihan dasar bagi ajaran dan
suara.
3) Bunyi-bunyi bahasa.
4) Bunyi-bunyi dalam rangkaian
ujaran.
5) Vowel-vowel
6) Dftong-diftong.
7) Konsonan-konsonan.
8) Patologi ujaran. (Mulgrave,
1954 : ix).
Pengetahuan mengenai ilmu atau teori berbicara akan
sangat bermanfaat dalam menunjang kemahiran serta keberhasilan seni atau
peraktek berbicara. Itulah sebabnya maka diperlukan pendidikan berbicara (speech
education).
Konsep-konsep dasar yang mendasari pendidikan berbicara
dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori ,yaitu :
1) Hal – hal yang
berkenaan dengan hakekat atau sifat dasar ujaran;
2) Hal – hal yang
menyatakan proses-proses intelektual yang diperlukan untuk mengembangkan
kemampuan berbicara dengan baik;
3) Hal-hal yang
memudahkan seseorang untuk mencapai keterampilan-keterampilan berbicara.
Suatu analisis mengenai proses – proses intelektual yang
diperlukan untuk mengembangkan kemampuan berbicara menunjukan perlunya
pengaturan bahan lagi penampilan lisan; perlunya penganalisisan pemirsa,
penyesuaian ide – ide dan susunannya bagi para pendengar; perlunya penggunaan
ekspresi yang jelas dan efektif bagi komunikasi dengan kelompok yang khusus
itu; dan juga perlunya belajar menyimak dengan seksama dan penuh perhatian. (
Mulgrave, 1954 : 5 ).
F.
Ragam Seni Berbicara
Secara garis besar, berbicara (
speaking ) dapat dibagi atas:
1. Berbicara di
muka umum pada masyarakat ( public speaking ) yang mencakup empat jenis, yaitu
:
a) Berbicara dalam situasi – situasi yang bersifat
memberitahukan atau melaporkan; yang bersifat informatif (informative
speaking);
b)
Berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat kekeluargaan, persahabatan(fellowship
speaking);
c) Berbicara dalam
situasi-situasi yang bersifat membujuk, mengajak, mendesak, dan
meyakinkan (persuasive speaking);
d) Berbicara dalam situasi-situasi yang
bersifat merundingkan dengan tenang dan hati-hati (deliberative speaking);
2. Berbicara pada
konferensi (conference speaking).
a. Diskusi kelompok (group discussion), yang dapat
dibedakan atas:
1) Tidak resmi (informal), dan masih
dapat diperinci lagi atas:
a) Kelompok studi (study groups).
b) Kelompok pembuat kebijaksanaan (policy
making groups).
c) Komik.
2) Resmi (formal) yang mencakup pula:
a) Konferensi
b) Diskusi
Panel
c) Simposium
3) Prosedur parlementer (parliamentary prosedure)
4) Debat
G. Metode Penyampaian dan Penilaian Berbicara
Maksud dan tujuan pembicaraan, kesempatan, pendengar atau
pemirsa, ataupun waktu untuk persiapan dapat menentukan metode penyajian.
Sang pembicara sendiri dapat menentukan yang terbaik dari empat metode
yang mungkin dipilih, ( Mulgrave, 1954 : 25) yaitu:
1. Penyampaian
mendadak
Seseorang yang tidak terdaftar untuk
berbicara mungkin saja dipersilahkan berbicara dengan sedikit atau tanpa
peringatan. Oleh karena itu, sedikit mungkin dia hanya mempunyai waktu untuk
memilih ide pokok sebelum harus mulai berbicara/berpidato secara mendadak.
2. Penyampaian
tanpa persiapan.
Sang pembicara
yang ingin memanfaatkan keuntungan-keuntungan penyesuaian maksimum pada
kesempatan dan penyimak secara langsung, dapat mempersiapkan diri sepenuhnya
sejauh waktu dan bahan mengizinkan. Akan tetapi, hendaknya dia tidaklah
bergantung pada penyampaian khusus ide-idenya. Dia haruslah mengetahui ide
utamanya dan urutan yang mantap bagi ide-idenya, tetepi hendaknya ia memilih
bahasa yang tepat sebaik dia berbicara. Pengulangan-pengulangan akan turut
mempermudah pilihan tersebut. Pada umumnya, kian sedikit catatan yang dibuatkan
kian baik, sebab catatan-catatan itu turut menghambat penyajian yang lancar dan
bersemangat serta diselingi oleh transisi-transisi yang terjadi. Kalaupun
catatan harus dipergunakan, haruslah dibatasi pada hal-hal yang amat penting
dan singkat-singkat.
3. Penyampaian
dari naskah.
Penyampaian
dari naskah biasanya dilaksanakan pada saat-saat yang amat penting dan
kerapkali digunakan buat siaran-siaran radio atau televisi. Sang pembicara
haruslah mampu memahami makna yang dibacanya itu dan memelihara serta
mempertahankan hubungan yang erat dengan para pendengar. Dia seyogyanya
memandang pendengarnya sebanyak mungkin dan kepada naskahnya sedikit mungkin.
Dia harus mampu menciptakan pikiran itu setiap kali dia menyajikannya kepada
pendengar, dengan penuh perhatian terhadap responsi para pendengarnya.
4. Penyampaian
dari ingatan.
Keberhasilanya
berbicara yang penyampaiannya dari ingatan menuntut sang pembicara menguasai
bahan pembicaraannya selengkap mungkin sehingga, dia tidak menghadapi masalah
dalam hal bahasa dan dapat mencurahkan seluruh perhatian pada komunikasi
langsung dari pikiran dan perasaannya. Akan tetepi, ingatannya pun harus juga
mengizinkan spontanitas yang serupa pada penyajian tanpa persiapan, lebih-lebih
pada hal-hal yang perlu disisipkan atau diinterpolasi kalau memang keadaan
menghendakinya.
Dalam mengevaluasi keterampilan berbicara seseorang, pada
prinsipnya kita harus memperhatikan lima faktor, yaitu sebagai berikut:
1) Apakah bunyi-bunyi tersendiri (vokal dan konsonan) diucapkan
dengan tepat?
2) Apakah pola-pola intonasi, naik dan turunnya suara, serta
tekanan suku kata, memuaskan?
3) Apakah ketetapan dan ketepatan ucapan
mencerminkan bahwa sang pembicara tanpa referensi internal memahami bahasa yang
digunakannya?
4) Apakah kata-kata yang diucapkan itu
dalam bentuk dan urutan yang tepat?
5) Sejauh manakah “Kewajaran” atau
“Kelancaran” ataupun “ke-native-speaker- an” yang tercermin bila seseorang berbicara? (Brooks,
1964 : 252).
Hal-hal tersebut kita kemukakan, sebab adalah merupakan
kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa “kemampuan berbicara secara efektif
merupakan suatu unsur penting terhadap keberhasilan kita dalam semua bidang
kehidupan”. (Albert [et al], 1961 : 39).
Berbicara dan berfikir mempunyai hubungan erat,
kedua-duanya harus berada dalam keserasian. Jonathan Swift mengatakan: “Vlugge
sprekers zijn gewoonlijk langzame denkers”, yang berarti “Orang-orang yang
berbicara cepat biasanya lamban berpikir”. (Buddingh, 1967 : 525).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berbicara sebagai suatu keterampilan berbahasa,
dimana bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia yaitu sebagai
sarana komunikasi. Dalam memperoleh keterampilan berbahasa, biasanya kita
melalui suatu hubungan urutan yang tertatur: mula-mula pada masa kecil kita
belajar menyimak bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu kita belajar membaca
dan menulis. Menyimak dan berbicara kita pelajari sebelum memasuki sekolah.
Keempat keterampilan tersebut pada dasarnya merupakan suatu kesatuan
Secara
umum tujuan pembicara adalah 1) mendorong atau menstimulasi, 2) meyakinkan, 3)
menggerakkan, 4) menginformasikan, dan 5) menghibur. Kalau kita
memandang berbicara sebagai seni maka penekanan diletakkan
pada penerapannya sebagai alat komunikasi dalam masyarakat, dan butir-butir
yang mendapat perhatian, misalnya berbicara
dimuka umum,
sedangkan jika berbicara sebagai ilmu atau teori
berbicara akan sangat bermanfaat dalam menunjang kemahiran serta keberhasilan
seni atau peraktek berbicara.
Secara garis besar, berbicara di muka umum pada masyarakat
( public speaking ) yang mencangkup empat jenis, yaitu: berbicara dalam
situasi-situasi yang
bersifat memberitahukan atau melaporkan (informatif), berbicara pada
konferens, prosedur
parlementer serta debat. Dalam metode penyampaian dan penilaian berbicara terdapat
empat metode yang dipilih dari yang terbaik yaitu: penyampaian mendadak,
penyampaian tanpa persiapan, penyampaian dari naskah dan penyampaian dari
ingatan.
B.
Saran
Dalam kesempatan ini penulis bermaksud ingin menyampaikan
saran yang sekiranya dapat memberikan manfaat. Karena berbicara sangat penting dalam berkomunikasi,
jadi kita perlu memahami bahwa dalam berbicara kita dapat kemampuan mengucapkan
bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan,
menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Tarigan,
Henry Guntur. 2013. Berbicara Sebagai
Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
bismillah... izin copas
ReplyDelete