Judul
Buku : Interaksi dan Motivasi Belajar
Mengajar
Pengarang : Sardiman A.M.
Penerbit : CV. Rajawali
Tahun Terbit : 1986
Kota
Terbit : Jakarta
Ukuran
Buku : 21 cm x 14 cm
Tebal
Buku : viii + 224 halaman
ISBN : 979-421-051-X
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia
adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya dengan manusia
sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa manusia bagaimanapun juga
tidak dapat terlepas dari individu yang lain. Hidup bersama antarmanusia akan
berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Dalam kehidupan
semacam inilah terjadi interaksi. Dengan demikian kegiatan hidup manusia akan
selalu dibarengi dengan proses interaksi atau komunikasi, baik interaksi dengan
alam lingkungan, interaksi dengan sesamanya, maupun interaksi dengan Tuhannya,
baik itu disengaja maupun tidak disengaja.
Dari
berbagai bentuk interaksi, khususnya mengenai interaksi yang disengaja, ada
istilah interaksi edukatif. Interaksi edukatif ini adalah interaksi yang
berlangsung dalam suatu ikatan untuk
tujuan pendidikan dan pengajaran. Dalam arti yang lebih spesifik pada bidang
pengajaran, dikenal adanya istilah interaksi
belajar-mengajar. Interaksi belajar-mengajar mengandung arti adanya
kegiatan interaksi dari tenaga pengajar yang melaksanakan tugas mengajar di
satu pihak, dengan warga belajar yang sedang melaksanakan kegiatan belajar di
pihak lain.
Prinsip mengajar adalah mempermudah
dan memberikan motivasi kegiatan belajar. Belajar diartikan sebagai suatu
perubahan tingkah-laku karena hasil dari pengalaman yang diperoleh. Sedangkan
mengajar adalah kegiatan penyediaan kondisi yang merangsang serta mengarahkan
kegiatan belajar siswa/subjek belajar untuk memperoleh pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap yang dapat membawa perubahan tingkah laku maupun
perubahan serta kesadaran diri sebagai pribadi.
Dalam rangka membina, membimbing dan
memberikan motivasi ke arah yang dicita-citakan, maka hubungan guru dan siswa
harus bersifat edukatif. Interaksi edukatif ini adalah sebagai suatu proses
hubungan timbal balik yang memiliki tujuan tertentu, yakni untuk mendewasakan
anak didik agar nantinya dapat berdiri sendiri, dapat menemukankediriannya
secara utuh. Bagi guru yang memahami akan keprofesiannya dan mengerti tentang
diri anak didiknya, maka dapat melakukan kegiatan interaksi dan motivasi secara
mantap. Kemudian operasionalisasinya, guru harus juga memahami dan melaksanakan
pengelolaan interaksi belajar-mengajar.
BAB II
PEMAHAMAN AWAL MELALUI INTERAKSI EDUKATIF
A.
Makna dan Ciri Interaksi Edukatif
Interaksi
akan selalu berkait dengan istilah komunikasi atau hubungan. Interaksi yang
dikatakan sebagai interaksi edukatif, apabila secara sadar mempunyai tujuan
untuk mendidik, untuk mengantarkan anak didik ke arah “kedewasaanya”. Pendidikan dan pengajaran adalah salah satu usaha
yang bersifat sadar tujuan yang dengan sistematis terarah pada perubahan
tingkah laku menuju ke kedewasaan anak didik.
Dalam
proses itu paling tidak mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Ada tujuan yang
ingin dicapai.
2.
Ada bahan/pesan
yang menjadi isi interaksi.
3.
Ada pelajar yang
aktif mengalami.
4.
Ada guru yang
melaksanakan.
5.
Ada metode untuk
mencapai tujuan.
6.
Ada situasi yang
memungkinkan proses belajar mengajar berjalan dengan baik.
7.
Ada penilaian
terhadap hasil interaksi.
B.
Interaksi Edukatif sebagai Proses Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar akan senantiasa merupakan
proses kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi, yakni siswa sebagai pihak
yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar, dengan siswa sebagai subjek
pokoknya. Interaksi edukatif yang secara spesifik merupakan proses atau
interaksi belajar mengajar itu, memiliki ciri-ciri khusus yang membedakan
dengan bentuk interaksi yang lain.
Edi Suardi dalam bukunya Pedagogik (1980) merinci ciri-ciri interaksi belajar mengajar
tersebut.
1.
Interaksi
belajar mengajar memiliki tujuan.
2.
Ada suatu
prosedur yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
3.
Interaksi
belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus.
4.
Ditandai dengan
adanya aktivitas siswa.
5.
Dalam interaksi
belajar mengajar, guru berperan sebagai pembimbing.
6.
Di dalam
interaksi belajar mengajar membutuhkan disiplin.
7.
Ada batas waktu.
BAB III
KONSEP BELAJAR MENGAJAR
A.
Makna Belajar
Belajar merupakan perubahan tingkah laku atau
penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati,
mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya. Ada beberapa teori yang berpendapat
bahwa proses belajar itu pada prinsipnya bertumpu pada struktur kognitif, yakni
penataan fakta, konsep serta prinsip-prinsip, sehingga membentuk satu kesatuan
yang memiliki makna bagi subjek didik. Brend menegaskan bahwa struktur
kepribadian individu manusia itu terdiri dari tiga komponen yang dinamakan: id, ego, dan super ego. Id lebih
menekankan pemenuhan nafsu, super ego lebih bersifat sosial dan moral, sedang
ego akan menjembatani keduanya, terutama kalau berkembang menghadapi
lingkungannya, atau dalam aktivitas belajar. Menurut konsep super ego,
bagaimana seorang belajar itu dapat membina moralitas dirinya, yang mungkin
melalui berinteraksi dengan pribadi-pribadi manusia yang lain.
B.
Tujuan Belajar
Dalam
usaha pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan
belajar yang lebih kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan mengajar. Mengajar
diartikan sebagai suatu usaha penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan
terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan belajar ini sendiri terdiri atau
dipengaruhi oleh berbagai komponen yang masing-masing akan saling mempengaruhi.
Komponen-komponen itu misalnya tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, materi
yang ingin diajarkan, guru dan siswa yang memainkan peranan serta dalam
hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan serta sarana dan
prasarana belajar mengajar yang tersedia.
Tujuan
belajar untuk pengembangan nilai afeksi memerlukan penciptaan sistem lingkungan
yang berbeda dengan sistem yang dibutuhkan untuk tujuan belajar pengembangan
gerak, dan begitu seterusnya. Mengenai tujuan-tujuan belajar itu sebenarnya
sangat banyak dan bervariasi. Namun, secara umum tujuan belajar itu ada tiga,
yaitu:
1.
Untuk
mendapatkan pengetahuan
2.
Penanaman konsep
dan keterampilan
3.
Pembentukan
sikap
C.
Beberapa Teori Tentang Belajar
Secara global ada tiga teori belajar yaitu:
1.
Teori belajar
menurut ilmu jiwa daya
Menurut teori
ini, jiwa manusia itu terdiri dari bermacam-macam daya. Masing-masing daya
dapat dilatih dalam rangka untuk memenuhi fungsinya. Untuk melatih suatu daya
itu dapat dipergunakan berbagai cara atau bahan.
2.
Teori belajar
menurut ilmu jiwa Gestalt
Teori ini
berpandangan bahwa keseluruhan lebih penting dari bagian-bagian/unsur. Sebab
keberadaanya keseluruhan itu juga lebih dulu. Sehingga dalam kegiatan belajar
bermula pada suatu pengamatan. Pengamatan itu penting dilakukan secara
menyeluruh.
3.
Teori belajar
menurut ilmu jiwa asosiasi
Ilmu jiwa
asosiasi berprinsip bahwa keseluruhan itu sebenarnya terdiri dari penjumlahan
bagian-bagian atau unsur-unsurnya.
D.
Faktor-Faktor Psikologis dalam Belajar
Kehadiran faktor-faktor psikologis dalam belajar,
akan memberikan andil yang cukup penting. Faktor-faktor psikologis akan
senantiasa memberikan landasan dan kemudahan dalam upaya mencapai tujuan
belajar secara optimal. Faktor-faktor psikologis yang dikatakan memiliki
peranan penting itu, dapat dipandang sebagai cara-cara berfungsinya pikiran
siswa dalam hubungannya dengan pemahaman bahan pelajaran, sehingga penguasaan
terhadap bahan yang disajikan lebih mudah dan efektif.
Thomas F. Staton menguraikan enam macam faktor
psikologis, yaitu:
1.
Motivasi
2.
Konsentrasi
3.
Reaksi
4.
Organisasi
5.
Pemahaman
6.
Ulangan
E.
Pengertian Mengajar
Mengajar
pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem
lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar.
Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan pada anak didik dengan suatu harapan
terjadi proses pemahaman. Kemudian pengertian yang luas, mengajar diartikan
sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya
dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar.
Suatu
proses belajar mengajar dikatakan baik, bila proses tersebut dapat
membangkitkan kegiatan belajar yang efektif. Bagi pengukuran suksesnya
pengajaran, memang syarat utama adalah “hasilnya”. Tapi harus diingat bahwa
dalam menilai atau menerjemahkan “hasil” itu pun harus secara cermat dan tepat,
yaitu dengan memperhatikan bagaimana “prosesnya”. Dalam proses inilah siswa
akan beraktivitas.
F.
Antara Mengajar dan Mendidik
Memang
kalau dilihat dari segi asal katanya, keduanya memiliki arti yang sedikit
berbeda. “Mengajar”; memberi pelajaran. Misalnya memberi pelajaran matematika,
memberi pelajaran bahasa, agar siswa yang diajar itu mengetahui dan paham
tentang bahan yang diajarkan tadi. Sedang “mendidik”; memelihara dan memberi
latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Menurut umum, memang “mengajar”
diartikan sebagai usaha guru untuk menyampaikan dan menanamkan pengetahuan
kepada siswa/anak didik. Jadi “mengajar” lebih cenderung kepada transfer of knowledge.
“Mendidik”
dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mengantarkan anak didik ke arah
kedewasaanya baik secara jasmani maupun rohani. “Mendidik” tidak sekadar transfer of knowledge, tetapi juga transfer of values. “Mendidik” diartikan
lebih komprehensif, yakni usaha membina diri anak didik secara utuh, baik matra
kognitif, psikomotorik maupun afektif, agar tumbuh sebagai manusia-manusia yang
berpribadi.
BAB IV
TUJUAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN SEBAGAI DASAR
MOTIVASI
A.
Arti Tujuan
Pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses yang
sadar tujuan. Maksudnya tidak lain bahwa kegiatan belajar-mengajar itu suatu
peristiwa yang terikat, terarah pada tujuan dan dilaksanakan untuk mencapai
tujuan. Dalam pendidikan dan pengajaran, tujuan dapat diartikan sebagai suatu
usaha untuk memberikan rumusan hasil yang diharapkan dari siswa/subjek belajar,
setelah menyelesaikan/memperoleh pengalaman belajar. Winarno Surakhmad
memberikan keterangan bahwa rumusan dan taraf pencapaian tujuan pengajaran adalah
petunjuk praktis tentang sejauh manakah interaksi edukatif itu harus dibawa
untuk mencapai tujuan akhir. Dengan demikian tujuan akhir sesuatu yang
diharapkan/diinginkan dari subjek belajar, sehingga memberi arah, ke mana
kegiatan belajar-mengajar itu harus dibawa dan dilaksanakan.
B.
Tujuan Akhir dan Tujuan Intermedier Sebagai Dasar
Motivasi
1.
Tujuan akhir
sebagai dasar filosifis
Dalam kehidupan
masyarakat modern, setiap cabang pendidikan dan pengajaran senantiasa memiliki
pedoman umum untuk menentukan tujuan dan hasil akhir. Pedoman itu akan
cenderung bersifat filosofis dan juga politis. Memanusiakan manusia, berarti
ingin menempatkan manusia-manusia Indonesia ini sesuai dengan proporsi dan
hakikat kemanusiannnya. Manusia belajar harus juga terarah pada pembentukan
diri manusia agar dapat menemukan kemanusiaan dan menemukan kediriannya
sendiri.
2.
Tujuan
intermedier sebagai motivasi operasional
Untuk mencapai
tujuan, yakni terbentuknya manusia-manusia yang mampu menemukan dirinya,
memerlukan kerja serius, efisien, sistematis dan materi atau komponen-komponen
yang relevan. Dengan demikian diharapkan tujuan yang bersifat normatif, sangat
umum dan luas itu mendapat bentuk yang nyata. Pemikiran mengenai cara tersebut
akan menghasilkan satu bentuk organisasi beserta pengaturannya, yang secara
umum disebut dengan kurikulum.
C.
Tujuan Pengajaran
Dalam
kegiatan belajar-mengajar, dikenal adanya tujuan pengajaran, atau yang sudah
umum dikenal dengan tujuan instruksional. Bahkan ada juga yang menyebut tujuan
pembelajaran. Tujuan pengajaran inilah yang merupakan hasil belajar bagi siswa
setelah melakukan proses belajar di bawah bimbingan guru dalam kondisi yang kondusif.
Mengenai tujuan pengajaran/pembelajaran ini biasanya dibagi menjadi dua: Tujuan
Instruksional Umum atau sekarang dikenal dengan istilah Tujuan Umum Pengajaran
(TUP) dan Tujuan Instruksional Khusus sekarang dikenal dengan Tujuan Khusus
Pengajaran (TKP).
Tujuan
umum pengajaran /pembelajaran itu adalah merupakan hasil belajar siswa setelah
selesai belajar, dan dirumuskan dengan suatu pernyataan yang bersifat umum.
Sedangkan tujuan pengajaran/instruksional khusus (TKP/TIK) itu merupakan
tujuan-tujuan pengajaran yang bersifat khusus sebagai penjabaran dari tujuan
umum pengajaran. TKP/TIK ini lebih bersifat khusus dan konkrit, dalam arti
dapat diukur atau dapat diamati hasilnya.
BAB V
MOTIVASI DAN AKTIVITAS DALAM BELAJAR
A.
Pengertian Motivasi
Kata
“motif”, diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan
sesuatu. Berawal dari kata “motif” itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi
aktif. Menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri
seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan
tanggapan terhadap adanya tujuan.
Motivasi
dapat juga dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi
tertentu, sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia
tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak
suka itu. Motivasi belajar adalah faktor psikis yang bersifat non-intelektual.
Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat
untuk belajar. Persoalan motivasi ini, dapat juga dikaitkan dengan persoalan
minat. Minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang
melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan
keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri.
B.
Kebutuhan dan Teori Tentang Motivasi
Seseorang
itu melakukan aktivitas karena didorong oleh adanya faktor-faktor, kebutuhan
biologis, insting, dan mungkin unsur-unsur kejiwaan yang lain serta adanya
pengaruh perkembangan budaya manusia. Memberikan motivasi kepada seseorang
siswa, berarti menggerakkan siswa untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan
sesuatu. Pada tahap awalnya akan menyebabkan si subjek belajar itu merasa ada
kebutuhan dan ingin melakukan sesuatu kegiatan belajar.
Menurut
Morgan dan ditulis kembali oleh S. Nasution, dikatakan bahwa manusia hidup itu
memiliki berbagai kebutuhan:
1.
Kebutuhan untuk
berbuat sesuatu untuk sesuatu aktivitas
2.
Kebutuhan untuk
menyenangkan orang lain
3.
Kebutuhan untuk
mencapai hasil
4.
Kebutuhan untuk
mengatasi kesulitan
Relevan
dengan soal kebutuhan itu maka timbullah teori tentang motivasi. Teori tentang
motivasi ini lahir dan awal perkembangannya ada di kalangan para psikolog.
Dalam hal ini ada beberapa teori tentang motivasi yang selalu bergayut dengan
soal kebutuhan.
1.
Kebutuhan
fisiologis
2.
Kebutuhan akan
keamanan
3.
Kebutuhan akan
cinta dan kasih
4.
Kebutuhan untuk
mewujudkan diri sendiri
C.
Fungsi Motivasi dalam Belajar
Motivasi
bertalian dengan suatu tujuan, dengan demikian motivasi itu mempengaruhi adanya
kegiatan. Berikut tiga fungsi motivasi:
1.
Mendorong
manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan
energi.
2.
Menentukan arah
perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai.
3.
Menyeleksi
perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang
serasi guna mencapai tujuan.
Di samping itu,
ada juga fungsi-fungsi lain. Motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong usaha
dan pencapaian prestasi. Seseorang melakukan suatu usaha karena adanya
motivasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang
baik.
D.
Macam-Macam Motivasi
Berbicara
tentang macam atau jenis motivasi ini dapat dilihat dari berbagai sudut
pandang. Dengan demikian motivasi atau motif-motif yang aktif itu sangat bervariasi.
1.
Motivasi dilihat
dari dasar pembentukannya
a. Motif-motif bawaan
b. Motif-motif yang dipelajari
2.
Jenis motivasi
menurut pembagian dari Woodworth dan Marquis
a. Motif atau kebutuhan organis
b. Motif-motif darurat
c. Motif-motif objektif
3.
Motivasi
jasmaniah dan rohaniah
a. Momen timbulnya alasan
b. Momen pilih
c. Momen putusan
d. Momen terbentuknya kemauan
4.
Motivasi
intrinsik dan ekstrinsik.
E.
Bentuk-Bentuk Motivasi di Sekolah
Di
dalam kegiatan belajar-mengajar peranan motivasi baik intrinsik maupun
ekstrinsik sangat diperlukan. Motivasi bagi pelajar dapat mengembangkan
aktivitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam
melakukan kegiatan belajar. Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan
motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah:
1.
Memberi angka
2.
Hadiah
3.
Saingan/kompetisi
4.
Ego-involvement
5.
Memberi ulangan
6.
Mengetahui hasil
7.
Pujian
8.
Hukuman
9.
Hasrat untuk
belajar
10. Minat
11. Tujuan yang diakui
F.
Perlunya Aktivitas dalam Belajar
Pada
prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi
melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah
sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam
interaksi belajar-mengajar.
Rousseau
memberikan penjelasan bahwa segala
pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, dengan bekerja sendiri,
dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknis.
Dengan kata lain bahwa dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas, tanpa
aktivitas, belajar itu tidak mungkin
berlangsung dengan baik tanpa adanya aktivitas.
G.
Prinsip-Prinsip Aktivitas
Prinsip-prinsip
aktivitas dalam belajar dalam hal ini akan dilihat dari sudut pandang
perkembangan konsep jiwa menurut ilmu jiwa. Untuk melihat prinsip aktivitas belajar
dari sudut pandang ilmu jiwa ini secara garis besar dibagi menjadi dua
pandangan yakni:
1.
Menurut
pandangan ilmu jiwa lama
John Locke
dengan konsepnya Tabularasa, mengibaratkan jiwa seseorang bagaikan kertas putih
yang tidak bertulis. Selanjutnya Herbert memberikan rumusan bahwa jiwa adalah
keseluruhan tanggapan yang secara mekanis dikuasai oleh hukum-hukum asosiasi.
2.
Menurut
pandangan ilmu jiwa modern
Aliran ilmu jiwa yang tergolong modern akan
menerjemahkan jiwa manusia itu sebagai sesuatu yang dinamis, memiliki potensi
dan energi sendiri. Oleh karena itu secara alami anak didik itu juga bisa
menjadi aktif, karena adanya motivasi dan didorong oleh bermacam-macam
kebutuhan.
H.
Jenis-Jenis Aktivitas dalam Belajar
Paul
B. Diedrich membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang
antara lain dapat digolongkan sebagai berikut:
1.
Visual activities:
membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
2.
Oral activities:
menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat,
mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
3.
Listening activities: mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik,
pidato.
4.
Writing activities:
menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.
5.
Drawing activities:
menggambar, membuat, grafik, peta, diagram.
6.
Motor activities:
melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun,
beternak.
7.
Mental activities:
menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, mengambil
keputusan.
8.
Emotional activities: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat,
bergairah, berani, tenang, gugup.
BAB VI
HAKIKAT ANAK DIDIK
A.
Hakikat Anak Didik Sebagai Manusia
Dalam
hal ini ada beberapa pandangan mengenai hakikat manusia.
1.
Pandangan
Psikoanalitik
Para psikoanalis
beranggapan bahwa manusia pada hakikatnya digerakkan oleh dorongan-dorongan
dari dalam dirinya yang bersifat instinktif.
Brend mengemukakan bahwa struktur kepribadian individu seseorang itu terdiri
dari tiga komponen yakni: id, ego, dan super-ego.
2.
Pandangan
Humanistik
Rogers tokoh
dari pandangan humanistik, berpendapat bahwa manusia itu memiliki dorongan
untuk mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif, manusia itu rasional dan
dapat menentukan nasibnya sendiri. Kemudia Alder yang pendukung pendangan
humanistik, berpendapat bahwa manusia tidak semata-mata digerakkan oleh
dorongan untuk memuaskan kebutuhan dirinya sendiri, tetapi manusia digerakkan
dalam hidupnya sebagian oleh rasa tanggung jawab sosial dan sebagian lagi oleh
kebutuhan untuk mencapai sesuatu.
3.
Pandangan Martin
Buber
Tokoh Martin
Buber berpendapat bahwa hakikat manusia itu tidak dapat dikatakan “ini” atau
“itu”. Manusia merupakan suatu keberadaan yang berpotensi, namun dihadapkan
pada kesemestaan alam, sehingga manusia itu terbatas. Manusia itu tidak pada
dasarnya “baik” ataupun “jahat”. Tetapi manusia itu memang secara kuat
mengandung dua kemungkinan “baik ataupun jahat” itu. .
4.
Pandangan
Behavioristik
Pandangan dari
kaum Behavioristik pada dasarnya menganggap bahwa manusia itu sepenuhnya adalah
makhluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor yang datang
dari luar. Hakikat anak didik adalah manusia dengan segala dimensinya seperti
diuraikan melalui berbagai pandangan tentang manusia seperti di atas. Manusia
adalah sentral dalam setiap aktivitas.
B.
Anak Didik Sebagai Subjek Belajar
Siswa
atau anak didik adalah salah-satu komponen manusiawi yang menempati posisi
sentral dalam proses belajar-mengajar. Jadi dalam proses belajar-mengajar yang
diperhatikan pertama kali adalah siswa/anak didik, bagaimana keadaan dan
kemampuannya, baru setelah itu menentukan komponen-komponen yang lain. Apa
bahan yang diperlukan, bagaimana cara yang tepat untuk bertindak, alat dan
fasilitas apa yang cocok dan mendukung, semua itu harus disesuaikan dengan
keadaan/karakteristik siswa. Itulah sebabnya siswa atau anak didik adalah
merupakan subjek belajar. Memang dalam berbagai statement dikatakan bahwa anak
didik dalam proses belajar-mengajar sebagai kelompok manusia yang belum dewasa
dalam artian jasmani maupun rohani.
C.
Kebutuhan Siswa
Adapun
yang menjadi kebutuhan siswa antara lain:
1.
Kebutuhan
jasmaniah
2.
Kebutuhan Sosial
3.
Kebutuhan
Intelektual
D.
Pengembangan Individu dan Karakteristik Siswa
Tujuan
pendidikan nasional pada khususnya dan pengembangan pada umumnya adalah ingin
menciptakan “manusia seutuhnya”. Manusia utuh itu adalah individu-individu
manusia, bukan kelompok. Sehingga manusia seutuhnya itu adalah persona atau
individu yang mampu menjangkau segenap hubungan dengan Tuhan, dengan lingkungan/alam
sekeliling, dengan manusia lain dalam suatu kehidupan sosial yang konstruktif
dan dengan dirinya sendiri.
Karakteristik
siswa adalah keseluruhan pola kelakuan dan kemampuan yang ada pada siswa
sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola
aktivitas dalam meraih cita-citanya. Mengenai pembicaraan karakteristik siswa
ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan.
1.
Karakteristik
atau keadaan yang berkenaan dengan kemampuan awal
2.
Karakteristik
yang berhubungan dengan latar-belakang dan status sosial
3.
Karakteristik
yang berkenaan dengan perbedaan-perbedaan kepribadian.
BAB VII
KEDUDUKAN GURU
A.
Persyaratan Guru
Untuk
dapat melakukan peranan dan melaksanakan tugas serta tanggung jawabnya, guru
memerlukan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat inilah yang akan membedakan
antara guru dari manusia-manusia lain pada umumnya. Adapun syarat-syarat bagi
guru itu dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok.
1.
Persyaratan administrative
2.
Persyaratan
teknis
3.
Persyaratan
psikis
4.
Persyaratan
fisik
Sesuai
dengan tugas keprofesiannya, maka sifat dan persyaratan tersebut secara garis
besar dapat diklasifikasikan dalam spektrum yang lebih luas, yakni guru harus:
1.
Memiliki
kemampuan profesional
2.
Memiliki
kapasitas intelektual
3.
Memiliki sifat
edukasi sosial
B.
Guru Sebagai Tenaga Profesional
Seorang
pekerja professional, khususnya guru dapat dibedakan dari seorang teknisi,
karena disamping menguasai sejumlah teknik serta prosedur kerja tertentu,
seorang pekerja profesional juga ditandai adanya informed responsiveness terhadap implikasi kemasyarakatan dari
objek kerjanya. Hal ini berarti bahwa seorang pekerja profesional atau guru
harus memiliki persepsi filosofis dan ketanggapan yang bijaksana yang lebih
mantap dalam menyikapi dan melaksanakan pekerjaannya.
Secara
garis besar ada tiga tingkatan kualifikasi profesional guru sebagai tenaga
profesional kependidikan. Pertama, tingkatan capable personal, maksudnya guru diharapkan memiliki pengetahuan,
kecakapan dan keterampilan serta sikap yang lebih mantap dan memadai. Kedua, guru
sebagai innovator yakni sebagai
tenaga kependidikan yang memiliki komitmen terhadap upaya perubahan dan
reformasi. Ketiga, guru sebagai developer
yakni guru harus memiliki visi keguruan yang mantap dan luas perspektifnya.
C.
Guru Sebagai Pendidik dan Pembimbing
Seseorang
dikatakan sebagai guru tidak cukup “tahu” sesuatu materi yang akan diajarkan,
tetapi pertama kali ia harus merupakan seseorang yang memang memiliki
“kepribadian guru”. Mendidik adalah mengantarkan anak didik agar menemukan
dirinya, menemukan kemanusiaannya. Seorang guru menjadi pendidik berarti
sekaligus menjadi pembimbing. Membimbing dalam hal ini dapat dikatakan sebagai
kegiatan menuntun anak didik dalam perkembangannya dengan jalan memberikan
lingkungan dan arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
D.
Beberapa Peranan Guru
Sehubungan
dengan fungsinya sebagai pengajar, pendidik, dan pembimbing, maka diperlukan
adanya berbagai peranan pada diri guru. Peranan guru ini akan senantiasa
menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya,
baik dengan siswa, sesama guru, maupun dengan staf yang lain.
Adapun peranan
guru dalam kegiatan belajar mengajar adalah sebagai berikut.
1.
Informator
2.
Organisator
3.
Motivator
4.
Pengarah/direktor
5.
Inisiator
6.
Transmitter
7.
Fasilitator
8.
Mediator
9.
Evaluator
E.
Hubungan Guru dan Siswa
Hubungan
guru dengan siswa/anak didik di dalam proses belajar-mengajar merupakan faktor
yang sangat menentukan. Bagaimanapun baiknya bahan pelajaran yang diberikan,
bagaimanapun sempurnanya metode yang dipergunakan, namun jika hubungan
guru-siswa merupakan hubungan yang tidak harmonis, maka dapat menciptakan suatu
keluaran yang tidak diinginkan.
Dalam
hubungan ini, salah satu cara adalah adanya contact-hours
di dalam hubungan guru-siswa. Contact
hours atau jam-jam bertemu antara guru-siswa, pada hakikatnya merupakan
kegiatan di luar jam-jam presentasi di muka kelas seperti biasanya. Untuk
perguruan tinggi peranan contact hours ini
sangat penting sekali. Perlu digarisbawahi bahwa kegiatan belajar mengajar,
tidak hanya melalui presentasi atau sistem kuliah di depan kelas.
F.
Kode Etik Guru
Guru sebagai tenaga profesional di bidang
kependidikan memiliki kode etik, yang dikenal dengan “Kode Etik Guru
Indonesia”. Kode etik ini dirumuskan sebagai hasil kongres PGRI ke-XIII pada
21-25 November 1973 di Jakarta. Adapun rumusan kode etik guru ada sembilan item
yaitu:
a.
Guru berbakti
membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang
ber-Pancasila.
b.
Guru memiliki
kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak
didik masing-masing.
c.
Guru mengadakan
komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi
menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
d.
Guru menciptakan
suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid
sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
e.
Guru memelihara
hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang
lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
f.
Guru secara
sendiri dan/atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu
profesinya.
g.
Guru menciptakan
dan memelihara hubungan antarsesama guru baik berdasarkan lingkungan kerja
maupun di dalam hubungan keseluruhan.
h.
Guru secara
bersama-sama memelihara, membina dan meningkatkan mutu organisasi guru
profesional sebagai sarana pengabdiannya.
i.
Guru
melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanakan pemerintah dalam
bidang pendidikan.
BAB VIII
PENGELOLAAN INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR
Guru
sebagai tenaga profesional di bidang kependidikan, di samping memahami hal-hal
yang bersifat filosofis dan konseptual, harus juga mengetahui dan melaksanakan hal-hal
yang bersifat teknis. Hal-hal yang bersifat teknis ini, terutama kegiatan
mengelola dan melaksanakan interaksi belajar-mengajar. Di dalam kegiatan
mengelola interaksi belajar-mengajar, guru paling tidak harus memiliki dua
modal dasar, yakni kemampuan mendisain program dan keterampilan
mengkomunikasikan program itu kepada anak didik.
A.
Sepuluh Kompetensi Guru
Sepuluh
kompetensi guru yang merupakan profil kemampuan dasar bagi seorang guru itu
meliputi:
1.
Menguasai bahan
2.
Mengelola
program belajar mengajar
3.
Mengelola kelas
4.
Menggunakan
media/sumber
5.
Menguasai
landasan-landasan kependidikan
6.
Mengelola interaksi
belajar mengajar
7.
Menilai prestasi
siswa untuk kepentingan pengajaran
8.
Mengenal fungsi
dan program bimbingan dan penyuluhan di sekolah
9.
Mengenal dan
menyelenggarakan Administrasi Sekolah
10. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil
penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran
B.
Microteaching Sebagai Latihan Mengelola Interaksi
Belajar Mengajar
Microteaching adalah
satu usaha yang ditempuh dalam rangka meningkatkan kemampuan seseorang guru
dalam mengemban profesi keguruannya. Microteaching
sesungguhnya juga merupakan real
teaching bagi calon guru tetapi dilatihkan dalam kelas laboratori bukan di
depan real class room, sehingga
kegiatan itu bukan lagi real class room
teaching. Microteaching ini
dimaksudkan membekali calon guru sebelum dia sungguh-sungguh terjun ke sekolah
tempat latihan praktik kependidikan untuk praktik mengajar. Dengan melalui
program microteaching diharapkan agar
kemungkinan kekurangan dan kegagalan dalam praktik mengajar dapat
diminimalisasikan, bahkan kalau dapat dihilangkan sama sekali.
Dikaitkan
dengan kompetensi guru, microteaching sebenarnya
merupakan suatu usaha pengembangan di kampus. Dengan model ini kemudian
dikembangkan lebih lanjut di lapangan melalui serangkaian kegiatan Praktik
Kependidikan di sekolah tempat para mahasiswa/siswa calon guru itu melakukan
praktik mengajar. Jadi, sebelum terjun berinteraksi ke dalam real class room teaching, terlebih dulu
dilatih mengelola interaksi belajar-mengajar di dalam kelas yang mikro.
C.
Beberapa Komponen Keterampilan Mengajar
Sistem
pengajaran kelas telah mendudukkan guru pada suatu tempat yang sangat penting,
karena guru yang memulai dan mengakhiri setiap interaksi belajar-mengajar yang
diciptakannya. Berbagai peranan guru, dibutuhkan keterampilan dalam
melaksanakannya. Mengajar erupakan usaha yang sangat kompleks, sehingga sulit
untuk menentukan tentang bagaimanakah mengajar yang baik itu. Pelaksanaan
interaksi belajar-mengajar yang baik dapat menjadi petunjuk tentang pengetahuan
seorang guru dalam mengakumulasi dan mengaplikasikan segala pengetahuan
keguruannya. Beberapa keterampilan mengajar ini dapat dibagi menjadi tiga
klasifikasi, yaitu:
1.
Aspek materi
Pada bagian
pertama ini berhubungan erat dengan masalah bahan yang dikontakkan kepada
siswa. Tentang bagaimana menarik perhatian siswa pada bahan yang baru,
perhatian guru terhadap bahan yang sedang dibahas, urutan penyajian bahan, meniptakan
hubungan dalam rangka membahas, dan mengakhiri pembahasan.
2.
Modal kesiapan
Dalam hal ini
berbagai sikap yang harus diperhatikan guru selama memimpin belajarnya siswa.
Ini meliputi baik sikap tubuh pada waktu mengajar, sikap terhadap kondisi ruang
atau jumlah siswa, terhadap kebutuhan, keinginan dan perhatian siswa, terhadap
peranan dan fungsi media, terhadap jalannya interaksi, terhadap tingkah laku
yang menyimpang, dan terhadap waktu yang tersedia, serta sikap guru dalam
berbusana.
3.
Keterampilan
operasional
Pada bagian ini
terkait keterampilan dalam interaksi belajar mengajar yang perlu dikembangkan.
Keterampilan yang perlu dikembangkan tersebut meliputi dalam membuka pelajaran,
memberikan motivasi dan melibatkan siswa, mengajukan pertanyaan, menggunakan
isyarat nonverbal, menanggapi murid, dan menggunakan waktu.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSebelumnya saya ucapkan terimakasih atas kesempatannya yang telah memberikan informasi terhadap isi buku ini.
ReplyDeleteJika boleh diberi kesempatan apakah bisa saya meminta buku ini dalam bentuk Pdf, sehingga saya bisa melihat Halaman berapa pada kutipan diatas...
Sebelumnya saya ucapkan maaf jika ada kesalahan kata. Terimakasih...
thankyou
ReplyDeleteMakasih resumenya ka sangat bermanfaat, Mohon izin apakah saya boleh mengutip sedikit hasil resuman kaka buat tugas kuliah ?
ReplyDeleteBoleh ga sih ka minta tolong scanin bagian aktivitas belajar
ReplyDelete