MAKALAH PRAGMATIK
RETORIK INTERPRETASI
OLEH:
KELOMPOK 5
1. NURHIDAYAH; 1551040039 ( )
2. ADE AFRIANI; 1551040045 ( )
3. ASRINDAH; 1451040033 ( )
4. NARDIN FERLIANSYAH;1551040041 ( )
5. RISKAWATI S.; 1551041035 ( )
KELAS C
PEND. BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hakikat berbicara merupakan pengetahuan yang sangat fungsional dalam memahami seluk beluk berbicara. Manusia hidup selalu berkelompok mulai dari kelompok kecil, misalnya keluarga, sampai kelompok yang besar seperti organisasi sosial. Dalam kelompok itu mereka berinteraksi satu dengan yang lainnya.
Berbicara di depan umum dapat menimbulkan kecemasan karena setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia memiliki kecenderungan terjadinya kecemasan. Kecemasan biasanya direfleksikan lewat kata-kata berupa keluhan dan menunjukkan sikap pesimis. Menurut Sigmund Freud dalam Urban (2007), apa yang sedang terjadi di dalam diri memiliki sebuah cara untuk tergelincir keluar secara verbal.
Kata-kata ini terkadang tidak disadari akan memberi dampak negatif pada individu. Menurut Urban (2007), gambaran yang dihadirkan kata-kata itu ke dalam kepala manusia akan memiliki efek yang kuat terhadap cara berpikiran berbicara. Ketakutan dan rasa pesimis akan mendominasi pikiran individu karena kekhawatiran akan penilaian individu lain. Kata-kata sesungguhnya memiliki kekuatan yang luar biasa.
Setiap kata yang keluar dari mulut individu akan berdampak pada kehidupannya baik kata itu bersifat positif atau negatif. Kesadaran akan kekuatan kata-kata dalam kehidupan manusia telah dimulai dibeberapa negara dengan berbagai program yang diberikan pada masyarakat. Namun, hal ini tidak dibiasakan baik di Indonesia maupun di seluruh dunia.
Dalam makalah ini penulis hanya akan membahas mengenai interpretasi retorikal serta hal-hal yang berkaitan dengannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penulisan di atas, adapun rumusan masalah penulisan makalah ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud retorika?
2. Bagaimana asumsi-asumsi teori retorika?
3. Bagaimana hakikat interpretasi retorikal?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai pada penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian retorika.
2. Untuk mengetahui asumsi-asumsi teori retorika.
3. Untuk mengetahui hakikat interpretasi retorikal.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Retorika
Kata retorika merupakan konsep untuk menerangkan tiga seni penggunaan bahasa persuasi yaitu : etos,patos, dan logos. Dalam artian sempit, retorika dipahami sebgai konsep yang berkaitan dan seni berkomunikasi lisan berdasarkan tata bahasa, logika, dan dialektika yang baik dan benar untuk mempersuasi public dengan opini.
Dalam artian luas, retorika berhubungan dengan diskursus komunikasi manusia. Para pakar retorika lainnya adalah Isocrates dan Plato yang kedua-duanya dipengaruhi Georgias dan Socrates. Mereka ini berpendapat bahwa retorika berperan penting bagi persiapan seseorang untuk menjadi pemimpin. Plato yang merupakan murid utama dari Socrates menyatakan bahwa pentingnya retorika adalah sebagai metode pendidikan dalam rangka mencapai kedudukan dalam pemerintahan dan dalam rangka upaya mempengaruhi rakyat.
Puncak peranan retorika sebagai ilmu pernyataan antar manusia ditandai oleh munculnya Demosthenes dan Aristoteles dua orang pakar yang teorinya hingga kini masih dijadikan bahan kuliah di berbagai perguruan tinggi.
Menurut Plato, retorika adalah seni para retorikan untuk menenangkan jiwa pendengar. Menurut Aristoteles, retorika adalah kemampuan retorikan untuk mengemukakan suatu kasus tertentu secara menyeluruh melalui persuasi. Dari simpulan diatas, retorika didefinisikan sebagai seni membangun argumentasi dan seni berbicara (the art of constructing arguments and speechmaking). Dalam perkembangannya retorika juga mencakup proses untuk “menyesuaikan ide dengan orang dan menyesuaikan orang dengan ide melalui berbagai macam pesan”.
B. Konsep Teori Retorika
Teori retorika adalah sebuah teknik pembujuk rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan dengan melalui karakter pembicara, emosional atau argumen. Dalam kegiatan bertutur yang dilakukan orang dalam kehidupan bersama, bermasyarakat dan berbudaya, orang selalu terlibat dengan masalah-masalah retorika. Setiap orang memanfaatkan retorik ini menurut kemampuannya masing-masing. Ada yang memanfaatkannya secara spontan atau yang sudah ditata, ada yang mengikuti cara-cara pemanfaatan yang sudah menjadi tradisi dan ada pula yang memanfaatkannya dengan penuh perhitungan atau secara terencana.
Retorika memainkan peranan yang sangat penting dalam setiap kegiatan bertutur. Dikatakan demikian karena Retorik di satu pihak memberikan gambaran pemahaman yang lebih baik tentang manusia dalam hubungannya dengan kegiatan bertuturnya, sedangkan di pihak lain retorik membimbing orang membuat tuturnya lebih gamblang, lebih memikat dan lebih meyakinkan.
C. Asumsi-asumsi Teori Retorika
Ada 2 asumsi yang terdapat teori retorika, yaitu:
a. Public speaker atau pembicara yang efektif perlu mempertimbangkan khalayak mereka. Asumsi ini mengarah kepada konsep analisis khalayak (audience analysis).
b. Public speaker atau pembicara yang efektif menggunakan sejumlah bukti-bukti dalam presentasinya. Bukti-bukti yang dimaksudkan ini merujuk pada cara-cara persuasi yaitu:
1. Ethos adalah tampilan karakter dan kredibilitas pembicara yang dapat mempersuasi audiens sehingga mereka peduli dan percaya kepada pembicara. Kini, etos merupakan metode yang paling efektif untuk membentuk karakter pembicara sebagai persuader yang membangkitkan sikap kritis audiens agar mereka percaya terhadap berbagai argument yang dia ucapkan. Jadi seorang pembicara merupakan seseorang yang menguasai subjek pembicaraan, dan hanya dia pula yang dianggap sangat berpengalaman menjawab dan membahas berbagai pertanyaan dari audiens.
2. Pathos adalah keterampilan pembicara untuk mengelola emosi ketika ia berbicara didepan public. Pada umunya para retorik ketika berpidato memakai metafora(perumpamaan), amplification(seni menampilkan suara baik dalam volume maupun intonasi), storytelling(pesan yang disampaikan dengan tuturan) yang menggugah perasaaan audiens.
3. Logos adalah pengetahuan yang luas dan mendalam tentang apa yang akan dikomunikasikan, dimana struktur pesan yang akan disampaikan itu harus logis dan rasional dan berbasis pada kekuatan argumentasi, dan pesan ini harus disampaikan secara induktif dan deduktif. Yang dimaksud dengan inductive reasoning adalah penyampaian pesan berdasarkan historis dan hipotesis, sehingga membuat audiens dapat menarik kesimpulan umum. Sedangkan deductive reasoning adalah menghendaki agar seorang persuader merumuskan pesan dalam bentuk proposisi umum, sehingga membuat audiens dapat menarik kesimpulan-kesimpulan khusus.
D. Hukum Retorika
Hal penting yang menjadi perhatian utama dari tradisi retorika ini terdapat lima hukum atau ajaran atau kanon (canon) retorika, yaitu:
1. Penciptaan (Invention)
Pengertian penciptaan sudah meluas dan mengacu pada pengertian konseptualisasi, yaitu proses pemberian makna terhadap data melalui interpretasi. Ini berarti suatu pengakuan terhadap fakta, bahwa kita tidak sekedar menemukan apa yang ada tetapi menciptakannya melalui kategori interpretasi yang kita gunakan. Menurut Quintilian, invention adalah menetapkan semacam “titik masuk” dari orasi, biasanya berdasarkan argumentasi orator.
2. Pengaturan (Arrangement)
Pengaturan adalah proses mengorganisasi symbol yaitu mengatur informasi yang terkait dengan hubungan diantara manusia, symbol, dan konteks yang terlibat. Bisa juga diartikan kemampuan untuk menyatukan, mengintegrasikan, dan merangkul semua pihak yang beranekaragam dalam audiens. Menurut Quintilian, arrangement adalah orator menetapkan bagaimana harus memulai orasi dengan membuat disposisi atau mengelompokkan gagasan yang diduga dapat menimbulkan efek bagi audiens.
3. Gaya (Style)
Gaya adalah segala hal yang terkait dengan bagaimana cara menyampaikan atau presentasi symbol, mulai dari pemilihan sistem symbol hingga makna yang kita berikan terhadap symbol termasuk perilaku simbolis mulai dari kata dan tindakan, pakaian yang dikenakan hingga perabotan yang digunakan. Bisa juga diartikan gaya beretorika secara langsung maupun tidak langsung, atau melalui media massa dan tokoh masyarakat. Menurut Quintilian, gaya adalah orator menetapkan struktur orasi kedalam gaya dan presentasi, agar dia mengetahui bagaimana cara mempresentasikan suatu orasi.
4. Penyampaian (Delivery)
Penyampaian merupakan perwujudan symbol kedalam bentuk fisik yang mencakup berbagai pilihan mulai dari nonverbal, bicara, tulisan hingga pesan yang diperantarai. Yang juga diartikan kemampuan retorikan untuk membagi dan menyebarluaskan informasi. Menurut Quintilian, penyampaian merupakan aktivitas penyampaian pidato yang memperhatikan semua tahapan.
5. Ingatan (Memory)
Ingatan adalah apa yang disampaikan, baikk lisan maupun tertulis termasuk yang terekam dalam ingatan. Ingatan tidak lagi hanya mengacu kepada ingatan sederhana terhadap suatu pidato atau ucapan namun mengacu kepada sumber ingatan budaya yang lebih luas terrmasuk juga proses persepsi yang mempengaruhi bagaimana kita memperoleh dan mengolah informasi. Menurut Quintilian, ingatan adalah orator mulai menghafal dan mengingat kembali elemen-elemen dasar dari teks orasi untuk dipresentasikan.
Dari lima kanon/hukum retorika ini, maka sebelum berbicara maka pembicara(rhetor) harus menemukan ide atau gagasan, bagaimana mengorganisasikan gagasan, bagaimana membingkai gagasan kedalam bahasa, menyampaikan gagasan dan akhirnya bagaimana agar apa yang disampaikan itu dapat menjadi ingatan bagi orang yang menerimanya. Tidak peduli dalam pilihan symbol dan medium yang digunakan, retorika selalu melivatkan seorang rhetor atau pengguna symbol, yang menciptakan teks yang ditujukan kepada audiens tertentu, tergantung pada berbagai situasi yang dihadapi.
E. Macam-Macam Cara Memanfaatkan Retorika
Pada dasarnya ada tiga macam cara orang memanfaatkan retorika, yang antara lain:
1. Secara Spontan atau Intuisif
Dalam kehidupan bertutur sehari-hari, pada umumnya orang memanfaatkan retorika itu secara spontan. Lebih-lebih lagi kalau topik tuturnya hanya merupakan topik basa-basi saja, atau masalah-masalah lain yang sedang ngetren dalam pergaulan sehari-hari. Dalam situasi serupa ini, penutur tidak begitu banyak menghabiskan waktu dan tenaganya untuk memilih materi bahasa, karena hanya bersifat spontan saja, dan memang situasi tutur memungkinkan mereka bertindak demikian.
2. Secara Tradisional atau Konvensional
Ada masa-masa bahwa kebanyakan orang mengikuti tradisi bertutur seperti yang sudah digariskan oleh generasi yang terdahulu. Dengan kata lain, tradisi itu akhirnya menjadi tradisi yang ditaati turun-temurun. Misalnya para pujangga untuk menggambarkan seorang gadis cantik, digunakanlah ungkapan-ungkapan klise: “badannya langsing bagai pohon pinang; wajahnya bagai bulan purnama; matanya seperti bintang timur; hidungnya bak dasung tunggal; mulutnya laksana delima merekah dan seterusnya.”
Pemanfaatan retorika secara tradisional, bukan hanya ada pada masa-masa lampau saja. Di tengah-tengah kehidupan modern sekarang ini pun masih berkembang kebiasaan-kebiasaan bertutur yang tradisional. Misalnya saja dalam rapat-rapat atau pertemuan-pertemuan formil lainnya, sementara orang yang diberi kesempatan berbicara merasa perlu menyebut nama deretan pejabat yang hadir; mengucapkan terima kasih banyak-banyak atas kesempatan yang diberikan; dan lain sebagainya. Kebiasaan yang demikian ini agaknya sudah mentradisi dalam bertutur resmi pada dewasa ini.
3. Pemanfaatan Retorika Secara Terencana
Yang dimaksudkan pemanfaatan terencana dalam hal ini ialah penggunaan retorika yang direncanakan sebelumnya secara sadar diarahkan ke suatu tujuan yang jelas. Misalnya bidang politik, bidang usaha/ekonomi, karyawan bahasa, bidang kesenian bidang pendidikan, dan lain sebagainya. Sebagai contoh adalah seorang yang berceramah ataupun sedang berorasi.
Sebagai pemuka retorika Cicero mengembangkan kecakapan retorika menjadi ilmu. Menurut Cicero sistematika retorika mencakup dua tujuan pokok yang bersifat “suasio” (anjuran) dan “dissuasio” (penolakan). Orator termashur itu menyatakan bahwa ketika mempengaruhi khalayak dengan orator harus meyakinkan mereka dengan mencerminkan kebenaran dan kesulitan. Retorika gaya Cicero meliputi tahap-tahap sebagai berikut:
a. Investio
Investio berarti mencari bahan dan tema yang akan dibahas. Bahan yang telah diperoleh disertai bukti-bukti pada tahap ini dibahas secara singkat dengan menjurus kepada upaya-upaya:
1) Mendidik
2) Membangkitkan kepercayaan
3) Menggerakkan perasaan
b. Ordo collocatio
Ordo collocatio berarti penyusunan pidato. Disini sang orator dituntut kecakapan mengolah kata-kata mengenai aspek-aspek tertentu berdasarkan pilihan mana yang terpenting, penting, kurang penting dan tidak penting. Dalam hubungan ini susunan pidato secara sistematis terbagi menjadi:
1) Exordium (pendahuluan)
2) Narration (pemaparan)
3) Conformation (peneguhan)
4) Reputation (pertimbangan)
5) Peroration (penutup)
F. Interpretasi Retorikal
Interpretasi berasal dari kata "interpret" yang berarti pemberian kesan, pendapat, atau pandangan teoritis terhadap sesuatu ; tafsiran. Retorika berarti studi tentang pemakaian bahasa secara efektif dalam karang-mengarang. interpretasi retorikal adalah makna yang dipaham berdasarkan penggunaan kaedah seni ungkapan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori retorika adalah sebuah teknik pembujuk rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan dengan melalui karakter pembicara, emosional atau argumen. Dalam kegiatan bertutur yang dilakukan orang dalam kehidupan bersama, bermasyarakat dan berbudaya, orang selalu terlibat dengan masalah-masalah retorika. Setiap orang memanfaatkan retorik ini menurut kemampuannya masing-masing. Ada yang memanfaatkannya secara spontan atau yang sudah ditata, ada yang mengikuti cara-cara pemanfaatan yang sudah menjadi tradisi dan ada pula yang memanfaatkannya dengan penuh perhitungan atau secara terencana.
Retorika memainkan peranan yang sangat penting dalam setiap kegiatan bertutur. Dikatakan demikian karena Retorik di satu pihak memberikan gambaran pemahaman yang lebih baik tentang manusia dalam hubungannya dengan kegiatan bertuturnya, sedangkan di pihak lain retorik membimbing orang membuat tuturnya lebih gamblang, lebih memikat dan lebih meyakinkan.
B. Saran
Sebuah materi yang esensial diperlukan pemahaman khusus, jadi diharapkan keseriusannya dalam materi ini dan rajin melatih diri untuk mempelajarinya agar dapat memahaminya. Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan tentunya dapat dipertanggungjawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
Rakhmat, Jalaluddin. 1992. Retorika Modern: Pendekatan Praktis. Jakarta: PT Remaja Rosdakarya
http://mama-diyah.blogspot.co.id/2014/03/11-ciri-ciri-pembicara-yang-ideal.html
http://peternggili-pedrozhaqoutez.blogspot.co.id/2012/10/qoutez-makalah-keterampilan-berbicara.html
http://tpunya.blogspot.co.id/2011/04/keterampilan-berbicara.html
No comments:
Post a Comment