Thursday, March 17, 2022

MAKALAH PRAGMATIK: ASPEK SITUASI TUTUR

MAKALAH PRAGMATIK

ASPEK SITUASI TUTUR


 


OLEH:
KELOMPOK 2




KELAS C
PEND. BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR











BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berbicara mengenai wacana khususnya wacana lisan akan sangat erat kaitannya dengan pragmatik. Seperti kita ketahui dalam komunikasi, satu maksud atau satu fungsi dapat diungkapkan dengan berbagai bentuk/struktur. Untuk maksud “menyuruh” orang lain, penutur dapat mengungkapkannya dengan kalimat imperatif, kalimat deklaratif, atau bahkan dengan kalimat interogatif.
Dengan demikian, pragmatik lebih cenderung ke fungsionalisme daripada ke formalisme. Pragmatik berbeda dengan semantik, pragmatik mengkaji maksud ujaran dengan satuan analisisnya berupa tindak tutur (speech act), sedangkan semantik menelaah makna satuan lingual (kata atau kalimat) dengan satuan analisisnya berupa arti atau makna.
Kajian pragmatik lebih menitikberatkan pada ilokusi dan perlokusi daripada lokusi sebab di dalam ilokusi terdapat daya ujaran (maksud dan fungsi tuturan), perlokusi berarti terjadi tindakan sebagai akibat dari daya ujaran tersebut. Sementara itu, di dalam lokusi belum terlihat adanya fungsi ujaran, yang ada barulah makna kata/kalimat yang diujarkan.
Berbagai tindak tutur yang terjadi di masyarakat, baik tindak tutur representatif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif, tindak tutur langsung dan tidak langsung, maupun tindak tutur harafiah dan tidak harafiah, atau kombinasi dari dua/lebih tindak tutur tersebut, merupakan bahan sekaligus fenomena yang sangat menarik untuk dikaji secara pragmatis. Karena itu pada makalah ini kami akan membahasnya, namun kami batasi hanya mengenai situasi tutur.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan situasi tutur?
2. Apa saja yang termasuk bagian-bagian (komponen) situasi tutur?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah dari penulisan makalah ini, tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian situasi tutur.
2. Untuk mengetahui bagian-bagian (komponen) situasi tutur.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Situasi Tutur
Sebagai salah satu cabang ilmu bahasa yang berkaitan langsung dengan peristiwa komunikasi, maka pragmatik tidak dapat dipisahkan dari konsep situasi tutur. Dengan menggunakan analisis pragmatis, maksud atau tujuan dari sebuah peristiwa tutur dapat diidentifikasikan dengan mengamati situasi tutur yang menyertainya. Rustono (1999:26) menyatakan bahwa situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan. Hal tersebut berkaitan dengan adanya pendapat yang menyatakan bahwa tuturan merupakan akibat, sedangkan situasi merupakan penyebab terjadinya tuturan. Sebuah peristiwa tutur dapat terjadi karena adanya situasi yang mendorong terjadinya peristiwa tutur tersebut. Situasi tutur sangat penting dalam kajian pragmatik, karena dengan adanya situasi tutur, maksud dari sebuah tuturan dapat diidentifikasikan dan dipahami oleh mitra tuturnya. Sebuah tuturan dapat digunakan dengan tujuan untuk menyampaikan beberapa maksud atau sebaliknya. Hal tersebut dipengaruhi oleh situasi yang melingkupi tuturan tersebut.
Situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan. Di dalam komunikasi tidak ada tuturan tanpa situasi tutur. Maksud tuturan sebenarnya hanya dapat diidentifikasi melalui situasi tutur yang mendukungnya. Keanekaragaman maksud yang mungkin disampaikan oleh penutur dalam sebuah peristiwa tutur, Leech (1993) mengungkapkan sejumlah aspek yang harus dipertimbangkan.
Misal A adalah pembantu rumah tangga pada keluarga B yang mempunyai kedudukan baik di pemerintahan daerah; keduanya orang Jawa dan berbahasa asli bahasa Jawa. Karena itu mereka selalu memakai bahasa Jawa. Sesuai dengan “kaidah sosial” masyarakat tutur Jawa, karena A ialah pembantu, dan B majikan, maka A harus selalu menggunakan ragam bahasa Jawa yang halus, ragam tinggi, yang disebut krama, atau lebih tinggi lagi krama inngil, jika dia berbicara dengan B, sebaliknya B menggunakan ragam rendah, ngoko, jika berbicara dengan A. Jika menerima tamu teman sekantor, misalnya bawahannya, di rumah, maka dan tamunya menggunakan bahasa Indonesia. bahasa Indonesia juga di pakai ketika B “berdiskusi” tentang matematika dengan anak-anaknya, sedangkan di meja makan mereka biasanya menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko. B juga menggunakan bahasa Indonesia dengan anak-anaknya, tentang apa saja, jika B sedang menemui tamunya tadi. Jadi, bahasa atau ragam bahasa apa yang dipakai oleh B bergantung kepada siapa penuturnya (pembantu, anak, tamu), atau topik pembicaraannya (tentang apa saja, tentang matematika), atau siapa yang ikut mendengarkan percakapan (B dan anak di depan tamu). Contoh tuturan tersebut terjadi dalam suatu situasi tutur (penerimaan tamu).

B. Aspek-Aspek Situasi Tutur
Leech (1983) mengemukakan sejumlah aspek yang senantiasa harus dipertimbangkan dalam rangka studi pragmatik. Aspek-aspek tersebut adalah:
1. Penutur dan Lawan Tutur
Konsep penutur dan lawan tutur ini juga mencakup penulis dan pembaca bila tuturan bersangkutan dikomunikasikan dengan media tulisan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia, latar belakang, sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban, dsb.
Penutur adalah orang yang bertutur, sementara mitra tutur adalah orang yang menjadi sasaran atau kawan penutur. Peran penutur dan mitra tutur dilakukan secara silih berganti, penutur pada tahap tutur berikutnya dapat menjadi mitra tutur, begitu pula sebaliknya sehingga terwujud interaksi dalam komunikasi. Konsep tersebut juga mencakup penulis dan pembaca apabila tuturan tersebut dikomunikasikan dalam bentuk tulisan. Aspek-aspek yang terkait dengan penutur dan mitra tutur tersebut antara lain aspek usia, latar belakang sosial, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat keakraban. Aspek-aspek tersebut mempengaruhi daya tangkap mitra tutur, produksi tuturan serta pengungkapan maksud. Penutur dan mitra tutur dapat saling memahami maksud tuturan apabila keduanya mengetahui aspek-aspek tersebut. Berikut adalah contoh dalam percakapan.
KONTEKS: ANDI BERTANYA KEPADA RAHMAT MENGENAI HASIL 
PERTANDINGAN SEPAK BOLA INDONESIA MELAWAN
KOREA SELATAN
Andi : “Hai, Mat, kemarin lihat bolanya gak, gimana Indonesia
menang nggak?”
Rahmat : “Wah, kacau Ndi. Indonesia kalah 0-1.”
Andi dalam tuturan tersebut berlaku sebagai penutur sedangkan Rahmat sebagai orang yang diajak bicara oleh Andi sebagai mitra tutur yang mendengarkan tuturan Andi, disamping itu Rahmat dalam peristiwa tutur tersebut juga berperan sebagai penutur, yaitu dengan mengungkapkan jawaban atas pertanyaan Andi yang menanyakan hasil pertandingan sepak bola AFC, Indonesia melawan Korea Selatan yang dimenangkan oleh Korea Selatan 1-0.

2. Konteks Tuturan
Istilah konteks didefinisikan oleh Mey (dalam Nadar, 2009:3) sebagai situasi lingkungan dalam arti luas yang memungkinkan peserta pertuturan untuk dapat berinteraksi dan yang membuat ujaran mereka dapat dipahami. Konteks tuturan linguistik adalah konteks dalam semua aspek fisik atau setting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Konteks tuturan mencakupi aspek fisik ataulatar sosial yang relevan dengan tuturan yang bersangkutan. Konteks yang berupa bagian ekspresi yang dapat mendukung kejelasan maksud disebut dengan ko-teks. Sementara itu, konteks yang berupa situasi yang berhubunagn dengan suatu kejadian disebut konteks. Pada hakikatnya konteks dalam pragmatik merupakan semua latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang dipahami bersama antara penutur dengan mitra tuturnya.
KONTEKS: RINTAN BERTEMU DENGAN RIZAL SAAT MENUNGGU ANGKUTAN
Rizal : “Hai, Rintan !, mau kemana nih, kok sendirian aja?”
Rintan : ”Eh, Rizal, mau kuliah. Biasanya juga sendirian.”(agak malu)
Konteks yang ditampilkan dalam peristiwa tutur yang terjadi antara Rintan dan Rizal tersebut adalah Rizal bertanya kepada Rintan sedangkan koteks ditunjukkan pada raut wajah Rintan yang agak malu menjawab pertanyaan Rizal.

3. Tujuan Tuturan
Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatar belakangi oleh maksud dan tujuan tertentu. Dalam hubungan ini bentuk-bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama.  Atau sebaliknya, berbagai macam maksud dapat diutarakan dengan tuturan yang sama.
Tujuan tuturan adalah apa yang ingin dicapai penutur dengan melakukan tindakan bertutur. Semua tuturan memiliki tujuan, hal tersebut memiliki arti bahwa tidak ada tuturan yang tidak mengungkapkan suatu tujuan. Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur selalu dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tuturan. Dalam hubungan tersebut, bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan satu maksud dan sebaliknya satu tuturan dapat menyatakan berbagai macam maksud.
KONTEKS: ADI DATANG BERKUNJUNG KE RUMAH BU NORI UNTUK MEMINJAM BUKU CATATAN

Adi      : “Kemarin aku gak sempat nyatet kuliahnya Pak Tomo nih.”
Bu Nori : “Nah, kamu pasti mau pinjam buku catatanku lagi kan?”
Berdasarkan peristiwa tutur tersebut dapat diungkapkan bahwa penutur dalam hal ini Adi memiliki tujuan dalam menuturkan tuturan “Kemarin aku gak sempat nyatet kuliahnya Pak Arifin nih.” Tujuan dari tuturan tersebut adalah bahwa Adi bermaksud meminjam buku catatan Bu Nori, karena kemarin dia tidak sempat mencatat materi kuliah yang disampaikan Pak Arifin.

4. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas
Tuturan sebagai tindakan atau aktivitas memiliki maksud bahwa tindak tutur merupakan sebuah tindakan. Menuturkan sebuah tuturan dapat dilihat sebagai melakukan tindakan. Tuturan dapat dikatakan sebagai sebuah tindakan atau aktivitas karena dalam peristiwa tutur, tuturan dapat menimbulkan efek sebagaimana tindakan yang dilakukan oleh tangan atau bagian tubuh lain yang dapat menyakiti orang lain atau mengekspresikan tindakan.
KONTEKS: SEORANG IBU BERKATA KEPADA ANAKNYA

Ibu : “Wah, terasnya kotor sekali ya?.”
Anak : (segera mengambil sapu dan menyapu teras tersebut)
Berdasarkan peristiwa tutur tersebut tuturan yang dilakukan oleh Ibu merupakan tindakan menyuruh atau mendorong Anak untuk membersihkan  teras yang terlihat kotor. Tuturan tersebut menimbulkan efek pada mitra tutur yang mendengarkan tuturan tersebut seperti halnya didorong atau dipukul dengan menggunakan tangan. Dalam perilaku yang dilakukan oleh anak yang segera mengambil sapu dan menyapu teras merupakan efek dari ucapan Ibu tersebut.

5. Tuturan sebagai bentuk tindak verbal
Tuturan merupakan hasil dari suatu tindakan. Tindakan manusia ada dua, yaitu tindakan verbal dan tindakan nonverbal. Karena tercipta melalui tindakan verbal, tuturan tersebut merupakan produk tindak verbal yang merupakan tindakan mengekspresikan kata-kata atau bahasa. Tuturan sebagai produk tindakan verbal akan terlihat dalam setiap percakapan lisan maupun tertulis antara penutur dan mitra tutur, seperti yang tampak pada tuturan berikut.
KONTEKS: SEORANG IBU BERPESAN PADA ANAKNYA

Ibu : ”Ris, nanti kalau ada tamu bilang Ibu sedang arisan ya!”
Risa : “Iya, Bu.”
Tuturan tersebut merupakan hasil dari tindakan verbal bertutur kepada mitra tuturnya, dalam hal ini Risa yang diberi pesan Ibunya, bahwa kalau ada tamu Risa harus mengatakan bahwa Ibunya sedang arisan. Kelima aspek situasi tutur tersebut tentu tidak terlepas dari unsur waktu dan tempat di mana tuturan tersebut diproduksi, karena tuturan yang sama apabila diucapkan pada waktu dan tempat berbeda, tentu memiliki maksud yang berbeda pula. Sehingga unsur waktu dan tempat tidak dapat dipisahkan dari situasi tutur.
BAB III
PETUTUP

A. Kesimpulan
Situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan. Di dalam komunikasi tidak ada tuturan tanpa situasi tutur. Maksud tuturan sebenarnya hanya dapat diidentifikasi melalui situasi tutur yang mendukungnya. Keanekaragaman maksud yang mungkin disampaikan oleh penutur dalam sebuah peristiwa tutur, Leech (1993) mengungkapkan sejumlah aspek yang harus dipertimbangkan.
Leech (1983) mengemukakan sejumlah aspek yang senantiasa harus dipertimbangkan dalam rangka studi pragmatik. Aspek-aspek tersebut terbagi atas lima bagian, yaitu: (1) penutur dan lawan tutur; (2) konteks tuturan; (3) tindak tutur sebagai bentuk tindakan; (4) tujuan tuturan; dan (5) tuturan sebagai produk tindak verbal.

B. Saran
Sebuah materi yang esensial diperlukan pemahaman khusus, jadi diharapkan keseriusannya dalam materi ini dan rajin melatih diri untuk mempelajarinya agar dapat memahaminya. Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan tentunya dapat dipertanggungjawabkan.


DAFTAR PUSTAKA

Dewantara. 2012. Konteks dan Situasi Tutur. Diakses dari internet pada 24 Februari 2018, http://pembelajaran-mas-dewantara.blogspot.co.id/2012/05/konteks-dan-situasi-tutur.html 
Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: UI Press
Wardani, Griya. 2011. Aspek-Aspek Tutur. Diakses dari internet pada 24 Februari 2018, https://griyawardani.wordpress.com/2011/05/19/aspek-aspek-tutur


No comments:

Post a Comment