Friday, March 18, 2022

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA


A.    Pengertian Kohesi

        Kohesi adalah hubungan antarbagian dalam teks yang ditandai penggunaan unsur bahasa. Konsep kohesi pada dasarnya mengacu kepada hubungan bentuk, artinya unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan secara padu dan utuh (Mulyana, 2005: 26). Contoh kohesi adalah sebagai berikut.

Listrik mempunyai banyak kegunaan. Orang tuaku berlangganan listrik dari PLN. Baru-baru ini tarif pemakaian listrik naik 25%, sehingga banyak masyarakat yang mengeluh. Akibatnya, banyak pelanggan listrik yang melakukan penghematan. Jumlah peralatan yang menggunakan listrik sekarang meningkat. Alat yang banyak menyedot listrik adalah AC atau alat penyejuk udara. Di kantor-kantor sekarang penggunaan alat penyejuk udara itu sudah biasa saja, bukan barang mewah.

Contoh wacana di atas dikatakan kohesif, karena menggunakan alat kohesi pengulangan, misalnya listrik yang diulang beberapa kali. Namun, paragraf tersebut tidak padu karena bagian-bagian paragraf itu tidak mempunyai kepaduan secara maknawi.


B.  Pengertian Koherensi

      Koherensi adalah keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya, sehingga kalimat memiliki kesatuan makna yang utuh (Brown dan Yule dalam Mulyana, 2005: 30).

Contoh:

(a) Buah Apel (Apple) adalah salah satu buah yang sangat tidak diragukan kelezatan rasanya. (b) Menurut beberapa penelitian dibalik kelezatan dari rasa buah apel ternyata juga mengandung banyak zat-zat yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh kita. (c) Untuk itu sangatlah penting untuk mengkonsumsi buah apel. (d) Buah Apel memiliki kandungan vitamin, mineral dan unsur lain seperti serat, fitokimian, baron, tanin, asam tartar, dan lain sebagainya. (e) Dengan kandungan zat-zat tersebut buah apel memiliki manfaat yang dapat mencegah dan menanggulangi berbagai penyakit. (f) Berikut ini adalah beberapa manfaat buah apel bagi kesehatan yang berhasil dihimpun dari berbagai sumber  yaitu buah apel dapat mencegah penyakit asma, dapat mengurangi berat badan,  melindungi tulang, menurunkan kadar kolesterol, mencegah kanker hati, kanker paru-paru, kanker payudara, kanker usus, mengontrol diabetes, membersihkan dan menyegarkan mulut.


Bagian-bagian pada wacana di atas saling mempunyai kaitan secara maknawi, kalimat di atas menjelaskan secara rinci zat-zat dan manfaat yang terkandung dalam buah apel. Wacana itu termasuk wacana padu karena hampir setiap kalimat berhubungan padu secara maknawi dengan bagian lain. Selain itu, wacana itu juga kohesif. Ada beberapa kata yang diulang (buah apel pada setiap kalimat). Jadi, wacana itu harus kohesif dan dan koherensif. Bahkan keterpaduanlah (koherensi) yang harus diutamakan.


C. Piranti Kohesi

      Menurut Halliday dan Hassan (1976), unsur kohesi terbagi atas dua macam, yaitu unsur leksikal dan unsur gramatikal. Piranti kohesi gramatikal merupakan piranti atau penanda kohesi yang melibatkan penggunaan unsur-unsur kaidah bahasa. Piranti kohesi leksikal adalah kepaduan bentuk sesuai dengan kata.


1.      Piranti Kohesi Gramatikal

Pada umumnya, dalam bahasa Indonesia ragam tulis, digunakan piranti kohesi gramatikal seperti berikut.

a.      Referensi

Referensi berarti hubungan antara kata dengan benda. Kata pena misalnya mempunyai referensi sebuah benda yang memiliki tinta digunakan untuk menulis.

Halliday dan Hasan (1979) membedakan referensi menjadi dua macam, yaitu eksoforis dan endoforis.

§  Referensi eksoforis adalah pengacuan satuan lingual yang terdapat di luar teks wacana.

Contoh: Itu matahari. Kata itu pada tuturan tersebut mengacu pada sesuatu di luar teks, yaitu ‘benda yang berpijar yang menerangi alam ini.’

§  Referensi endofora adalah pengacuan satuan satuan lingual yang terdapat di dalam teks wacana.

Referensi endofora terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

Referensi anafora yaitu satuan lingual yang disebut lebih dahulu atau ada pada kalimat yang lebih dahulu, mengacu pada kalimat awal atau yang sebelah kiri.

Contoh:

(a)    Hati Adi terasa berbunga-bunga. (b) Dia yakin  Janah menerima lamarannya.

Kata Dia pada kalimat (b) mengacu pada kata Adi.

Pola penunjukkan inilah yang menyebabkan kedua kalimat tersebut berkaitan secara padu dan saling berhubungan.

Referensi katafora yaitu satuan lingual yang disebutkan setelahnya, mengacu pada kalimat yang sebelah kanan.

Karena bajunya kotor, Gani pulang ke rumah.

Pronomina enklitik-nya pada kalimat pertama mengacu pada antaseden Gani yang terdapat pada kalimat kedua.

Baik referensi yang bersifat anafora maupun katafora mengunakan pronomina persona, pronomina penunjuk, dan pronomina komparatif.


Pronomina Persona adalah pengacuan secara berganti-ganti bergantung yang memerankannya.

Dalam bahasa Indonesia, pronominal persona diperinci sebagai berikut.

Tunggal

Jamak

Persona pertama: Aku, saya (tunggal)

Kami, kita (jamak)

Persona kedua: Kamu, engkau, Anda (tunggal)

Kalian, engkau, Anda (jamak)

Persona ketiga: Dia, ia, beliau (tunggal)

Mereka (jamak)

Contoh:

a)   Ida, kamu harus belajar. (referensi bersifat anfora)

b)   Kamu sekarang harus lari! Ayo, Okta cepatlah! (referensi bersifat katafora)


Pronomina demonstrasi yaitu pengacuan satual lingual yang dipakai untuk menunjuk. Biasanya menggunakan kata: ini, itu, kini, sekarang, saat ini, saat itu, di sini, di situ, di sana dan sebagainya.

Contoh:  (a) “Di sini saya dilahirkan. (b) Di rumah inilah saya dibesarkan,” kata Ani.

Pronominal di sini pada kalimat (a) mengacu secara katafora terhadap antesedan rumah pada kalimat (b).

Pronomina komparatif adalah deiktis yang menjadi bandingan bagi antasedennya.

Kata-kata yang termasuk kategori pronominal komparatif antara lain: sama, persis, identik, serupa, segitu serupa, selain, berbeda, tidak beda jauh, dan sebagainya.

Contoh:

Dani mirip dengan Ali karena mereka bersaudara.

b.      Substitusi (penggantian)


Penggantian adalah penyulihan suatu unsur wacana dengan unsur yang lain yang acuannya tetap sama, dalam hubungan antarbentuk kata, atau bentuk lain yang lebih besar daripada kata, seperti frasa atau klausa (Halliday dan Hassan, 1979: 88; Quirk, 1985: 863).

Secara umum, penggantian itu dapat berupa kata ganti orang, kata ganti tempat, dan kata ganti sesuatu hal.

1. Kata ganti orang merupakan kata yang dapat menggantikan nama orang atau beberapa orang. Contoh: Nurul mengikuti olimpiade matematika. Ia mewakili Kalimantan Selatan.

2.  Kata ganti tempat adalah kata yang dapat menggantikan kata yang menunjuk pada tempat tertentu.Contoh: Kabupaten Paser merupakan penghasil minyak terbesar di Kalimantan Timur. Di sana banyak terdapat pabrik sawit sebagai alat untuk mengolah buah sawit menjadi minyak mentah.

3.  Dalam pemakaian Bahasa untuk mempersingkat suatu ujaran yang panjang yang digunakan lagi, dapat dilakukan dengan menggunakan kata ganti hal. Sesuatu yang diuraikan dengan panjang lebar dapat digantikan dengan sebuah atau beberapa buah kata.

Contoh: Pembukaan UUD 1945 dengan jelas menyatakan bahwa Pancasila adalah dasar negara. Dengan demikian, Pancasila merupakan nilai dasar yang normatif terhadap seluruh penyelenggaraan negara Repubublik Indonesia.

Kata demikian pada contoh di atas merupakan kata ganti hal yang menggantikan seluruh preposisi yang disebutkan sebelumnya.


c.   Elipsis (penghilangan/pelepasan)

Elipsis adalah proses penghilangan kata atau satuan-satuan kebahasaan lain. Elipsis juga merupakan penggantian unsur kosong (zero), yaitu unsur yang sebenarnya ada tetapi sengaja dihilangkan atau disembunyikan.

Contoh:

Tuhan selalu memberikan kekuatan, ketenangan, ketika saya menghadapi saat-saat yang menentukan dalam penyusunan skripsi ini. (Saya mengucapkan) terima kasih Tuhan.

d.  Piranti Konjungsi (kata sambung)

Konjungsi termasuk salah satu jenis kata yang digunakan untuk menghubungkan kalimat.


Piranti konjungsi dalam bahasa Indonesia dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu sebagai berikut.

a.  Piranti urutan waktu

Proposisi-proposisi yang menunjukkan tahapan-tahapan seperti awal, pelaksanaan, dan penyelesaian dapat disusun dengan menggunakan urutan waktu. Berikut ini beberapa konjungsi urutan waktu. Setelah itu, sebelum itu, sesudah itu, lalu, kemudian, akhirnya, waktu itu, sejak itu dan ketika itu.

Contoh:

Ani memberikan sambutan di Kantor Walikota Balikpapan. Setelah itu dia akan berkunjung ke Pulau Kumala.

b.  Piranti Pilihan

Untuk menyatakan dua proposisi berurutan yang menunjukan hubungan pilihan.

Contoh:

Pergi ke Pasar Lama atau ke Pasar Baru.

c.  Piranti Alahan

Hubungan alahan antara dua proposisi dihubungkan dengan frasa-frasa seperti meski(pun) demikian, meski(pun) begitu, kedati(pun) demikian, kedatipun begitu, biarpun demikian, dan biarpun begitu.

Contoh:

Rumi tetap pergi ke Kampus, meskipun hujan.

d.  Piranti Parafrase

Parafrase merupakan suatu ungkapan lain yang lebih mudah dimengerti.

Contoh:

Perlu juga diperhatikan bahwa sejumlah teori dan pendekatan yang ada tersebut, bagi pembaca justru saling melengkapi. Dengan kata lain, apabila tujuan pembaca ingin memahami keseluruhan aspek dalam karya satra, tidak mungkin mereka hanya memiliki satu pendekatan.

e.  Piranti Ketidaserasian

Ketidakserasian itu pada umumnya ditandai dengan perbedaan proposisi yang terkandung di dalamnya, bahkan sampai pada pertentangan.

Contoh:

Nyasar di Martapura, padahal saya sudah melihat penunjuk jalan.

f.  Piranti Serasian

Piranti keserasian digunakan apabila dua buah ide atau proposisi itu menunjukkan hubungan yang selaras atau sama.

Contoh:

Nia sangat dermawan, demikian juga dengan ibunya.

g.  Piranti Tambahan (Aditif)

Piranti Tambahan berguna untuk menghubungkan bagian yang bersifat menambahkan informasi dan pada umumnya digunakan untuk merangkaikan dua proposisi atau lebih. Piranti konjungsi tambahan antara lain: pula, juga, selanjutnya, dan, di samping itu, tambahan lagi, dan selain itu.

Contoh:

Masukkan kentang dan wortel, selanjutnya beri garam dan gula secukupnya. Selain itu, kita juga bisa menambahkan brokoli dan jagung manis.

h.  Piranti Pertentangan (Kontras)

Piranti ini digunakan untuk menghubungkan proposisi yang bertentangan atau kontras dengan bagian lain. Piranti yang biasa digunakan misalnya (akan) tetapi, sebaliknya, namun, dsb.

Contoh:

Perkembangan kognitif anak sudah baik. Namun, harus tetap berlatih agar tidak terjadi penurunan.

i.  Piranti Perbandingan (Komparatif)

Piranti ini digunakan untuk menunjukkan dua proposisi yang menunjukkan perbandingan. Untuk mengatakan hubungan secara eksplisit sering digunakan kata penghubung antara lain: sama halnya, berbeda dengan itu, seperti, dalam hal seperti itu, serupa dengan itu, dan sejalan dengan itu.

Contoh:

Pantun, puisi asli Indonesia, berbeda dengan syair. Pantun mempunyai dua bagian setiap bait, yaitu bagian sampiran dan isi. Sampiran terdapat dua baris pertama, sedangkan isinya terkandung pada dua baris terakhir.

j.  Piranti Sebab-akibat

Sebab dan akibat merupakan dua kondisi yang berhubungan. Hubungan sebab-akibat terjadi apabila salah satu proposisi menunjukkan sebab terjadinya suatu kondisi tertentu yang merupakan akibat atau sebaliknya.

Contoh:

Karena sering membuang sampah ke Sungai akibatnya rumah warga di sepanjang Jl. Yos Sudarso terendam banjir.

k.  Piranti Harapan (Optatif)

Hubungan optatif terjadi apabila ada ide atau proposisi yang mengandung suatu harapan atau doa.

Contoh:

-  Mudah-mudahan kejadian seperti itu tidak terulang kembali.

-  Semoga artikel ini bermanfaat bagi pembaca.

l.   Piranti Ringkasan dan Simpulan

Piranti tersebut berguna untuk mengantarkan ringkasan dari bagian yang berisi uraian.

Contoh:

Demikianlah beberapa informasi memngenai manfaat buah apel bagi kesehatan yang telah saya sampaikan pada artikel ini. Jadi, mulai sekarang sering-seringlah mengkonsumsi buah apel.


m.  Piranti Misalan atau Contohan

Contohan atau misalan itu berfungsi untuk memperjelas suatu uraian, khususnya uraian yang bersifat abstrak. Biasanya, kata yang digunakan adalah contohnya, misalnya, umpanya, dsb.

Contoh:

Kata ganti orang pertama tunggal. Contohnya hamba, saya, beta, aku, daku, dan sebagainya.

n.   Piranti Keragu-raguan (Dubitatif)

Piranti tersebut digunakan untuk mengantarkan bagian yang masih menimbulkan keraguan. Kata yang digunakan adalah jangan-jangan, barangkali, mungkin, kemungkinan besar, dan sebagainya.

Contoh:

Mungkin dia sedang sedih.

o.   Piranti Konsesi: memang, tentu saja

Dalam memberikan penjelasan, adakalanya, pengirim pesan mengakui      sesuatu kelemahan atau kekurangan yang terjadi di luar jalur yang      dibicarakan. Pengakuan itu dapat dinyatakan dengan kata memang atau tentu          saja.

Contoh:

Memang benar dia pintar.

p.   Piranti Tegasan

Proposisi yang telah disebutkan perlu ditegaskan lagi agar dapat segera dipahami dan di resapi.

Contoh:

Untuk  makan sehari-hari saja susah apalagi untuk membeli rumah.

q.   Piranti Jelasan

Piranti ini digunakan untuk memberikan penjelasan yang berupa proposisi (pikiran, perasaan, peristiwa, keadaan, dan sesuatu hal) lanjutan.

Contoh:

Yang dimaksud braille adalah sistem tulisan dan cetakan untuk orang buta.



2.      Piranti Kohesi Leksikal

Secara umum, piranti kohesi leksikal berupa kata atau frasa bebas yang mampu mempertahankan hubungan kohesif dengan kalimat mendahului atau mengikuti. Menurut Rentel (1986: 268-289), piranti kohesi leksikal terdiri atas dua macam yaitu:


a. Reiterasi (pengulangan)

Reiterasi merupakan cara untuk menciptakan hubungan yang kohesif.

Jenis-jenis reiterasi itu meliputi:


1.      Repetisi Ulangan

Repetisi atau ulangan merupakan salah satu cara untuk mempertahankan hubungan kohesif antarkaliamat. Macam-macam ulangan atau repetisi berdasarkan data pemakaian bahasa Indonesia seperti berikut.

a)      Ulangan Penuh

Ulangan penuh berarti mengulang satu fungsi dalam kalimat secara penuh, tanpa pengurangan dan perubahan bentuk.

Contoh:

Buah Apel adalah salah satu buah yang sangat tidak diragukan kelezatan rasanya. Buah Apel memiliki kandungan vitamin, mineral dan unsur lain seperti serat, fitokimian, baron, tanin, asam tartar, dan lain sebagainya.

b)      Ulangan dengan bentuk lain

Terjadi apabila sebuah kata diulang dengan konstruksi atau bentuk kata lain yang masih mempunyai bentuk dasar yang sama.

Contoh:

Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu dan fisafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu.

c)      Ulangan dengan Penggantian

Pengulangan dapat dilakukan dengan mengganti bentuk lain seperti dengan kata ganti.

Contoh:

Seorang yang berfilsafat dapat diumpamakan seorang yang berpijak di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang. Dia ingin mengetahui hakikat dirinya.

d)     Ulangan dengan hiponim

Contoh:

      Bila musim kemarau tiba, tanaman di halaman rumah mulai         mengering . Bunga tidak mekar seperti biasanya.

2.      Kolokasi

Suatu hal yang selalu berdekatan atau berdampingan dengan yang lain, biasanya diasosiasikan sebagai kesatuan.

Contoh:

UUD 1945 dan Pancasila.

Ada ikan ada air.


D.    Piranti Koherensi

                  Istilah koherensi mengacu pada aspek tuturan, bagaimana proposisi yang terselubung disimpulkan untuk menginterpretasikan tindakan ilokusinya dalam membentuk sebuah wacana. Proposisi-proposisi di dalam suatu wacana dapat membentuk suatu wacana yang runtut (koheren) meskipun tidak terdapat pemerkah penghubung kalimat yang di gunakan.

                 

                  Contoh:

(a)    Guntur kembali bergema dan hujan menderas lebih hebat lagi. (b) Hati Darsa makin kecut.


Biarpun tidak terdapat pemerkah hubungan yang jelas antara kalimat (a) dan (b), tiap pembaca akan menafsirkan makna kalimat (b) mengikuti kalimat (a). Pembaca mengandaikan adanya ‘hubungan semantik’ antara kalimat-kalimat itu, biarpun tidak terdapat pemerkah eksplisit yang menyatakan hubungan seperti itu.

Berikut ini adalah contoh wacana yang mempunyai koherensi baik, tetapi tidak tampak hubungan kohesifnya.


A: “ada telepon.”

B: “saya sedang mandi.”

C: “baiklah.”


Widdowson (1979).


Sebagai sebuah wacana, contoh percakapan di atas tidak dapat pemerkah kohesif. Untuk memahami tuturan tersebut, kita harus menggunakan informasi yang terkandung di dalam ujaran-ujaran yang di ungkapkan dan juga sesuatu yang lain yang dilibatkan dalam penafsiran wacana itu. Percakapan semacam itu akan dapat dipahami dengan baik melalui tindakan-tindakan konvensional yang dilakukan oleh partisipan dalam percakapan itu.

         


A.      Pengertian Kohesi dan Koherensi

Mengenai pengertian kohesi dan koherensi sebenarnya tidak terlihat perbedaan yang nyata, karena pengertian kedua istilah tersebut sering disamakan dan sering dipertukarkan pemakaiannya. Kedua pengertian tersebut saling menunjang, saling berkaitan, ibarat dua sisi pada satu mata uang.

Kohesi memiliki pengertian yaitu hubungan antarkalimat dalam sebuah wacana, baik dalam strata gramatikal maupun dalam strata leksikal tertentu (Gutwinsky, 1976 : 26 dalam Tarigan, 2009 : 93). Untuk dapat memahami wacana dengan baik, diperlukan pengetahuan dan penguasaan kohesi yang baik pula, yang tidak saja bergantung pada pengetahuan kita tentang kaidah-kaidah bahasa, tetapi juga kepada pengetahuan kita mengetahui realitas, pengetahuan kita dalam proses penalaran, yang disebut penyimpulan sintaktik (Van de Velde, 1984 : 6 dalam Tarigam, 2009 : 93). Kita dapat mengatakan bahwa suatu teks atrau wacana benar-benar bersifat kohesif apabila terdapat kesesuaian secara bentuk bahasa terhadap konteks (Tarigan, 2009 : 93).

Sedangkan untuk pengertian koherensi itu sendiri adalah pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta dan ide menjadi suatu untaian yang logis sehingga kita mudah memahami pesan yang dikandungnya (Wohl, 1978 : 25 dalam Tarigan, 2009 : 100). Pengertian yang lain menyatakan bahwa koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata, atau kalimat dalam teks. Dua buah kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak koheren. Sehingga, fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan ketika seseorang menghubungkannya. Koherensi merupakan elemen wacana untuk melihat bagaimana seseorang secara strategis menggunakan wacana untuk menjelaskan suatu fakta atau peristiwa  (Teun A. Van Dijk dalam Eriyanto, 2001 : 242).


B.       Sarana-sarana Kohesi

Kohesi yaitu hubungan antarkalimat dalam sebuah wacana, baik dalam strata gramatikal maupun dalam strata leksikal. Dalam strata gramatikal Halliday dan Hasan pada tahun 1976 mengemukakan sarana-sarana kohesif yang terperinci dalam karya mereka yang berjudul Cohesion in English.  Mereka mengelompokkan sarana-sarana kohesif itu ke dalam lima kategori, yaitu :

1.    Pronomina (kata ganti)

Salah satu sarana kohesif yaitu pronomina atau kata ganti. Kata ganti tersebut dapat berupa kata ganti diri, kata ganti penunjuk, dan lain-lain.


    Kata ganti diri dapat berupa :

ð  Saya, aku, kita, kami ;

ð  Engkau, kamu, kau, kalian, anda ;

ð  Dia, mereka.

Contoh :

Ani, Berta, dan Clara sedang duduk-duduk di beranda depan rumah Pak Dadi. Mereka sedang asyik berbincang-bincang. ....

    Kata ganti penunjuk dapat berupa ini, itu, sini, situ, sana, di sini, di sana, ke sini, ke situ, ke sana.

Contoh :

Ini rumah kami. Kami tinggal di sini sejak tahun 1962. Tamu-tamu dari Sumatera sering datang ke sini dan menginap beberapa lama di sini.

    Kata ganti empunya dapat berupa –ku, -mu, -nya, kami, kamu, kalian, mereka.

Contoh :

Anakku, anaknya melanjutkan pelajaran di Jakarta. Anakmu kuliah di mana? Anak kami sama-sama kuliah di Universitas Indonesia. ...


    Kata ganti penanya berupa apa, siapa, mana.

Contoh :

Apa yang kamu cari di sini?

Siapa yang kamu pilih menjadi temanmu?

.........




    Kata ganti penghubung berupa yang.

Contoh :

Kita hidup bermasyarakat, hidup tolong-menolong. Yangpintar mengajari yang bodoh. Yang kaya menolong yangmiskin. ......


    Kata ganti tak tentu berupa siapa-siapa, masing-masing, sesuatu, seseorang, para.

Contoh :

Siapa-siapa yang turut berdarmawisata ke Pantai Pangandaran ditentukan oleh Kepala Sekolah kami. Kepadapara pengikut diberikan sesuatu yang sangat menggembirakan. ....


2.    Substitusi (penggantian)

Substitusi adalah proses atau hasil penggantian unsur bahasa oleh unsur lain dalam satuan yang lebih besar untuk memperoleh unsur-unsur pembeda atau untuk menjelaskan suatu struktur tertentu (Kridalaksana, 1984 : 185 dalam Tarigan, 2009 : 96). Substitusi merupakan hubungan gramatikal, lebih bersifat hubungan kata dan makna. Substitusi dapat bersifat nominal, verbal, kalausa, atau campuran, misalnya satu, sama, seperti itu, sedemikian rupa, demikian, begitu, melakukan hal yang sama.

Contoh :

Saya dan paman masuk ke warung kopi. Paman memesan kopi susu. Saya juga mau satu. Keinginan kami rupanya sama. .....


3.    Elipsis

Elipsis adalah peniadaan kata atau satuan lain yang wujud asalnya dapat diramalkan dari konteks bahasa atau konteks luar bahasa (Kridalaksana, 1984 : 45 dalam Tarigan, 2009 : 97). Elipsis dapat pula dikatakan penggantian atau sesuatu yang ada tetapi tidak diucapkan atau tidak dituliskan.

Contoh :

Indah dan Gery senang sekali mendaki gunung sebagai sport utama mereka. Justru Fries dan Ninon  sebaliknya, mereka senang memancing. .....





4.    Konjungsi

Konjungsi adalah penggabungan kata dengan kata, frase dengan frase, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, paragraf dengan paragraf (Kridalaksana, 1984 : 105 dalam Tarigan, 2009 : 97). Konjungsi dapat berupa :

a)      Konjungsi adversatif               : tetapi, namun

b)      Konjungsi klausal                    : sebab, karena

c)      Konjungsi koordinatif             : dan, atau, tetapi

d)     Konjungsi korelatif                 : entah, baik, maupun

e)      Konjungsi subordinatif           : meskipun, kalau, bahwa

f)       Konjungsi temporal                 : sebelum, sesudah


5.    Leksikal

Kohesi leksikal diperoleh dengan cara memilih kosakata yang serasi. Ada beberapa cara untuk mencapai aspek leksikal kohesi ini, antara lain :

a)      Pengulangan (repetisi) kata yang sama           : pemuda – pemuda

b)      Sinonim                                                          : pahlawan – pejuang

c)      Antonim                                                         : putra – putri

d)     Hiponim                                                          : angkutan darat (kereta api, dll)

e)      Kolokasi                                                         : buku, koran, majalah

f)       Ekuivalensi                                                     : belajar, mengajar, pelajar, dll


C.      Jenis-jenis Sarana Koherensi

Koherensi merupakan pertalian atau jalinan antar kata, atau kalimat dalam teks. Koherensi ini merupakan salah satu elemen wacana yang di pergunakan untuk menjelaskan suatu fakta atau peristiwa (Teun A. Van Dijk, dalam Eryanto, 2001 : 242). 

Sarana koherensi paragraf dapat berupa penambahan, seri, prononima, pengulangan, sinonim, keseluruhan, kelas, penekanan, komparasi, kontras, simpulan, contoh, kesejajaran, lokasi, dan waktu (F. J. D’Angelo dalam Tarigan, 2009 : 101). Berikut penjabarannya.

         Sarana penghubung yang bersifat adiktif atau berupa penambahan itu, antara lain : dan, juga, lagi, pula, dll.


Contoh :

Laki-laki dan perempuan, tua dan muda, juga para tamu turut bekerja bergotong royong menumpas hama tikus di sawah-sawa di desa kami. .......

              Sarana penghubung rentetan atau seri adalah pertama, kedua, .... berikut, kemudian, selanjutnya, akhirnya.

Contoh :

Pertama-tama kita semua harus mendaftarka diri sebagai anggota perkumpulan. Kedua, kita membayar uang iuran. Berikutnya kita mengikuti segala kegiatan, baik berupa latihan maupun kursus-kursus.

              Sarana penghubung yang berupa kata ganti diri, kata ganti petunjuk, dan lain-lainnya.

Contoh :

Ini rumah saya, itu rumah kamu. Saya dan kamu mendapat hadiah dari pimpinan perusahaan. Rumah kita berdekatan. Kita bertetangga. Rumah Lani dan rumah Mina  di seberang sana. Mereka bertetangga. ....

              Penggunaan sarana koheresi wacana yang berupa sinonim atau padanan kata (pengulangan kata).

Contoh :

Memang dia mencintai gadis itu. Wanita itu berasal dari Solo. Pacarnya itu memang cantik, halus budi bahasa, dan bersifat keibuan sejati. .....

              Penggunaan repitisi atau pengulangan kata sebagai sarana koherensif wacana.

Contoh :

Dia mengatakan kepada saya bahwa kasih sayang itu berada dalam jiwa dan raga sang ibu. saya menerima kebenaran ucapan itu. Betapa tidak, kasih sayang pertama saya peroleh dari ibu. ....

              Penggunaan sarana koherensif  dimulai dari keseluruhan, baru kemudian kita beralih atau memperkenalkan bagian-bagiannya. Hal ini memang sesuai dengan salah satu dimensi yang harus dipenuhi dalam penyususnan kurikulum atau silabus pengajaran bahasa. Kita mulai dari bagian yang lebih besar ke bagian yang lebih kecil; dari bagian yang umum menuju bagian yang khusus. Tentu hal ini bergantung pada tujuan dan tingkat kelas para siswa.

Contoh :

Saya membeli buku baru. Buku itu terdiri dari tujuh bab. Setiap bab terdiri pula dari sejumlah pasal. Setiappasal tersusun dari beberapa paragraf. Seterusnya setiapparagraf terdiri dari beberapa kalimat. .....

              Sarana koherensif wacana yang mulai dari kelas ke anggota.

Contoh :

Pemerintah berupaya keras meningkatkan pehubungan darat, laut, dan udara. Dalam bidang perhubungan darat telah digalakkan pemanfaatan kereta api dan kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor ini meliputi mobil, sepeda motor, dan lain-lain.

              Dengan sarana penekanan pun kita dapat pula menambah tingkat kekoherensifan wacana.

Contoh :

Bekerja bergotong royong itu bukan pekerjaan sia-sia. Nyatalah kini hasilnya. jembatan sepanjang tujuh kilometer yang menghubungkan kampung kita ini dengan kampung di seberang Sungai Lau Biang ini telah sekali kita kerjakan dengan AMD (Abri Masuk Desa). Jelaslahhubungan antara kedua kampung berjalan lebih lancar.

              Komparasi atau perbandingan dapat menambah serta meningkatkan kekoherensifan wacana.

Contoh :

Sama halnya dengan Paman Lukas, kita pun harus segera mendirikan rumah di atas tanah yang baru kita beli. Sekarang rumah Paman Lukas itu hampir selesai. Mengapa kita tidak membuat hal yang serupa selekas mungkin? ....

              Kontras atau pertentangan para penilis dapat menambah kekoherensian karyanya.

Contoh :

Aneh tapi nyata. Ada teman saya seangkatan, namanya Joni. Dia rajin sekali belajar, tetapi setiap tentamen selalu tidak lulus. Harus mengulang. Namun demikian, dia tidak pernah putus asa. Dia tenang saja. Tidak pernah mengeluh. Bahkan sebaliknya, dia semakin belajar. Sampai-sampai larut malam dia membaca. Tanpa keluhan apa-apa. Akhirnya tentamen semua lulus juga. Dia menganut falsafah “biar lambat asal selamat.” Kini dia telah menyelesaikan studinya dan diangkat menjadi guru SMA di Prabumulih.

              Dengan kata-kata yang mengacu kepada hasil atau simpulan, kita dapat juga meningkatkan kekoherensifan wacana.

Contoh:

Pepohonan telah menghijau di setiap pekarangan rumah dan ruangan kuliah di kampus kami. Burung-burung beterbangan dari dahan ke dahan sambil bernyanyi-nyanyi. Udara sejuk dan nyaman. Jadi penhijauan di kampus itu telah berhasil. Demikianlah kini keadaan kampus kami. .......

              Dengan pemberian contoh yang tepat dan serasi, kita dapat pula menciptakan kekoherensifan wacana:

Contoh:

Wajah pekarangan atau halaman rumah di desa kami telah berubah menjadi warung hidup. Di perkarangan itu ditanam kebutuhan dapur sehari-hari; umpamanya: bayam, tomat, cabai, singkong, dan lain-lain. ....

              Penggunaan kesejajaran atau paralelisme klausa sebagai saran kekorensifan wacana.

Contoh :

Waktu dia datang, memang saya sedang asyik membaca, saya sedang tekun mempelajari buku baru mengenai wacana. Karena asyiknya, saya tidak mengetahui, saya tidak mendengar bahwa dia telah duduk di kursi mengamati saya. ...


Sedangkan untuk aneka sarana keutuhan wacana dari segi makna menurut (Harimurti Kridalaksana (1978) dalam Tarigan, 2009 : 105) antara lain : hubungan sebab-akibat, hubungan alasan-akibat, hubungan sarana-hasil, hubungan sarana-tujuan, hubungan latar-kesimpulan, hubungan hasil-kegagalan, hubungan syarat hasil, hubungan perbandingan, hubungan parafrastis, hubungan amplikatif, hubungan aditif temporal, hubungan aditf nontemporal, hubungan identifikasi, hubungan generik-spesifik, dan hubungan ibarat. Berikut penjelasanya.




              Hubungan sebab-akibat untuk menciptakan keutuhan wacana.

Contoh :

Pada waktu mengungsi dulu sukar sekali mendapatkan beras di daerah kami. Masyarakat hanya memakan singkong sehari-hari. Banyak anak yang kekurangan vitamin dan gizi. Tidak sedikit yang lemah dan sakit.

              Hubungan alasan-akibat.

Contoh :

Saya sedang asyik membaca majalah Kartini. Tiba-tiba saya kepingin benar makan colenak dan minum bajigur. Segera saya menyuruh pembantu saya membelinya ke warung di seberang jalan sana. Saya memakan colenak dan bajigur itu dengan lahapnya. Nikmat sekali rasanya.

              Hubungan sarana-hasil.

Contoh :

Penduduk di sekitar Kampus Bumisiliwangi yang mempunyai rumah atau kamar yang akan disewakan memang berusaha selalu menyenangkan para penyewa. Jelas banyak sekali para mahasiswa yang tertolong, lebih-lebih yang berasal dari luar Bandung dan luar Jawa. Apalagi sewanya memang agak murah dan dekat pula ke tempat kuliah. Sangat efisien.

              Hubungan sarana-tujuan.

Contoh :

Dia belajar dengan tekun. Tiada kenal letih siang malam. Cita-citanya untuk menggondol gelar sarjana tentu tercapai ppaling lama dua tahun lagi. Di samping itu istrinya pun tabah sekali berjualan. Untungnya banyak juga tiap bulan. Keinginannya untuk membeli gubuk kecil agar mereka tidak menyewa rumah lagi akan tercapai juga nanti.

              Hubungan latar-kesimpulan.

Contoh :

Pekarangan rumah Pak Ali selalu hijau. Pekarangan itu merupakan warung hidup dan apotek hidup yang rapi. Selalu diurus baik-baik. Agaknya Bu Ali pandai mengatur dan menatanya. Rupanya Bu Ali pun bertangan dingin pula menanam dan menguus tanaman.



              Hubungan hasil-kegagalan.

Contoh :

Kami tiba di sini agak subuh dan menunggu agak lama. Ada kira-kira dua jam lamanya. Meeka tidak muncul-muncul. Mereka tidak menepati janji. Kami sangat kecewa dan pulang kembali dengan rasa dongkol.

              Hubungan syarat-hasil.

Contoh :

Seharusnyalah penduduk desa kita ini lebih rajin bekerja, rain menabung di KUD. Tentu saja desa kita lebih maju dan lebih makmur dewasa ini. Dan seterusnya pula kita menjaga kebersihan desa ini. Pasti kesehatan masyarakat desa kita lebih baik.

              Hubungan perbandingan.

Contoh :

Sifat para penghuni asrama ini sangat beraneka raga,. Wanitanya rajin belajar. Prianya lebih malas. Wanitanya mudah diatur. Prianya agak bandel.

              Hubungan parafrastis.

Contoh :

Kami tidak menyetujui penurunan uang makan di asrama ini karena dengan bayaran seperti yang berlaku selama ini pun kuantitas dan kualitas makanan dan pelayanan tidak bisa ditingkatkan. Sepantasnyalah kita menambahi uang bayaran bulan kalau kita mau segala sesuatunya bertambah baik. Seharusnyalah kita dapat berpikir logis.

              Hubungan amplikatif.

Contoh :

Perang itu sungguh kejam. Militer, sipil, pria, wanita, tua dan muda menjadi korban peluru. Peluru tidak dapat membedakan kawan dan lawan. Sama dengan pembunuh. Biadab, kejam, dan tidak kenal perikemanusiaan. Sungguh ngeri.

              Hubungan aditif temporal.

Contoh :

Paman menunggu di ruang depan. Sementara itu saya menyelesaikan pekerjaan saya. Kini pekerjaan saya sudah selesai. Saya sudah merasa lapar. Segera saya mengajak Paman makan di kantin. Sekarang saya dan paman dapat berbicara santai sambil makan.


              Hubungan aditif nontemporal.

Contoh :

Orang itu malas bekerja. Duduk melamun saja sepanjang hari. Berpangku tangan. Bagaimana bisa mendapat rezeki? Bagaimana bisa hidup berkecukupan. Tanpa menanam, menyiangi, menumbuk, serta menumpas hama, bagaimana bisa memperoleh panen yang memuaskan, bukan? Agaknya orang itu tidak menyadari hal ini.

              Hubungan identifikasi.

Contoh :

Kalau orang tuamu miskin, itu tidak berarti bahwa kamu tidak mempunyai kemungkinan memperoleh gelar sarjana. Lihat itu, Guntur Sibero. Dia anak orang miskin yang berhasil mencapai gelar doktor, dan kini sudah diangkat menjadi profesor di salah satu perguruan tinggi di Bandung.

              Hubungan generik-spesifik.

Contoh :

Abangku memang bersifat sosial dan pemurah. Dia pasti dan rela menyumbang paling sedikit satu juta rupiah buat pembangunan rumah ibadah itu.

              Hubungan ibarat.

Contoh :

Memang suatu ketakaburan bagi pemuda papa dan miskin itu untuk memiliki mobil dan gedung mewah tanpa bekerja keras memeras otak. Kerjanya hanya melamun dan berpangku tangan saja setiap hari. Di samping itu dia berkeinginan pula mempersunting putri Haji Guntur yang bernama Ruminah itu, jelas dia itu ibarat pungguk merindukan bulan. Maksud hati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai.




No comments:

Post a Comment