BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Keterampilan
berbahasa Indonesia mencakup: Keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan
menulis, dan keterampilan membaca. Penyajian materi ini dilatarbelakangi oleh
suatu kenyataan bahwa keterampilan berbahasa sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari mari perhatikan kehidupan masyarakat. Anggota-anggota masyarakat
saling berhubungan dengan cara berkomunikasi. Komunikasi dapat berupa
komunikasi satu arah, dua arah, dan multi arah. Komunikasi satu arah terjadi
ketika seseorang mengirim pesan kepada orang lain, sedangkan penerima pesan
tidak menanggapi isi pesan tersebut. Misalnya, khotbah jumat dan berita di TV
atau radio. Komunikasi dua arah terjadi ketika pemberi pesan dan penerima pesan
saling menanggapi isi pesan. Komunikasi multi arah terjadi ketika pemberi pesan
dan penerima pesan yang jumlahnya lebih dari dua orang saling menanggapi isi
pesan (Abd. Gofur, 1: 2009).
Dalam kegiatan komunikasi, pengirim pesan aktif mengirim pesan yang
diformulasikan dalam lambang-lambang berupa bunyi atau tulisan. Proses ini
disebut dengan encoding. Selanjutnya si penerima pesan aktif menerjemahkan
lambang-lambang tersebut menjadi bermakna sehingga pesan tersebut dapat
diterima secara utuh. Proses ini disebut dengan decoding.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakakang yang diuraikan di atas, maka muncullah suatu rumusan. Adapun
rumusan masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana hubungan
antara keterampilan membaca dengan keterampilan berbahasa yang lain?
2.
Bagaimana tujuan
dan aspek-aspek membaca?
3.
Bagaimana mengembangkan
keterampilan membaca serta tahap-tahao perkembangannya?
C. Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah yang diuraikan di atas, maka muncullah tujuan yang akan dicapai
dalam makalah ini. Adapun tujuan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.
Mendeskripsikan hubungan
antara keterampilan membaca dengan keterampilan berbahasa yang lain.
2.
Mendeskripsikan tujuan
dan aspek-aspek membaca.
3.
Mendeskripsikan mengembangkan
keterampilan membaca serta tahap-tahap perkembangannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Keterampilan
Berbahasa
Keterampilan berbahasa (language
arts, language skills) dalam kurikulum di sekolah biasanya mencakup empat
segi, yaitu:
1. Keterampilan menyimak/mendengarkan (listening skills).
2. Keterampilan berbicara (speaking skills).
3. Keterampilan membaca (reading skills).
4. Keterampilan menulis (writing skills).
Setiap keterampilan tersebut erat sekali berhubungan dengan tiga
keterampilanLainnya dengan cara yang beranekarona. Dalam
memperoleh keterampilan berbahasa, yaitu biasanya melalui suatu hubungan urutan
yang teratur: mula-mula, pada masa kecil, kita belajar menyimak/mendengarkan
bahasa, kemudian berbicara; setelah itu barulah kita belajar menulis dan
membaca. Menyimak dan berbicara kita pelajari sebelum memasuki sekolah,
sedangkan menulis dan membaca dipelajari di sekolah. Keempat keterampilan tersebut pada dasarnya
merupakan satu kesatuan, merupakan caturtunggal (Dawson, (et al) 1963: 27).
Berikut ini akan dibicarakan sepintas kilas hubungan antar
keterampilan tersebut:
1. Hubungan
antara Berbicara dan Menyimak
a. Ujaran (speech) biasanya dipelajari melalui menyimak dan meniru (imitasi).
Oleh karena itu, contoh atau model yang disimak serta direkam oleh anak sangat
penting dalam penguasaan kecakapan berbicara.
b. Kata-kata yang akan dipakai
serta dipelajari oleh anak biasanya ditentukan oleh perangsang (stimuli) yang
mereka temui, (misalnya kehidupan desa >< kota) dan kata-kata yang paling
banyak member bantuan atau pelayanan dalam menyampaikan ide-ide mereka.
c. Ujaran anak mencerminkan pemakaian
bahasa di rumah dan dalam masyarakat tempatnya hidup, misalnya; ucapan,
intonasi, kosa kata, penggunaan kata-kata, dan pola-pola kalimat.
d. Berbicara dengan bantuan alat-alat
peraga (visual aids) akan
menghasilkan penangkapan informasi yang lebih baik pada pihak penyimak.
Umumnya, anak mempergunakan bahasa yang didengarnya. (Dawson (et al) 1963: 29).
e. Meningkatkan keterampilan menyimak
berarti membantu meningkatkan kualitas berbicara seseorang.
f. Bunyi atau suara merupakan suatu faktor
penting dalam peningkatan cara pemakaian kata-kata anak. Oleh karena itu anak
akan tertolong kalau mereka mendengarkan/menyimak ujaran-ujaran yang baik daripara
guru, rekaman-rekaman yang bermutu, dan cerita-cerita yang bernilai tinggi.
g. Berbicara dengan bantuan alat-alat
peraga (visual aids) akan menghasilkan penangkapan informasi yang lebih baik
pada pihak penyimak. Umumnya, anak mempergunakan bahasa yang didengarnya.
(Dawson (et al) 1963: 29).
2. Hubungan
antara Menyimak dan Membaca
a. Pengajaran serta petunjuk-petunjuk
dalam membaca diberikan oleh guru melalui bahasa lisan, dan kemampuan anak
untuk menyimak dengan pemahaman penting sekali.
b. Menyimak merupakan cara atau mode
utama bagi pelajaran lisan (verbalized
learning). Selama tahun-tahun permulaan di sekolah. Misalnya, anak yang
cacat dalam membaca haruslah pelajarannya di kelas yang lebih tinggi dengan
lebih banyak melalui menyimak daripada melalui membaca.
c. Walaupun menyimak pemahaman (listening comprehension) lebih
unggul dari pada membaca pemahaman (reading
comprehension), anak-anak sering gagal untuk memahaminya dan tetap
menyimpan/ memakai/ menguasai sejumlah fakta yang mereka dengar.
d. Oleh karena itu, para pelajar
membutuhkan bimbingan dalam belajar menyimak lebih efektif dan lebih terartur
lagi agar hasil pengajaran itu baik. Kosa kata atau perbendaharaan kata
menyimak yang sangat terbatas mempunyai kaitan dengan kesukaran-kesukaran dalam
belajar membaca secara baik.
e. Bagi para pelajar yang lebih besar
atau tinggik elasnya, korelasi antara kosa kata baca dan kosa kata simak (reading covabulary dan listening vocabulary)
sangat tinggi, mungkin 80% atau lebih.
f. Pembeda-bedaan atau diskriminasi
pendengaran yang jelek acap kali dihubungkan dengan membaca yang tidak efektif
dan mungkin merupakan suatu factor pendukung atau factor tambahan dalam
ketidakmampuan dalam membaca (poor
reading).
g. Menyimak turut membantu anak untuk
menangkap ide utama yang diajukan oleh pembicara; bagi pelajar yang lebih
tinggi kelasnya, membaca lebih unggul daripada menyimak sesuatu yang mendadak
dan pemahaman informasi yang terperinci.
h. Kedua keterampilan tersebut
merupakan proses saling mengisi membaca hendaklah disertai dengan diskusi
(sebelum, selama, dan sesudah membaca) kalau kita ingin meningkatkan serta
memperkaya kosa kata, pemahaman umum, serta pemilikan ide-ide para pelajar yang
kita asuh. (Dawson (et al) 1963: 29-30).
3. Hubungan
antara Berbicara dan Membaca
Sejumlah proyek penelitian telah memperlihatkan adanya
hubungan yang erat diantara perkembangan kecakapan bahwa kemampuan umum bahasa
lisan turut melengkapi suatu latar belakang pengalaman yang menguntungkan serta
keterampilan bagi pengajaran membaca.
Hubungan-
hubungan antara bidang lisan dan membaca telat dapat diketahui dalam beberapa
penelitian antara lain:
a. Performansi atau penampilan membaca
berbeda sekali dengan kecakapan bahasa lisan.
b. Pola-pola pelajaran ujaran orang
yang tuna aksara atau buta huruf mungkin mengganggu pelajaran membaca pada
anak-anak.
c. Kalau pada tahun-tahun permulaan
sekolah ujaran membentuk suatu pelajaran bagi pelajaran membaca, membaca bagi
anak-anak kelas yang lebih tinggi turut membantu meningkatkan bahasa lisan
mereka.
d. Kosa kata khususnya mengenai bahan
bacaan haruslah diajarkan secara langsung.
4. Hubungan
antara Ekpresi Lisan dan Ekspresi Tulis
Adalah wajar bila komunikasi lisan dan komunikasi tulis erat
sekali berhubungan karena keduanya mempunyai banyak persamaan, antara lain:
a. Seorang anak belajar berbicara jauh
sebelum dia dapat menulis dan kosa kata, pola-pola kalimat, serta organisasi
ide-ide yang member cirri kepada ujarannya merupakan dasar ekspresi tulis
berikutnya.
b. Seorang anak yang telah dapat
menulis dengan lancar biasanya dapat pula menuliskan pengalaman-pengalaman
pertamanya serta tepat tanpa diskusi lisan pendahuluan, tetapi diam sih perlu
membicarakan ide-ide yang rumit yang dia peroleh dari tangan kedua.
c. Perbedaan-perbedaan pun terdapat
pula antara komunikasi lisan dan komunikasi tuis. Ekpresi lisan cenderung ke
arah kurang berstruktur, lebih sering berubah-ubah, tidak tetap tetapi biasanya
lebih kacau serta membingungkan daripada komunikasi tulis. Pengalaman telah
menunjukkan bahwa meningkatkan ekspresi lisan para individu berarti turut pula
meningkatkan daya pikir meraka. Membasmi kebiasaan-kebiasaan yang ceroboh,
tidak teratur dalam ujaran, kalimat-kalimat yang tidak menentu ujung pangkalnya
serta berulang-ulang, pikiran-pikiran yang tidak sempurna dan tidak konsekuen
dalam ekpresi lisan memang sangat perlu dan selalu harus dilakukan, agar kita
dapat membimbing para individu kearah kebiasaan berpikir yang tepat dan logis.
Sebaliknya komunikasi tulis cenderung lebih unggul, baik dalam isi pikiran
maupun struktur kalimat, lebih formal dalam gaya bahasa dan jauh lebih teratur
dalam pengertian ide-ide. Penulis biasanya telah memikirkan dalam-dalam setiap
kalimat sebelum dia menulis naskahnya.
d. Membuat catatan serta membuat bagan
atau rangka ide-ide yang akan disampaikan pada suatu pembicaraan akan
menolongmu untuk mengutarakan ide-ide tersebut kepada para pendengar. Biasanya,
bagan atau rangka yang dipakai sebagai pedoman dalam berbicara sudahlah cukup
memadai, kecuali dalam kasus laporan formal dan terperinci yang memerlukan
penulisan naskah yang lengkap sebelumnya.
Guru harus melihat bahwa pengajaran
menyimak, berbicara, dan menulis itu haruslah saling berhubungan serta
berkaitan erat dengan keterampilan berbahasa yang keempat, yaitu membaca.
Menyimak dan membaca erat berhubungan karena keduanya merupakan alat untuk
menerima komunikasi. Berbicara dan menulis erat berhubungan dalam hal bahwa
keduanya merupakan cara mengekspresikan makna atau arti. Dalam penggunaannya,
keempat keterampilan tersebut sering berhubungan satu sama lain. Dalam
percakapan, jelas terlihat bahwa berbicara dan menyimak hampir-hampir merupakan
proses yang sama. (Anderson 1972: 3).
B.
Membaca
1. Pengertian
Membaca
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh
pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui
media kata-kata/ bahasa tulis. Dari segi lingustik, membaca adalah suatu proses
penyandian kembali dan pembacaan sendi (a
recording and decoding process), berlainan dengan berbicara dan menulis
yang justru melibatkan penyandian (encoding).
Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata
tulis (written word) dengan makna
bahasa lisan (oral language meaning)
yang mencakup pengubahan tulisan atau cetakan menjadi bunyi yang bermakna.
(Anderson 1972: 209-210). Menyimak dan membaca berhubungan erat karena keduanya
merupakan alat untuk menerima komunikasi. Berbicara dan menulis berhubungan
erat karena keduanya merupakan alat untuk mengutarakan makna, mengemukakan
pendapat, mengekspresikan pesan. (Anderson 1972: 3).
Di samping pengertian atau batasan yang telah di utarakan di atas
membaca pun dapat pula di artikan sebagai suatu metode yang kita pergunakan
untuk berkomunikasi dengan diri kita sendiri, dan kadang kadang dengan orang
lain yaitu mengomunikasikan makna yang terkandung atau tersirat pada
lambing-lambang tertulis.
Membaca dapat pula dianggap sebagai suatu proses untuk memahami yang
tersirat dalam yang tersurat, melihat pikiran yang terkandung di dalam kata
kata yang tertulis. Tingkatan hubungan antara makna yang hendak di kemukakan
oleh penulis dan penafsiran atau interpretasi pembaca turut menentukan
ketepatan membaca. Makna bacaan tidak terletak pada halaman tertulis, tetapi
berada pada pikiran pembaca. Secara singkat dapat di katakana bahwa reading
adalah bringing meaning to and getting
meaning from printer or written material, memetik serta memahami arti atau
makna yang terkandung di bahan yang tertulis (Finochiaro and Bonomo 1973 : 119 ).
2. Tujuan
Membaca
Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta
memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Beberapa jenis
tujuan membaca:
a. Reding
for details or faete
(membaca untuk memperpendek perincian atau fakta).
b. Reading
main ideas (membaca
untuk memperoleh ide utama).
c. Reading
for sequence or organization (membaca untuk mengetahui urutan atau susunan organisasi
cerita.
d. Reading
for inference
(membaca untuk menyimpulkan inferensi).
e. Reading
to classify
(membaca untuk mengklasifikasikan).
f. Reading
to evaluate
(membaca menilai, membaca mengevakuasi).
g. Reading
to compare or contrast
(membaca untuk memperbandingkan atau mempertentangkan)
3. Membaca
Sebagai Suatu Keterampilan
Keterampilan membaca
mencakup tiga komponen yaitu:
a. Pengenalan terhadap aksara dan tanda
tanda baca.
b. Korelasi aksara beserta tanda–tanda
baca dengan unsur–unsur linguistik yang formal.
c. Hubungan lebih lanjut dari A dan B
dengan makna atau meaning (Broghton
(et al) 1978: 90).
4. Aspek-Aspek
Membaca
Sebagai garis
besarnya, terdapat dua aspek penting dalam membaca, yaitu:
a. Keterampilan yang bersifat mekanis
yang dapat dianggap berada pada urutan yang lebih rendah. Aspek ini
mencakup:
1) Mengenal bentuk huruf.
2) Mengenal unsur–unsur linguistik
(fonem/grafem, kata, frase, pola klausa, kalimat dan lain-lain).
3) Pengenalan hubungan/korespondensi
pola ejaan dan bunyi (kemampuan menyuarakan bahasa tertulis atau “to bark at print”).
4) Kecepatan membaca ketaraf lambat.
b. Keterampilan yang bersifat pemahaman
yang dapat dianggap berada pada urutan yang lebih tinggi. Aspek ini mencakup:
1) Memahami pengertian sederhana
(leksikal, gramatikal, retorikal).
2) Memahami signifikansi atau makna
(a.1 maksud dan tujuan pengarang, relefansi/keadaann kebudayaan, dan reaksi
pembaca).
3) Evaluasi atau penilaian (isi,
bentuk).
4) Kecepatan membaca yang fleksibel,
yang mudah disesuaikan dengan keadaan.
Untuk mencapai tujuan yang terkandung dalam keterampilan mekanis
tersebut, aktivitas yang paling sesuai adalah membaca nyaring, membaca
bersuara. Untuk keterampilan pemahaman yang paling tepat adalah dengan membaca
dalam hati.
5. Mengembangkan
keterampilan membaca
Usaha yang dapat
dilaksanakan untuk meningkatkan keterampilan membaca itu antara lain:
a. Guru dapat menolong para pelajar
memperkaya kosakata mereka dengan jalan:
1) Memperkenalkan sinonim kata, antonym
kata, paraphrase, kata-kata yang berdasarkan sama.
2) Memperkenalkan imbuhan yang mencakup
awalan, sisipan, dan akhiran.
3) Mengira-ngira atau mereka makna kata
dari konteks atau hubungan kalimat.
b. Guru dapat membantu para pelajar
untuk memahami makna struktur-struktur kata dan kalimat.
c. Guru dapat memberikan serta
menjelaskan kawasan atau pengertian kiasan, sindiran, ungkapan, pepatah,
pribahasa, dan lain-lain.
d. Guru dapat menjamin serta memastikan
pemahaman para pelajar dengan berbagai cara.
e. Guru dapat meningkatkan kecepatan
membaca para pelajar.
6.
Tahap-tahap perkembangan membaca
a. Tahap I
Para pelajar disuruh membaca bahan yang
telah mereka pelajari, mengucapkannya dengan baik atau bahan yang mungkin telah
mereka ingat. Dalam tahap ini para pelajar haruslah dibimbing umtuk
mengembangkat atau meningkatkan response-responsi visual yang otomatis terhadap
gambaran-gambaran huruf yang akan mereka lihat pada halaman cetakan. Mereka
haruslah disadarkan benar-benar serta memahami bahwa kata-kata tertulis itu
mewakili atau menggambarkan bunyi-bunyi.
b. Tahap II
Guru atau kelompok guru bahasa asing pada
sekolah yang bersangkutan menyusun kata-kata serta struktur-struktur yang telah
diketahui tersebut menjadi bahan dialog atau paragraf yang beraneka ragam, para
pelajar dibimbing serta dibantu dalam membaca bahan yang baru disusun yang
mengandung unsur-unsur yang sudah biasa bagi mereka.
c. Tahap III
Suatu komite guru-guru dapat menulis atau
menyediakan bahan yang dimaksud, atau menyusun teks-teks dengan kosakata dan
struktur yang bertarap rendah tetapi berdaya tarik yang bertarap tinggi
selaras dengan usia para pelajar. Beberapa perobaan informal.
d. Tahap IV
Beberapa spesialis dalam bidang membaca
menganjurkan penggunaan teks-teks sastra yang telah disederhanakan sebagai
bahan bacaan pada tahap ini.
e. Tahap V
Bahan bacaan tidak dibatasi seluruh dunia
buku terbuka bagi para pelajar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan makalah yang telah kami susun, kami dapat
mengambil beberapa kesimpulan, diantaranya:
1. Membaca merupakan suatu alat
komunikasi yang sangat diperlukan dalam suatu masyarakat berbudaya.
2. Bahan bacaan yang dihasilkan dalam
setiap kurun waktu, dalam sejarah sebagian besar dipengaruhi oleh latar
belakang social tempatnya berkembang.
3. Sepanjang masa sejarah yang terekam,
membaca teleh membuahkan dua kutub yang amat berbeda.
4. Disatu pihak, membaca merupakan
suatu suatu daya pemersatunyang ampuh, yang cenderung mempersatukan
kelompok-kelompok social dengan memberikan pengalaman-pengalaman umum yang
seolah-olah dialami sendiri dan dengan dengan menanamkan sikap-sikap, ide-ide, minat-minat,
dan aspirasi-aspirasi umum.
5. Dipihak lain membaca itu telah
bertindak sebagai suatu daya pemecah belah yang cenderung mempertajam
perbedaan-perbedaan antar kelompok social dengan jalan merangsang serta
mempertebal perbedaan pendapat-pendapat mereka. Karena itulah, salah satu
masalah yang kita hadapi kini adalah menentukan cara-cara agar membaca itu
dapat dengan baik, mempromosikan kesejahteraan pribadi dan kemajuan kelompok.
B. Saran
Demikianlah
makalah yang yang kami susun karena makalah ini jauh sekali dari kata sempurna.
Oleh daripada itu kami memohon kritik yang sifatnya membangun dari berbagai
pihak. Semoga makalah ini bisa menjadi bahan acuan pembelajaran pada mata
kuliah yang bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, Hanry Guntur. 2015. Membaca
Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Edisi Revisi. Bandung. Angkasa.
No comments:
Post a Comment